Sepasang kekasih bisa mencintai dengan sungguh-sungguh apabila mereka tidak lagi jatuh cinta. Yang saya maksud di sini adalah cinta sejati bukan bersumber dari rasa cinta.Â
Cinta sejati biasanya malah muncul saat perasaan cinta justru tidak ada, saat kita melakukan sesuatu dengan cinta meskipun kita tidak merasa mencintai. Jika definisi tentang cinta yang kita ulas pertama tadi memang benar maka pengalaman "jatuh cinta" bukanlah cinta sejati. Berikut ini alasannya.
Jatuh cinta itu bukan perbuatan yang berlandaskan kehendak. Jatuh cinta bukan sesuatu yang sengaja kita pilih. Sekalipun siap atau ingin, bisa saja kita tidak mengalami jatuh cinta. Jatuh cinta justru terjadi pada saat yang benar-benar tidak kita harapkan, dan pada saat yang tidak tepat dan tidak kita inginkan.Â
Kita bisa jatuh cinta dengan orang yang sama sekali tidak cocok dengan kita, dan kita juga bisa jatuh cinta dengan orang yang memang lebih tepat untuk kita.
Bisa jadi orang yang membuat kita tertarik sebetulnya bukan orang yang kita sukai atau kagumi, begitu juga sebaliknya --Â sekeras apa pun kita berusaha, kita tidak bisa jatuh cinta dengan orang yang sangat kita hormati dan dengan orang yang membuat kita ingin menjalin hubungan dekat. Tapi jatuh cinta itu juga tidak lepas dari disiplin,
Banyak psikiater, misalnya, yang jatuh cinta dengan pasien mereka, dan pasien pun banyak yang jatuh cinta dengan mereka, namun karena ini menyangkut pekerjaan dan kewajiban mereka terhadap pasien, psikiater biasanya sanggup menjaga batasan ego mereka sehingga batasan itu tidak sampai runtuh dan tidak menjadikan pasien tersebut obyek cinta.
Mendisiplinkan diri untuk ini sangat sulit dan tidak menyenangkan. Namun disiplin dan kehendak hanya bisa mengatur yang kita alami saat jatuh cinta, namun tidak bisa membuat kita jatuh cinta. Kita bisa memilih apa yang kita lakukan saat jatuh cinta, tapi jatuh cintanya sendiri tidak bisa kita pilih.
Ketika jatuh cinta, batas kemampuan atau batasan orang tidak meningkat melainkan runtuh sebagian untuk sementara waktu. Kita harus berusaha jika ingin batas kemampuan kita meningkat, sedangkan jatuh cinta terjadi tanpa kita perlu bekerja keras. Orang yang pemalas dan tidak disiplin bisa jatuh cinta sama seperti orang yang penuh semangat dan dedikasi.Â
Jatuh cinta adalah masa yang sangat berharga. Begitu semuanya berlalu dan batasan diri kembali lagi seperti semula, orang bisa kecewa meski biasanya dirinya tidak semakin berkembang akibat pengalaman tersebut.
Saat batas kemampuan kita meningkat atau bertambah, batasan kemampuan tersebut cenderung tidak kembali susut atau menurun.
Cinta sejati adalah pengalaman yang membuat diri kita berkembang dan akan terus berkembang, sedangkan jatuh cinta tidak demikian.
Jatuh cinta sedikit sekali kaitannya dengan tujuan kita ingin membuat spiritualitas kita berkembang. Tujuan yang ada di benak saat jatuh cinta adalah mengakhiri kesendirian, dan untuk memastikannya kita lalu menikah.Â
Tentunya tidak terpikir oleh kita untuk membuat spiritualitas kita tumbuh. Setelah jatuh cinta dan sebelum kemudian putus cinta, kita merasa berhasil memperoleh yang kita mau; rintangan sudah teratasi, dan tidak perlu lagi dan tidak mungkin lagi mengalami persoalan yang lebih sulit.
Kita tidak merasa perlu mengembangkan apa-apa; kita betul-betul puas dengan yang sudah kita capai. Jiwa kita menjadi tenang. Kita pun menganggap kekasih kita tidak perlu membuat spiritualitasnya tumbuh. Yang kita lihat justru kekasih kita sudah sempurna, sudah disempurnakan.Â
Jika kita lihat ada yang salah pada diri kekasih, kita tidak merasa kesalahan tadi penting -- semua itu hanya kebiasaan jelek biasa atau kebiasaan aneh namun menarik karena justru membuat hidup lebih berwarna dan menyenangkan.
Andai jatuh cinta tidak sama dengan cinta, apa sebetulnya jatuh cinta itu kalau bukan kondisi yang berujung pada runtuhnya sebagian batasan ego untuk sementara waktu? Saya tidak tahu. Karena banyak kaitannya dengan seks, saya kira peristiwa jatuh cinta ini naluri untuk kawin yang diturunkan oleh gen.
Maksudnya, jatuh cinta yang merupakan peristiwa runtuhnya batasan ego untuk sementara waktu adalah reaksi manusia terhadap dorongan seks dari dalam dan rangsangan seks dari luar.Â
Tujuannya sendiri untuk memperbesar kemungkinan manusia berhubungan seks dan kawin demi mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya.
Kasarnya begini: karena pikiran kita mudah menangkap sesuatu, jatuh cinta adalah cara gen dalam tubuh untuk membodohi atau menjebak kita supaya menikah.
Tipuan atau jebakan gen tadi sering meleset karena sebab-sebab tertentu; misalnya, dorongan dan rangsangan seksnya muncul justru pada sesama jenis, atau ada sebab lain -- campur tangan orang tua, gangguan jiwa, benturan tanggung jawab atau kita sudah punya disiplin diri yang bagus- sehingga tidak terjadi ikatan yang menyatukan kedua hati.
Sebaliknya, jika gen tidak memperdaya kita, jika kita tidak kembali ke kondisi saat kita masih anak-anak, bersama ibu, yakni saat kita merasa mampu melakukan apa saja --meskipun ini hanya ilusi dan datang tanpa bisa kita cegah--Â maka banyak orang yang tengah menjalani hidup perkawinan, baik yang membahagiakan maupun yang tidak, akan membatalkan janji sehidup-semati mereka karena merasakan kengerian luar-biasa ketika menghadapi kenyataan dalam hidup perkawinan.
Mitos tentang Cinta Romantis
Jatuh cinta bisa menjebak orang untuk mau menikah karena agaknya salah satu ciri jatuh cinta adalah orang yang mengalami akan berkhayal bahwa jatuh cinta itu akan berlangsung selamanya.Â
Khayalan tersebut diyakini masyarakat karena adanya mitos tentang cinta yang romantis, yang berasal dari dongeng kanak-kanak kesukaan kita, yakni bahwa setelah pangeran dan putri bertemu, mereka akan hidup bahagia selama-lamanya.
Mitos tentang cinta yang romantis menunjukkan kepada kita bahwa bagi setiap pria muda di dunia ada seorang wanita muda yang "ditakdirkan untuknya", dan sebaliknya.
Dari mitos itu pula kita tahu bahwa hanya ada satu pria yang ditakdirkan untuk seorang wanita, dan hanya ada satu wanita yang ditakdirkan untuk seorang pria. Ketentuan ini "sudah digariskan". Kita tahu bahwa seseorang yang ditakdirkan untuk kita sudah hadir saat kita jatuh cinta.Â
Orang yang dikirim dari surga sudah kita temukan, dan karena sama-sama cocok, kita lalu sanggup memenuhi semua keinginan masing-masing selama-lamanya. Karena itu kita kemudian hidup rukun dan bahagia bersama untuk selamanya.
Namun bila kita nanti tidak bisa memenuhi semua kebutuhan pasangan sehingga timbul gesekan lalu kita putus cinta, kita lalu sadar bahwa kita sudah melakukan kesalahan fatal, kita salah mengartikan takdir, kita tidak bertemu dengan satu-satunya orang yang serasi untuk kita, apa yang kita anggap sebagai cinta ternyata bukan cinta yang nyata atau "sejati", dan tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubah situasi tersebut kecuali hidup tidak bahagia selama-lamanya atau meminta cerai.
  [bersambung ke bagian 5]
  Diterjemahkan dari buku The Road Less Traveled (Section: Love), karya M. Scott Peck, M.D.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H