Pernahkah anda berpikir bahwa materi bermassa, seperti manusia, dapat hadir di dua tempat berbeda pada waktu yang bersamaan? Atau mungkin pernahkah anda mendengar mengenai cerita Presiden ke-4 Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur  dapat  hadir di dua tempat berbeda namun dalam waktu yang bersamaan (lihat) .Â
Untuk menjawab apakah materi bermassa dapat hadir di dua tempat berbeda dalam waktu yang bersamaan, jawabannya adalah mungkin. Materi bermassa, seperti manusia, yang tersusun dari banyak elektron, atom, dan molekul memiliki kebolehjadian hadir di dua tempat bahkan lebih pada waktu yang bersamaan secara teori dan eksperimen yang terdapat dalam  prinsip superposisi pada Fisika Kuantum.Â
Prinsip superposisi dalam Fisika Kuantum menjelaskan bahwa suatu keadaan saat sebuah benda bermassa dapat berada pada dua posisi dalam waktu bersamaan, bahkan hasil eksperimen para Fisikawan dari Universitas Stanford kini juga telah berhasil mendemonstrasikan prinsip superposisi pada sekelompok atom pada jarak yang lebih jauh dari sebelumnya, yaitu sejauh 54 sentimeter, atau sekitar 1,77 kaki. Â
Pada abad modern ini para Fisikawan dunia berlomba untuk menghasilkan suatu sains dan teknologi baru yang dapat digunakan untuk kebermanfaatan umat manusia, termasuk para Fisikawan di Indonesia. Pada tahun 2012 para Fisikawan partikel telah menemukan partikel pembentuk massa dan materi yang diberi nama "partikel Tuhan" atau partikel Higgs Boson yang memiliki fitur mengkhawatirkan yang mungkin menjadi sangat tidak stabil pada energi di atas 100 miliar giga electron volts (GeV) (lihat).
Alam semesta dipenuhi dengan Higgs boson. Saat atom dan bagian atom bergerak semakin besar, atom-atom tersebut berinteraksi dan menarik Higgs Boson, yang berkumpul di sekelilingnya dalam jumlah yang bervariasi. Partikel-partikel tertentu akan menarik partikel Higgs Boson yang lebih besar, dan semakin banyak partikel Higgs Boson yang tertarik, maka semakin besar massa materi tersebut.Â
Penjelasan tersebut membantu melengkapi pemahaman para ilmuwan tentang sifat semua materi bermassa. Â Para ilmuwan berhasil menemukan "Partikel Tuhan" atau partikel Higgs Boson pada 2012 di Large Hadron Collider yang didirikan oleh organisasi penelitian nuklir Eropa (CERN) melalui percobaan dengan menabrakan dua proton berkecepatan tinggi.Â
Partikel ini menjadi unsur sangat penting untuk dapat menjelaskan mengapa hal-hal di dunia ini memiliki massa dan dapat menggambarkan partikel dasar yang membentuk alam semesta beserta gaya yang bekerja. Belakangan ini juga terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa materi bermassa dapat berada dalam dua tempat bahkan banyak tempat berbeda pada waktu yang bersamaan.Â
Sebuah tim peneliti yang terdiri dari beberapa ilmuwan dari Universitas Vienna dan Universitas Basel telah menguji prinsip superposisi kuantum dalam skala molekul raksasa yang dapat berada di dua tempat berbeda pada waktu yang bersamaan melalui prinsip fisika kuantum. Markus Arndt adalah Profesor Nanofisika Kuantum di Universitas Vienna dan memimpin tim peneliti pada riset tersebut. Dia menjelaskan prinsip superposisi adalah suatu prinsip yangmana Superposisi diartikan sebagai suatu keadaan saat sebuah benda dapat berada pada dua posisi dalam waktu bersamaan. Menurutnya, jika dalam mekanika klasik, kita umumnya mendeskripsikan benda dengan momentum dan posisi, namun mekanika kuantum memberi tahu kita bahwa materi harus dijelaskan dengan fungsi gelombang (lihat).Â
Prof. Markus Arndt bersama dengan para Ilmuwan telah mengetahui adanya prinsip superposisi ini selama beberapa waktu dan secara teoritis sesuai dengan beberapa fakta, yaitu bahwa setiap partikel atau kelompok partikel di alam semesta dapat bersifat gelombang, termasuk partikel besar, seperti bakteri, manusia, planet, dan bintang adalah gelombang.Â
Gelombang ini dapat menduduki banyak tempat di ruang angkasa secara bersamaan di banyak tempat. Fenomena ini dikenal sebagai "superposisi kuantum," dan selama beberapa dekade, Fisikawan telah berhasil mendemonstrasikannya menggunakan partikel-partikel kecil, seperti elektron. Fisikawan dari Universitas Stanford menemukan beberapa fakta yang berkaitan dengan fenomena-fenomena dasar dalam mekanika kuantum, yaitu bahwa dua partikel yang terpisah dapat berinteraksi secara instan, sebuah fenomena yang disebut belitan kuantum. (Einstein menyebutnya sebagai "aksi seram dari jarak jauh", namun terdapat bukti signifikan yang mendukung teori belitan kuantum tersebut.) dan fenomena lain yang disebut superposisi kuantum. Prinsip superposisi ini menunjukkan bahwa partikel dapat berada di dua lokasi terpisah sekaligus. Para Fisikawan dari Universitas Stanford kini telah berhasil mendemonstrasikan superposisi pada sekelompok atom pada jarak yang lebih jauh dari sebelumnya, yaitu sejauh 54 sentimeter, atau sekitar 1,77 kaki. Jarak terjauh yang pernah dicapai sebelumnya adalah kurang dari satu sentimeter (lihat). Sekitar 80 tahun yang lalu, para ilmuwan menemukan bahwa ada kemungkinan untuk berada di dua lokasi pada waktu yang sama , setidaknya untuk sebuah atom atau partikel subatom, seperti elektron. Pada kisaran ukuran tersebut, setiap materi dan energi berada dalam keadaan yang tak tentu, sehingga memungkinkannya menempati tidak hanya dua lokasi namun tak terhingga secara bersamaan (Lihat).Â
Kesuksesan dalam merumuskan dan mengeksperimenkan fenomena superposisi dalam partikel renik, mendorong para ilmuwan untuk meningkatkan eksperimen mereka, yaitu dengan menunjukkan superposisi kuantum pada molekul bermassa yang semakin besar. Dalam sebuah makalah yang dipublikasikan pada 23 September di jurnal Nature Physics, sebuah tim peneliti internasional berhasil membuat molekul yang terdiri dari hingga 2.000 atom berada di dua tempat secara bersamaan (Lihat). Â
Para peneliti membangun versi modern dari serangkaian eksperimen terkenal yang awalnya menunjukkan superposisi kuantum. Ilmuwan telah lama mengetahui bahwa cahaya yang melewati lembaran dengan dua celah akan menghasilkan pola interferensi di dinding belakangnya. Namun, dalam eksperimen pada tahun 1920-an, Fisikawan menunjukkan bahwa elektron bermassa yang ditembakkan melalui film tipis atau kristal juga menunjukkan pola interferensi serupa. Meskipun menciptakan pola interferensi dengan elektron bermassa adalah satu hal yang lebih sederhana, namun penelitian dengan molekul bermassa besar jauh lebih rumit.Â
Molekul yang lebih besar memiliki gelombang yang sulit dideteksi karena objek yang lebih masif memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul dengan 2.000 atom, memiliki panjang gelombang lebih kecil dari diameter atom hidrogen tunggal, membuat pola interferensinya sulit untuk diamati. Untuk melakukan eksperimen celah ganda pada objek-objek bermassa besar, peneliti membangun sebuah perangkat yang dapat melepaskan berkas molekul, yang merupakan benda raksasa yang disebut "oligo-tetraphenylporphyrins yang diperkaya dengan rantai fluoroalkylsulfanyl," dengan ukuran lebih dari 25.000 kali massa atom hidrogen sederhana. Molekul-molekul ini ditembakkan melalui serangkaian jeruji dan lembaran dengan banyak celah, dengan panjang balok sekitar 6,5 kaki (2 meter).Â
Dimensi ini cukup besar, sehingga para peneliti harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti gravitasi dan rotasi bumi saat merancang pemancar sinar, seperti yang dijelaskan dalam makalah pada jurnal tersebut. Selain itu, suhu molekul dijaga tetap hangat untuk eksperimen fisika kuantum, sehingga panas yang mendorong partikel juga harus diperhitungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat mesin diaktifkan, detektor di ujung pancaran sinar menunjukkan pola interferensi yang sama dengan pola interferensi pada elektron. Molekul-molekul tersebut menduduki beberapa lokasi di ruang angkasa secara bersamaan. Hasil ini dianggap menarik oleh para peneliti, karena hasil ini menunjukkan interferensi kuantum pada skala yang lebih besar dibandingkan yang pernah terdeteksi sebelumnya.Â
Para peneliti  menyatakan, "Eksperimen gelombang dan materi selanjutnya akan mendorong penelitian untuk riset dengan massa yang lebih besar." Akhir kata penulis menyampaikan bahwa ilmu pengetahuan manusia itu terbatas, dikarenakan panca indera kita juga yang terbatas. Semua yang kita ketahui ini adalah secuil karunia dan kebaikan dari Tuhan yang diberikan kepada manusia untuk dapat memahami-Nya melalui karya ciptaan-Nya. Semoga dengan semakin bertambahnya keilmuan kita, maka semakin kita menyadari bahwa manusia memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Semoga kemajuan sains akan meningkatkan kemajuan peradaban umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H