Mohon tunggu...
donny somawidjaya
donny somawidjaya Mohon Tunggu... Konsultan Hukum -

Penulis adalah Analis alias tukang mikir, pengamat hukum , Politik, Ekonomi, Agama, penggiat UMKM dan praktisi hukum bisnis yang suka menabung Amal dengan berbagi. for discussion dswidjaya01@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menangkal Fenomena "Asing" Secara Sah dalam Konteks WTO

15 Mei 2017   13:13 Diperbarui: 23 Mei 2017   11:21 2247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi penulis kekuatan utama untuk memutar roda ekonomi salah satunya terletak pada kekuatan finansial/ arus modal/kapital, kemudahan koperasi untuk mengumpulkan dana pada dasarnya adalah suatu potensi yang merupakan kelebihan dari koperasi yang perlu didorong dimaksimalkan dan dijaga rasa aman investornya. Kekuatan ekonomi yang dibangun melalui ekonomi kerakyatan dalam Koperasi mampu menguatkan system ketahanan ekonomi nasional , sederhananya dari ilustrasi dan gambaran yang telah dipaparkan tersebut diatas jika KNI mampu menguasai sektor ekonomi maka hal tersebut memberikan keuntungan yang besar bagi para anggotanya yakni rakyat Indonesia. dengan adanya pembagian keuntungan /SHU yang dibagikan setiap tahun oleh KNI rakyat Indonesia yang menjadi anggota baik yang aktif maupun pasif akan terdongkrak kekuatan daya belinya, dengan adanya kekuatan daya beli maka rakyat Indonesia diharapkan mampu menyalurkan daya belinya pada produk barang atau jasa nasional yang juga dikelola oleh KNI baik melalui merger/akuisisi ataupun membangun bisnis baru, sehingga perputaran arus kuat uang hanya terjadi di lingkup nasional yang juga menguatkan ekonomi nasional yang membentuk ketahanan ekonomi nasional. Jika ekosistem tersebut sudah terbentuk otomatis nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing akan menguat. Jika sebagian besar sektor produksi dan distribusi serta jasa telah dikuasai KNI maka ketergantungan akan asing (kebutuhan terhadap produk barang atau jasa asing dapat diminimalisir ini artinya Indonesia tidak lagi sangat tergantung pada asing/ mandiri.

Sebenarnya alur konsep tersebut yang diadopsi oleh Amerika Serikat dan negara maju dalam penguasaan ekonomi dunia, namun bedanya mereka mengedepankan kekuatan liberalisme dan neo liberalisme yang merupakan implementasi dari Adam Smith dalam an Inquiry into the causes of the wealth of nations (1776) yang dijadikan justifikasi termasuk masuk kedalam setiap perundingan internasional disegala sektor sehingga arus investasi, kapital dapat masuk kenegara manapun tanpa batas yang dikhawatirkan pada akhirnya hanya akan menguntungkan satu negara tertentu alih alih menguntungkan sesama negara. KNI meminjam sebagian kecil konsep tersebut namun lebih mengedepankan konsep ekonomi kerakyatan guna menangkal liberalisme/neo liberalism itu sendiri. Diharapkan dengan adanya kekuatan KNI maka dapat mereduksi ketergantungan asing dan mengurangi ketergantungan pinjaman luar negeri yang selalu memberikan syarat pada Indonesia/kontrol terhadap Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah dominasi ekonomi oleh KNI dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap WTO rules, secara singkat jawabannya adalah tidak, mengingat KNI hanyalah sebuah badan usaha yang bebas melaksanakan usahanya, penguasaan atas ekonomi karena besarnya Kapital yang dimiliki KNI jika mendasarkan pada ilustrasi tersebut diatas pada dasarnya bersifat natural/alami, seperti halnya tumbuhan yang dirawat dengan baik yang memberikan hasil maksimal atau buah yang unggul sehingga banyak diminati, sedangkan buah sejenis yang lain akan ditinggalkan. Lalu apakah peran pemerintah yang telah memberikan dasar hukum serta perundang-undangan terkait keberlangsungan KNI dapat dianggap kebijakan diskriminatif? Jawaban singkatnya juga tidak, peran pemerintah hanya membuat perundang-undangan yang sangat baik guna mendukung KNI agar beroperasi maksimal dan transparan, dan hal tersebut adalah hak berdaulat suatu negara sebagaimana pemerintah membuat kebijakan terhadap tata kelola BUMN tanpa memberi kekhususan atas produk BUMN tersebut, disamping itupun mekanisme pasar tetap diserahkan kepada pasar secara bebas/liberal. jika KNI adalah holding maka tidak ada produksi KNI yang disubsidi pemerintah, jikalau KNI berproduksi maka pemerintahpun tidak membuat kebijakan special atas hasil produksi KNI.

Alasan lainnya terkait apakah melanggar atau tidak adalah karena Indonesia adalah negara yang dikelompokkan kedalam negara berkembang dimana restriksi/diskriminatif dapat dilakukan secara progresif (menurun /menghilangkan) sampai batas waktu tertentu (sangat lama) hingga Indonesia tidak dinyatakan negara berkembang oleh setidaknya World Bank. Dalam rentan waktu tertentu tersebut diharapkan KNI sudah sangat kuat sehingga sampai pada waktunya Indonesia harus menghapus kebijakan memihak KNI sudah siap secara mandiri bertanding dalam liberalisme.

Bahasa mudahnya adalah : memang tidak mudah untuk meng-implementasikan konsep tersebut diatas, namun setidaknya kita sebagai WNI mempunyai rencana dengan sedikit pilihan untuk menyelamatkan NKRI dari serangan- serangan yang bersifat non-militer khususnya bidang ekonomi. Sebagai ilustrasi setidaknya Indonesia masih bisa mengangkat senjata meskipun hanya bambu runcing (konsep tersebut) untuk melawan total radikal liberalism yang identik dengan kolonialisme modern, daripada kita tidak mempunyai rencana bagaimana menangkal total liberalism guna kesejahteraan bersama, malah justru saat ini Indonesia terlihat menyerap tanpa saringan total liberalism tersebut dengan pengaruh pejabat-pejabat dan para intelektual yang memang belajar di negara-negara liberalis yang menyerap begitu saja idenya , entah apa yang menjadi dasar pemikiran, mungkin bisa jadi kepentingan pribadi, atau golongan. Sederhananya dapat kita lihat bagaiman Kementerian Koperasi dan UMKM yang sudah ada sejak dulu seperti tidak berfungsi atau berfungsi sangat minim sebatas UMKM, kalah jika dibandingkan dengan perlakuan pemerintah terhadap BKPM, Bank Indonesia dan lembaga perbankkan swasta dari sisi dukungan berupa kebijakan-kebijakan sampai yang paling kecil fasilitas. 

Akhir kata semoga hal ini menjadi perenungan bersama dalam mempertahankan NKRI yang memang akhir – akhir ini mendapat serangan dari sisi politik dalam negeri, politik Internasional, dan juga ekonomi. Modern “Devide et Impera” konsep dengan justifikasi yang sangat beragam dimulai dari sisi sensitive yaitu Agama. Pemerintah hendaknya tidak hanya berfokus pada pembangunan saja, sangat berbeda dengan konsep bisnis di suatu perusahaan , dalam negara selain pembangunan infrastruktur juga harus menjaga stabilitas dalam negeri yang identic dengan kesejahteraan warga negaranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun