Mohon tunggu...
Parman
Parman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lengserkan Akom, Upaya Kebiri Potensi Makar?

29 November 2016   14:53 Diperbarui: 29 November 2016   15:18 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Setya Novanto (Setnov), dipastikan akan kembali ke Senayan. Ia bakal mengambil alih kursi lamanya, yakni jabatan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Langkah tersebut disambut tanggapan pro dan kontra dari masyarakat. Terasa tak beretika, karena Ade Komarudin (Akom) yang bakal digusur, baru menjabat selama 11 bulan. Kinerjanya juga tidak buruk-buruk amat kala memimpin lembaga wakil rakyat. Setidaknya ia tidak pernah disidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), meski sempat tiga kali dilaporkan anggotanya.

Beda dengan ketum partainya, yang nyaris dilengserkan dari pimpinan dewan akibat dugaan skandal “papa minta saham”, kasus rekaman pembicaraan yang mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.

Setnov yang kala itu sedang disidang MKD, buru-buru mengundurkan diri dari jabatan ketua DPR. Pasalnya, melihat perkembangan sidang, mayoritas peserta, termasuk kolega partainya, kompak akan menjatuhi sang ketua dengan hukuman pelanggaran berat. Setnov turun sendiri, hukuman urung dijatuhkan.

Setelah gugatannya terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), dengan putusan rekaman atau penyadapan tidak bisa dijadikan barang bukti tanpa persetujuan aparat penegak hukum, Setnov melenggang bebas dari jeratan hukum dan kembali membidik kursi lamanya.

Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid, beralasan pengangkatan Setnov menjadi ketua DPR untuk memulihkan harkat dan martabatnya. “Putusan MK jelas, apa yang pernah dipersoalkan tidak berdasar dan tidak memiliki kekuatan hukum,” kata Nurdin, Senin, 21 November 2016.

Operator Kudeta

Namun, alasan sebenarnya tidak hanya sesederhana itu. Upaya Setnov untuk kembali mengambil alih dewan, diyakini mengandung muatan politis lain, yang jauh lebih besar dari sekedar pemulihan nama baik Setnov.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber orang dekat Setnov, ide pengambilan mandat ketua DPR dari tangan Akom itu, berasal dari kalangan Istana. Disebut pula alasannya masih berkelindan dengan isu makar yang begitu masif disuarakan pihak penguasa beberapa waktu belakangan.

Informasi ini diperkuat dengan pertemuan Setnov dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Jokowi, sehari menjelang dan sesudah rapat pleno Partai Golkar terkait penetapan Setnov yang kembali menjadi ketua DPR, 20 dan 22 November 2016. Dalam pertemuan itu disebut Megawati memberi izin kepada Setnov untuk segera menggantikan Akom.

Menurut informasi tersebut, upaya pelengseran Akom itu bukan tanpa alasan yang jelas. Ketakutan yang sangat besar dari pihak penguasa akan potensi makar yang mereka yakini bisa terjadi, menjadi penyebab utamanya. Sudah menjadi rahasia umum, jika Akom merupakan salah satu operator politik yang berada di belakang penggulingan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari kursi presiden pada tahun 2001 silam. Kala itu, Akom merupakan wakil sekretaris fraksi DPR periode 1999-2004.

Pemerintah takut sejarah bisa berulang. Terlebih salah satu penggeraknya berada di tampuk pimpinan wakil rakyat, yang mampu melancarkan gerakan pemakzulan terhadap pemerintahan yang sah. Sebuah ketakutan yang berlebihan, mengingat koalisi pemerintah merupakan jumlah dominan di Senayan.

Atas rencana penggantian dirinya, Akom sempat melawan. Ia segera menemui Megawati untuk mencari dukungan, namun tidak mendapat restu. Tak lebih dari seminggu, usaha perlawanan itupun kandas. Akom akhirnya legowo menyerahkan kursi ketua dewan kepada ketum partainya.

"Saya ingin tegaskan bahwa saya orang yang taat kepada peraturan. Termasuk peraturan organisasi di mana saya bernaung di Partai Golkar. Sekali lagi saya tegaskan saya menghormati dan akan menjalankan peraturan yang berlaku, baik dalam internal partai saya atau peraturan di negara saya," kata Akom pada 28 November 2016.

Pemerintah akhirnya bisa sedikit bernafas lega. Para pemangku kekuasaan yang hari-harinya dipenuhi kegundahan karena khawatir kehilangan jabatan, sudah bisa tidur dengan tenang. Semua potensi penggerak makar yang mereka takuti, sudah dikebiri sebelum muncul menjadi ancaman serius.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun