[caption caption="Photo Dokumen Pribadi"][/caption]Terpilih menjadi salah satu Risers yang mengikuti Program Datsun Risers Expedition (DRE) merupakan suatu yang sangat membahagiakan, terlebih salah satu destinasinya adalah Entikong. Sudah sejak lama bermimpi untuk bisa ke Entikong melihat dari dekat perbatasan Malaysia dan Indonesia (Malindo). Kami tergabung dalam tim BUDDY (Benny dari Bandung, Unggul dari Bogor dan duDDY dari Jakarta). Sejak terpilih mengikuti DRE ini, kami langsung koordinasi untuk mencari informasi tentang destinasi yang di tuju dan akan berbuat apa untuk masyarakat di sana.
Buku dan berbagi
Kami ingin bisa berbagi di Kalimantan Barat ini dengan buku, alhamdulillah Kang Benny ada yang menitipkan sejumlah buku cerita anak anak untuk dapat dibagikan disana. Dengan kata kunci buku ini kami akan bergerak di event DRE ini. Saat yang dinantikan pun tiba, para Risers kumpul di terminal 2F pada pagi hari (26/1) untuk melanjutkan perjalanan menuju Pontianak. Hari ini sayapun baru bertemu muka langsung dengan Kang Benny dari Bandung, dan langsung membuat video pertemuan pertama ini di Bandara. Perjalanan ini bukanlah sekedar merasakan sensasi Datsun Go saja, namun kami ingin bisa berbagi dengan anak anak lain di jalur yang kami lalui ini, tertutama di Tapal Batas.
Hari Pertama
Setibanya di Bandara Supadio, kami langsung menuju mobil yang telah disiapkan oleh panitia. Tim Buddy mendapat mobil pertama atau Riser 1 dengan mobil warna hitam. Keseruan dimulai dari sini, Benny Driver, Dudi Navigator dan Unggul Penumpang, tujuan pertama adalah Tugu Khatulistiwa mengejar tengah hari berada di titik kulminasi Matahari.
Dan ternyata hari Kulminasi Matahari dalam setahun itu hanya ada di 2 Bulan, pertama 21 Maret dan 23 September yang disebut dengan Ekinoks. Pertama masuk komplek Tugu Khatuliswa saya mengira bahwa Tugu yang di luar adalah Tugu Khatulistiwa, ternyata itu merupakan Replika dari Tugu yang sesungguhnya. Tugu Khatulistiwa pertama di bangun pada tahun 1928 oleh tim Geografi Internasional yang di pimpin oleh seorang Geografi Belanda dengan menggunakan ilmu Falak, demikian penjelasa dari Ibu Sutarmi seorang petugas. Tugu ini di bangun dengan menggunakan bahan kayu Ulin, dengan Empat tonggak. Dua tonggak di depan sepanjang 3.05 Meter dan dua tonggak di belakang sepanjang 4.40 meter.
Tugu ini mengalami beberapa kali perbaikan ataupun penyempurnaan. Pertama pada tahun 1930 yang disempurnakan adalah tonggak dan lingkaran beserta anak panah. Pada tahun 1938 disempurnakan lagi lingkaran oleh Arsitek Silaban. Dan pada tahun 1990 mulai di bangun Replika Tugu Khatulistiwa serta bangunan pelindung yang di bangun secara permanen berbentuk kubah dan diresmikan pada tanggal 21 September 1991 oleh Bapak Gubernur Kalimantan Barat, Bapak Parjoko Suryo Kusumo yang menjabat saat itu.
Daya tarik Tugu ini pun terlihat pada sebuah peristiwa. Sebuah peristiwa menakjubkan, yaitu, saat terjadi kulminasi, yakni matahari tepat berada di garis khatulistiwa. Pada saat itu, bayangan tugu "menghilang" beberapa detik, meskipun diterpa sinar Matahari. Kita yang berdiri di sekitar tugu juga akan hilang bayangannya selama beberapa saat. Dan selain itu adalah telor bisa berdiri karena daya grativasi di Khatuliswa ini sangat kuat sekali sehingga telor bisa berdiri. Mendengar penjelasan dari Ibu Sutarmi tentang hal ini, saya mencoba untuk bisa mendirikan telor, namun sampai 5 menit berhasil seperti Ibu Sutarmi.
Garis Khatulistiwa ini membelah bumi menjadi dua bagian Utara dan Selatan dengan sama, adapun Garis ini selain Kota Pontianak juga melewati Sekadau, Nanga Dedai dan beberapa provinsi di Indonesia antara lain, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Jaya. Menurut Ibu Sutarmi sekarang titik nol-nya sudah bergeser sekitar 120 meter dari Tugu, karena pergeseran lempengan bumi. Ketika di sana memang terlihat sedang ada pembangunan di sekitar tugu, akan di bangun berbagai fasilitas di lingkungan Tugu ini selain titik Nol yang baru, seperti hotel dan lainnya.
Yang dirasakan selama berada di komplek ini adalah kondisi panas yang sangat, disarankan jika ke sini memakai topi dan sungaless untuk mengurangi panas. Sebelum meninggalkan tempat ini para Riser tidak lupa foto keluarga terlebih dahulu.
Petualagan belum usai, selanjutnya kami menuju Dealer Nissan Ayani untuk break makan siang dan sholat. Sebelum melakukan perjalanan selanjutkan kami diberikan briefing terlebih dahulu bagaimana safety driving ketika konvoi dan diberikan kode kode untuk mempermudah perjalanan ini. Selain mempermudah kode kode tersebut membuat kami merasa terhibur dan tidak membosankan perjalanan.
Tepat pukul 14.19 WIB Bendera start dikibarkan oleh Ibu Hana Maharani Head Of Communication Nissan Indonesia. Datsun Risers Expedition Tahap 3 yang menelusuri bumi khatulistiwa dan tapal batas dimulai dari Kantor Nissan Ahmad Yani Pontianak. Perlahan sambil menyusun rangkaian konvoi, para Risers mulai bergerak menuju daerah Kampung Beting untuk melihat Istana Kadriyah. Sebelum ashar kita sampai di lokasi ini, karena menjelang sholat maka para Risers menuju Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman, masjid yang di bangun oleh Sultan Pertama yaitu Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri sekitar 300 tahun yang lalu. Dan ini merupakan masjid kesultanan. Istana Kadriah berada di dekat pusat Kota Pontianak. Lokasi istana dapat dijangkau melalui jalur sungai dan jalur darat.
Karena adzan belum berkumandang, maka para Risers mencoba eksplorasi masjid dan sekitarnya. Yang menarik dari masjid bangunan menggunakan kayu ulin dan masih kuat sampai sekarang ini. Selain dari itu banyak anak anak yang beraktifitas di sekitar masjid, ada yang main bola, sekedar mandi di sungai. Bahlan ada juga yang berada di dalam masjid. Beberapa Risers mencoba mengabadikan kegiatan yang berada di masjid ini. Namun lebih banyak yang mengabadikan kegiatan anak anak yang mandi di sungai dengan meloncat dari Gazebo.
Di sini Bang Rodrik dari (kompasdotcom) seakan menjadi idola anak anak, drone yang dikendalikan oleh Bang Rodrik menjadi pusat perhatian dari anak anak itu. Setelah loncat dan mandi, giliran bang Rodrik dikerubungi oleh anak anak utunk melihat hasil dari kamera drone. Selain itu juga beberapa Risers berbagi hasil foto dengan anak anak tersebut. Hari iini seakan menjadi harinya berbagi dengan foto, sayangnya saya tidak bisa memberikan hasil fotonya kepada anak anak tersebut.
Setelah sholat ashar kita menuju ke Istana Kadriyah, ketika mulai masuk gerbang di sisi kiri dan sisi kanan dan depan istana, dapat melihat ada meriam kuno buatan Portugis dan Perancis. Keanggunan istana seluas 60 x 25 meter yang terbuat dari kayu ulin atau belian pilihan ini sudah terlihat dari bagian depannya. Sore itu kita sangat beruntung sekali bisa melihat keluarga istana sedang berlatih Qosidah untuk perayaan Maulid Nabi di Bulan depan. Para Ibu dan remaja putri istana ini berlatih qosidah untuk persiapan pentas Keluarga istana rutin mengadakan pengjaian setiap bulan, selain untuk mengisi ruhiyah juga menyambung silaturahim antar sesama keluarga.
Hari ini para ibu ibu itu sedang mempelajari satu lagu baru untuk penampilan mereka. jadi tiap tampil akan ada lagu baru yang ditampilkan, sehingga harus berlatih lebih giat lagi. Bahkan anak anak kecil perempuan sudah mulai ikut berlatih walau perannya masih belum banyak. Namun kebersamaan inilah yang menjadi menarik.
Sebelum check In ke hotel, panitia memberikan games menarik untuk ddestinasi terakhir di hari pertama ini Pecinan Pontianak. Para Risers akan diberikan uang sebesar Rp 55.500 untuk dibelikan barang yang bermanfaat dan sebanyak mungkin itemnya, dengan tidak lebih dan tidak kurang dengan disertai nota pembelian.
Peserta diberikan waktu terbatas untuk menghabiskan uang tersebut. Awalnya kami bingung akan membeli apa dengan uang segitu, namun setelah melihat obral buku mewarnai. Kami memutuskan untuk membeli buku mewarnai sebesar Rp 5.500 cukup untuk 3 buku dan kami tawar pedagangnya yang seharusnya Rp6.000, alhamdulillah deal dengan pedagang. Plong rasanya uang pecahan Rp 500 sudah keluar. Selanjutnya kami mencari toko buku lain untuk membeli pensil mewarnai, dan setelah tawar menawar deal harga Rp 5.500 / kotak pensil, kami membeli sebanyak 8 set total Rp 44.000 dan sisa uang kami tinggal Rp 6.000 dan kami belikan kembali buku mewarnai sebanyak 4 buah.
Tuntas sudah tantangan ini kami selesaikan dalam waktu 30 menit. Kenapa buku dan pensil warna yang di beli, karena kami ingin berbagi besok dengan anak anak di Rumah Panjang desa Saham. Jadi sekallian untuk program CSR Tim Buddy ini.
Hari pertama di tutup dengan manis, TIm Buddy memenangkan tantangan Belanja Rp 55.500 di Pecinan.
Hari Kedua
Hari ini perjalanan menuju Kabupaten Landak dengan Ibukota Ngabang, nama Landak berasal dari Bahasa Belanda yang terbagi menjadi dua suku kata Lan dan Dak, LAN artinya Pulau dan DAK artinya Dayak, oleh sebab itu mayoritas penduduk aslinya adalah Suku Dayak. Nah Rumah Adat suku Dayak yang masih ada di sini, tepatnya di Desa Saham Kecamatab Sengah Temila.
Perjalanan ini kurang lebih sekitar 200 km dari Pontianak menuju Ngabang, sekitar pukul 12 siang kami sampai di Rumah Panjang dan langsung disambut oelh Pak Panus selaku Sekretaris Desa dan anak anak SD Negeri 12 Saham.
Secara singkat Pak Panus menjelaskan tentang Rumah Panjang ini, ada 40 Kepala Keluarga yang mendiami Rumah ini panjangnya kurang lebih 180 meter lebar 10 meter. Rumah ini di huni secara turun temurun oleh suku Dayak, pertama di bangun tahun 1875 p sudah sangat tua sekali. Ada tiga bagian dari rumah panjang ini pertama teras atau yang disebut pante, kedua ruang tamu atau samik, dan ketiga ruang keluarga (kamar) yang rata-rata berukuran 6 meter x 6 meter. Di Samik terdapat pene, semacam meja berukurang 3 meter x 3 meter dengan tinggian sekitar 0,5 meter sebagai tempat duduk saat menerima tamu. Bahkan Pene dijadikan tempat tidur bagi tamu yang menginap.
Kedatangan kami ke Rumah adat ini untuk berbagi dengan masyarakat yang ada disana, Datsun Indonesia sendiri memberikan donasi sebesar Rp 5.000.000 untuk masyarakat di sini. Kami para Risers mempunyai program masing masing dalam berbagi di rumah ini. Tim Buddy akan memberikan buku bacaan bagi anak anak SDN 12 Saham Khususnya dan Anak anak Rumah Panjang pada umumnya. Sebelum membagikan buku bacaan, Kak Benny bercerita tentang kisah dukuh dengan melibatkan anak anak dalam cerita tersebut dengan menggunakan sarung.
Anak anak sangat antusias mengikuti cerita yang Kak Benny bawakan, bahkan mereka tidak malu malu ketika menceritakan kembali ceritanya. Mereka sangaat berani dalam mengemukakan pendapatnya. Sungguh suatu kebahagiaan melihat anak negeri yang tidak malu malu dalam berpendapat. Kak Dayu, host dari event DRE ini ikut juga berbagi dengan menceritakan kembali dari sebuah buku, anak anak terlihat sangat menikmati dari cerita ini.
berebut buku untuk dibagikan ke teman teman yang lain yang belum kebagian (dok Pribadi)
Dalam sekejap buku buku berpindah tangan kepada anak anak yang tinggal di rumah panjang. Ternyata buku masih ada belum habis, Kak Benny sekarang memberikan tugas kepada anak anak itu untuk memberikan buku cerita kepada orang tua yang ada di rumah Panjang untuk bisa menceritakan kepada anak anaknya. Kembali anak anak itu berebut buku untuk memberikan kepada orang tua mereka. Melihat itu kami merasakan senang yang tak terhingga, apa yang kita bawa dapat menjadi manfaat yang tak terhingga.
Tak terasa hampir Dua jam sudah kita bermain dengan anak anak SDN 12 Saham, waktu jua yang memisahkan kita. Semoga lain waktu bisa bertemu kembali dengan membawa lebih banyak buku lagi. Walaupun hanya sesaat kita berjumpa namun penuh kenangan yang akan di bawa oleh Kakak ke tempat tinggal masing masing.
Menjelang Magrib para Risers sampai kembali di Hotel di Ngabang, sebelum check in ada games membongkar ban bagi para Risers. Di Games ini kami hanya membukukan waktu 8 menit untuk menganti ban, TIM tercepat dalam games ini 2,15 menit. Malam seperti biasa memilih foto foto dan membuat tulisan untuk di upload ke Kompasiana.
Hari Ketiga
Rute Ngabang - Entikong, formasi sebagai berikut Unggul sebagai Driver, Dudi Navigator dan Benny sebagai penumpang. Saya sangat antusias sekali karena akan menembus perbatasan Malaysia Indonesia yang sudah menjadi salah satu impian saya yang lama. Perjalanan ini di tempuh kurang lebih tiga jam perjalanan. Cuaca pagi itu sangat cerah, langit biru berpadu dengan awan putih menemani perjalanan ini. Di kanan kiri jalan banyak terihat kebun kelapa sawit.
Sudah banyak sekali mendengar tentang cerita Border ini, namun saya ingin melihat dan merasakan ketika berada di Tapal Batas ini. Alhamdulillah perjalanan sangat lancar tidak ada hambatan satu apapun. Mendekati perbatasan mulai terlihat Bas Pesiaran dari negeri Jiran yang bagus dengan rute Kuching - Brunei - Pontianak. Hawa perbatasan mulai tercium dari kendaraan dengan nomor nomor Malaysia.
Sekitar pukul 11.20 sampailah kami di Tapal Batas sisi Indonesia Entikong. Panitia berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk bisa mengantarkan para Risers ke Border antara Malaysi dan Indonesia.
Karena kondisi perbatasan sedang diadakan perluasan dan pembangunan. Tidak semua mobil bisa masuk, akhirnya kami semua berjalan kaki menuju pos imigrasi di Entikong. Kantor lintas batas ini beroperasi mulai pukul 5 pagi sampai 5 sore.
Memang terlihat sangat jauh berbeda antara baas dua negara ini,namun saya yakin ke depan dengan sedang di bangunnya fasilitas lintas batas di Entikong akan lebih baik dari sekarang.
Menurut Pak Minggu, pemandu kami selama di Entikong bercerita tentang kehidupan di perbatasan seperti apa. Pria yang berdarah dayak dan melayu ini merupakan salah satu
 kepada dusun di Entikong ini. Menurutnya sekitar 75 % yang lalu lalang di Lintas Batas ini adalah tenaga kerja Indonesia, terutama buruh kasar. Banyak Warga Negara Indonesia bekerja di Malaysia untuk bisa merubah nasib mereka, karena upah di negeri Jiran lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia.
Di lihat jarak antara Entikong Pontianak dan Entikong Kuching memang lebih dekat ke Kuching, dengan hanya satu jam sudah sampai ke Ibukota Sarawak. Untuk hal urgent penduduk Entikong memang untuk pelayanan kesehatan dan lain lain. Karena lebih dekat sehingga pelayanan lebih cepat tertangani. Dan diakui juga oleh Pak Minggu, bahwa pelayanan di Malaysia itu sudah lebih baik, terutama untuk pelayanan Rumah Sakit, mereka akan menangani kasus terlebih dahulu tidak ada hambatan administrasi.
Â
Aura semangat dari penduduk Entikong tergambar dari sosok Rina dan kawan kawanya yang mengharapkan bantuan buku bacaan untuk anak anak di Entikong. Selain itu juga semangat diperlihatkan oleh Pak Minggu, walaupun kita kalah dalam fasiilitas dengan tetangga sebelah, namun mempunyai suatu keyakinan suatu saat Indonesia akan lebih baik.
walau bagaimanapun sisi Entikong akan jauh lebih Indah(dok Pribadi)
Sebagai warga negara Indonesia, walaupun keadanya sederhana tetap berfoto di sisi Indonesia membuat bangga. Bahwa Indonesia itu sangat indah dari berbagai sudut. Indahnya Indonesiaku tidak akan menjadi kenyataan jika penduduknya tidak mencintai alam Indonesia. Inilah negeriku Indonesia
Saya tetap cinta tapal batas Entikong........
Entikong -Tayan
Perjalanan pulang menuju Pontianak melalui jalur Tayan formasi Dudi Driver, Unggul Navigator dan Benny Penumpang, formasi ini sampai Jembatan Tayan. Perjalanan kali ini sangat spesial dengan kondisi jalan yang tidak mulus, di tambah dengan hujan yang menyertai perjalanan ini. Makin seru dan harus lebih fokus lagi dalam mengendarai mobil. Dan ternyata Datsun Go di bawa di medan yang cukup berat seperti ini suspensi masih sangat nyaman sekali. Walaupun jalan berbatu dan tidak rata, menurut teman bahwa jalan yang kemarin dilewati itu sudah sangat baik sekali, dulu penuh dengan kubangan air jalur Tayan ini. Memang lebih dekat menuju Pontianak dibandingkan jalur Ngabang yang agak melingkar. Di sini di uji ketangguhan Datsun Go, medan tidak rata pun suspensi sangat ok. Ini perjalanan yang sangat berkesan sekali, selain panorama indah kita juga mendapatkan pengalaman yang sangat baik dengan mobil datsun go ini.
Untuk menghilangkan penat, mampir di SPBU untuk melaksankan sholat Magrib dan ngopi ngopi biar fresh karena perjalanan masjih panjang menuju Pontianak.
Tayan - Pontianak
Perjalanan malam ini saya kurang bisa merasakan sensasi perjalanan, namun sangat menikmati suspensi Datsun Go, karena hampir dua jam lebih saya tertidur pulas di bangku belakang setelah sinyal tidak dapat saya tertidur di bangku belakang sampai hotel. Suspensi Datsun Go enak banget.
Hari Ke Empat
Yang menarik perhatian saya ada keramik dari eropa yang berfungsi sebagai dispenser seperti yang ada saat ini, artinya teknologi dispenser itu sudah ada dari jaman dahulu.
Terima kasih Datsun atas perjalanan yang indah menembus Bumi Khatulistiwa dan Tapal Batas.
Â
Jakarta, 2 Februari 2016
Kang Dudi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H