Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meliatkan Pribadi Sang Pengasih (17): Menyimak Itu Sulit

1 Juli 2022   22:51 Diperbarui: 1 Juli 2022   22:52 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Biasanya anak-anak juga bicara tentang sesuatu yang tidak menarik bagi orang dewasa, sedangkan peserta ceramah umumnya tertarik dengan topik yang dibawakan pembicara. Maksudnya, mendengarkan anak usia enam tahun bicara itu membosankan, dan sukar sekali bagi kita untuk berkonsentrasi. Jadi, sungguh-sungguh mendengarkan anak-anak seusia ini memang upaya tanpa pamrih. Jika tidak didorong oleh cinta, orangtua tidak dapat melakukan ini.

Tetapi untuk apa repot-repot? Buat apa sekuat tenaga memperhatikan sungguh-sungguh ocehan anak usia enam tahun padahal ocehannya membosankan?

Pertama, kesediaan kita melakukan itu bisa menjadi bukti nyata bahwa kita menghargai sang anak. Jika kita menghargai anak kita sama seperti kita menghargai orang berceramah, sang anak akan tahu bahwa dia dihargai dan akan merasa berharga. Tidak ada cara lain yang lebih baik untuk mengajari anak bahwa mereka berharga selain dengan menghargai mereka.

Kedua, jika anak merasa semakin berharga, mereka akan mulai mengatakan hal-hal yang berharga dan akan menjadi seperti yang diharapkan.

Ketiga, semakin kita mendengarkan anak, semakin kita menyadari bahwa meskipun disampaikan dengan ucapan yang terbata-bata dan terdengar naif, ada hal-hal berharga yang anak kita sampaikan.

Memang betul anggapan bahwa pengetahuan yang luar biasa keluar dari "mulut bayi", begitu menurut orang yang mau sungguh-sungguh mendengarkan anak. Jika mau mendengarkan dengan seksama, akan kita sadari bahwa mereka sosok yang luar biasa. Dan begitu tahu bahwa anak kita hebat, kita akan semakin ingin mendengarkan. Kita ingin belajar lebih banyak.

Keempat, semakin banyak yang kita tahu dari anak kita, semakin mampu kita untuk mengajari mereka. Jika tidak tahu banyak tentang anak kita, kita biasanya akan mengajari mereka hal-hal yang belum siap mereka pelajari atau hal-hal yang sudah mereka ketahui dan mungkin sudah mereka pahami lebih baik dibanding kita.

Terakhir, semakin anak kita tahu bahwa kita menghargai mereka, bahwa kita menganggap mereka sosok yang istimewa, semakin mereka ingin mendengarkan dan, tentunya, menghargai kita. 

Jika yang kita ajarkan itu mengena, sesuai dengan apa yang kita ketahui tentang mereka, anak-anak akan lebih tertarik belajar dari kita. Dan semakin banyak yang mereka pelajari, mereka akan semakin menjadi pribadi yang luar-biasa.

Kita mungkin menganggap proses ini seperti sesuatu yang berputar terus. Bisa dibilang memang demikian. Jika itu yang kita tangkap, artinya kita paham bahwa cinta itu timbal-balik. Cinta bukan seperti lingkaran setan yang membuat kondisi menurun (memburuk), tapi justru meningkat (membaik), membuat kita berevolusi dan tumbuh.

Penghargaan menghasilkan penghargaan. Cinta berujung pada cinta. Orangtua maupun anak sama-sama berputar maju semakin cepat dan cepat dalam tarian duet, dansa berdua sepenuh cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun