Para peneliti membangun versi modern dari serangkaian eksperimen terkenal yang awalnya menunjukkan superposisi kuantum. Ilmuwan telah lama mengetahui bahwa cahaya yang melewati lembaran dengan dua celah akan menghasilkan pola interferensi di dinding belakangnya. Namun, dalam eksperimen pada tahun 1920-an, Fisikawan menunjukkan bahwa elektron bermassa yang ditembakkan melalui film tipis atau kristal juga menunjukkan pola interferensi serupa. Meskipun menciptakan pola interferensi dengan elektron bermassa adalah satu hal yang lebih sederhana, namun penelitian dengan molekul bermassa besar jauh lebih rumit.Â
Molekul yang lebih besar memiliki gelombang yang sulit dideteksi karena objek yang lebih masif memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul dengan 2.000 atom, memiliki panjang gelombang lebih kecil dari diameter atom hidrogen tunggal, membuat pola interferensinya sulit untuk diamati. Untuk melakukan eksperimen celah ganda pada objek-objek bermassa besar, peneliti membangun sebuah perangkat yang dapat melepaskan berkas molekul, yang merupakan benda raksasa yang disebut "oligo-tetraphenylporphyrins yang diperkaya dengan rantai fluoroalkylsulfanyl," dengan ukuran lebih dari 25.000 kali massa atom hidrogen sederhana. Molekul-molekul ini ditembakkan melalui serangkaian jeruji dan lembaran dengan banyak celah, dengan panjang balok sekitar 6,5 kaki (2 meter).Â
Dimensi ini cukup besar, sehingga para peneliti harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti gravitasi dan rotasi bumi saat merancang pemancar sinar, seperti yang dijelaskan dalam makalah pada jurnal tersebut. Selain itu, suhu molekul dijaga tetap hangat untuk eksperimen fisika kuantum, sehingga panas yang mendorong partikel juga harus diperhitungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat mesin diaktifkan, detektor di ujung pancaran sinar menunjukkan pola interferensi yang sama dengan pola interferensi pada elektron. Molekul-molekul tersebut menduduki beberapa lokasi di ruang angkasa secara bersamaan. Hasil ini dianggap menarik oleh para peneliti, karena hasil ini menunjukkan interferensi kuantum pada skala yang lebih besar dibandingkan yang pernah terdeteksi sebelumnya.Â
Para peneliti  menyatakan, "Eksperimen gelombang dan materi selanjutnya akan mendorong penelitian untuk riset dengan massa yang lebih besar." Akhir kata penulis menyampaikan bahwa ilmu pengetahuan manusia itu terbatas, dikarenakan panca indera kita juga yang terbatas. Semua yang kita ketahui ini adalah secuil karunia dan kebaikan dari Tuhan yang diberikan kepada manusia untuk dapat memahami-Nya melalui karya ciptaan-Nya. Semoga dengan semakin bertambahnya keilmuan kita, maka semakin kita menyadari bahwa manusia memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Semoga kemajuan sains akan meningkatkan kemajuan peradaban umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H