Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Belajar dari Pakar: Dr. Gabor Mate - Dalam Jiwa yang Sehat Terdapat Raga yang Kuat

25 November 2022   20:57 Diperbarui: 25 November 2022   21:38 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[tangkapan layar YouTube/Mayim Bialik]

Buku 'The Myth of Normal' ingin menyampaikan ini kepada kita yang sedang menghadapi 'sesuatu dalam hidup':

Sesuatu yang menurut kita sedang kita hadapi bisa jadi bukan sesuatu yang sesungguhnya kita hadapi.

Sang penulis, Dr. Gabor Mate, menjelaskannya begini.

Pikiran dan badan kita merupakan satu kesatuan. Tidak terpisahkan. Fakta ini tidak terbantahkan. Begitu banyak kajian ilmiah yang membuktikan itu.

Perasaan hati atau emosi punya satu fungsi pokok: membiarkan masuk apa yang menyehatkan, berfaedah dan memberi santapan bagi jiwa kita, dan menjauhkan segala yang membahayakan dan meracuni jiwa. Kerja sistem kekebalan tubuh adalah menjaga supaya apa yang dapat merusak raga kita tidak sampai masuk ke dalam tubuh atau apa yang merusak itu dimusnahkan tubuh. Sistem ini juga membiarkan apa yang dapat membuat raga kita berkembang baik --zat gizi, vitamin, bakteri baik dalam perut-- bisa masuk ke dalam tubuh.

Jaringan dalam tubuh yang menata suasana batin kita dan jaringan yang menghasilkan daya tahan tubuh kita memiliki tugas yang persis sama. Bukan cuma fungsi keduanya saja yang sama, tapi mereka memang bagian tak terpisahkan dari perangkat tubuh yang sama. Keduanya tidak dapat dipisahkan.

Dari sisi neurosains, neuroendokrinologi atau psikoneuroendokrinologi, pikiran dan badan tidak terlepas satu sama lain.

Pada abad ke-19, tiga tokoh besar dunia kedokteran (mereka masih tercatat dalam sejarah dunia kedokteran sebagai sosok terpandang dan terhormat), melihat ada hubungan antara jasmani yang sakit dengan kondisi jiwa pasien. Apa yang mereka duga ketika itu memang tidak ada dasar ilmiahnya. Mereka sekadar berpegang pada naluri, dan hanya mengandalkan observasi.

Penyakit sklerosis-ganda (multiple sclerosis) pertama kali dikenal orang pada abad ke-19. Yang menemukan adalah neurolog asal Perancis, Jean-Martin Charcot. Penyebab munculnya penyakit ini, menurut Jean-Martin, adalah stres.

Dokter asal Kanada, William Osler, salah seorang pendiri RS Johns Hopkins di Baltimore, berpendapat bahwa radang sendi atau rematik  (rheumatoid arthritis) adalah penyakit yang pemicunya stres.

Pada tahun 1870 ada pernyataan dari James Paget, ahli bedah di Amerika, bahwa kanker payudara berkaitan dengan kondisi jiwa, khususnya depresi.

Dr. Gabor Mate, psikiater dari Kanada, mengulas fakta di atas dalam bukunya, 'The Myth of Normal'.

"Hasil pengamatan ketiga sosok besar di bidang kedokteran itu membuat banyak pihak kemudian melakukan penelitian ilmiah tentang ketiga penyakit tadi: sklerosis-ganda, rematik, kanker payudara. Ternyata memang ada kaitan antara stres dengan ketiganya.

"Penyakit seperti autoimun sebetulnya berhubungan dengan bagaimana kita mengolah rasa dalam hidup dan bagaimana kita tumbuh besar dan menjadi dewasa dalam budaya atau cara hidup masyarakat yang 'abnormal'."

Dr. Mayim Bialik, yang ahli neurosains, mengidap gangguan autoimun, yakni Graver's disease, dan ditangani dokter ahli selama bertahun-tahun. Kepadanya Dr. Gabor bertanya, pernahkah dokter yang menangani Mayim bertanya tentang stress dan trauma masa kecilnya, dan apa perasaannya tentang diri sendiri.

"Ada banyak kajian ilmiah tentang kaitan penyakit-suasana batin, tapi apakah dokter yang merawat kita, yang belajar ilmu kedokteran barat, pernah bertanya soal itu? Persoalan stres dan trauma tidak pernah dibahas ketika kita memeriksakan diri ke dokter," kata Dr. Gabor.

"Ini temuan saya: Bila kita paham bahwa ada keterkaitan antara kejadian semasa kanak-kanak, trauma yang membebani kita, stres yang muncul sebagai imbas kelakuan kita, bagaimana tubuh kita 'menolak' saat kita tidak tahu bagaimana harus bilang 'tidak' dalam kehidupan pribadi atau dalam bekerja, dan kalau kita bisa belajar membuat batasan diri, maka sebetulnya ada perubahan muncul dalam proses fisiologis tersebut.

"Itulah yang sebetulnya terjadi pada diri kita, karena pikiran dan badan itu satu dan tak terpisahkan.

"Yang kita bahas saat ini bukan apa yang menimbulkan kondisi di atas. Penyebab kita sakit itu tidak hanya satu. Kali ini kita bicara tentang apa yang turut mengakibatkan munculnya penyakit, dan faktor itu bisa kita balik. Jika faktor tersebut kita balik, dampaknya akan positif terhadap penyakit tersebut. Intinya itu."

Jadi, siapa yang mudah terserang penyakit? Orang dengan 4 ciri berikut rentan terkena penyakit yang kita ulas di atas.

Pertama, orang yang mudah mengidap penyakit kronis adalah mereka yang tak henti-hentinya mementingkan perasaan orang lain, alih-alih menjaga perasaan mereka sendiri.

Kedua, orang yang cenderung merasa tugas dan tanggung jawab ada seluruhnya di pundak mereka; mereka tidak peduli dengan kebutuhan mereka sendiri.

Ketiga, mereka biasanya tidak mau melampiaskan amarah dengan cara yang sehat. Mereka tidak tahu caranya membuat batasan yang jelas.

Keempat, mereka yang menganggap bahwa menjaga perasaan orang lain itu sudah menjadi tugas mereka. Mereka tidak sekalipun boleh membuat orang lain kecewa.

Dr. Gabor kembali menjelaskan, "Nah, andai ada dua pendapat. Pendapat yang satu: Kita mengidap penyakit yang entah muncul dari mana. Kata dokter, penyebabnya tidak diketahui pasti, dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain mengendalikan gejalanya.

"Pendapat yang lain: Penyakit yang kita idap sebetulnya bukan makhluk yang berdiri sendiri melainkan satu proses yang berlangsung dalam tubuh sebagai reaksi atas kehidupan yang kita jalani, reaksi atas apa yang kita alami semasa kecil, reaksi atas apa yang kita lakukan terhadap diri kita semasa dewasa. Dan jika kita sudah tahu soal ini, dan kita boleh memutuskan akan berbuat apa, maka kita bisa mengatur dan mengubah proses biologis yang tengah berlangsung dalam tubuh kita itu.

"Jadi, sebagai manusia, pendapat mana yang mau kita ikuti?"

[podcast Mayim Bialik's Breakdown: 30 menit pertama dalam episode Who gets sick, and how to prevent it, bersama Dr. Gabor Mate dan Jonathan Cohen, tentang 'The Myth of Normal']

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun