Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gempa Sumatera Barat 30 September 2009, SBY: Dalam Duka, Kami Bangkit

30 September 2020   02:05 Diperbarui: 30 September 2020   02:06 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meninjau langsung penanganan bencana gempa Sumatera Barat, 1 Oktober 2009, Sumber: Viva

30 September 2009 sore hari di Sumatera Barat. Suasana libur lebaran masih menggelayuti pikiran setiap orang. Oleh karena itu, semua orang sibuk bergegas berkemas untuk beranjak dari aktivitas rutinnya menuju kediaman masing-masing dan berkumpul dengan keluarga tercinta.

Namun, di saat anak sekolah sedang berjejer di pinggir jalan hendak menunggu angkutan umum untuk pulang, pekerja kantor berkemas menuju area parkiran, para kaum ibu bersiap menyambut anak dan suami tiba di rumah, dan kenek-kenek angkutan sedang bersiap merayakan pesta karena hendak panen penumpang di jam pulang, tiba-tiba gempa berkekuatan 7,9 SR menguncang Kota Padang dan sekitarnya.

Semua harap akan sore hari yang indah berkumpul bersama keluarga menjadi sirna. Semua orang yang tadinya riang gembira mendadak histeris. Hampir setiap orang kala itu membayangkan di benak mereka bahwa Kota Padang akan bernasib sama seperti Aceh 2004, luluh lantak karena gempa dan tersapu bersih oleh banjir bandang Tsunami.

Langit sore di Kota Padang yang sebelumnya indah dengan rona jingganya mendadak menjadi kelabu. Di beberapa sudut terlihat debu membumbung tinggi ke angkasa. Jalanan pun retak terbelah oleh dahsyatnya gempa. Dibeberapa titik pipa PDAM yang bocor mengeluarkan semburan air di sela retakan dan menambah suasana mencekam.

Bayangan akan ganas dan dahsyatnya Tsunami Aceh membuat masyarakat berhamburan keluar rumah dengan persiapan seadanya. Beberapa orang dari arah laut berlari sembari bertariak "air surut.. air surut.." menandakan fenomena awal seperti sebelum terjadinya gelombang Tsunami di Aceh.

Semua orang berhamburan mencari tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri dari rasa takut akan datangnya Tsunami. Disepanjang usaha menyelamatkan diri demi menghindari kabar Tsunami tersebut, terlihat jelas begitu banyak puing-puing bangunan yang runtuh. 

Suasana semakin mencekam ketika jaringan telepon seluler dan listrik ikut mati. Semua orang terputus kontak dan komunikasi dengan keluarganya masing-masing.

Dari data yang dihimpun, gempa dahsyat tersebut menewaskan lebih 1.000 orang dan puluhan ribu bangunan runtuh, yang tersebar di 3 kota & 4 kabupaten di Sumatera Barat. 

Terdiri dari 983 orang ditemukan jasadnya dan teridentifikasi serta 212 orang hilang tak ditemukan. Semantara itu, total kerugian materil akibat gempa berukuran 7,9 SR ditaksir mencapai Rp 21,58 triliun.

Respon Cepat dan Kehadiran Negara di Tengah Duka Nestapa Rakyat

Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), 23 September 2009, bertolak ke Pittsburgh Amerika Serikat. SBY dan rombongan lepas landas dari Bandara Halim Perdana Kusumah menuju Pittsburgh dalam rangka menghadiri KTT G20. Pada tanggal 26 September 2009, SBY menuju kota lain AS, yakni Boston. 

Di sana SBY, antara lain, melakukan pertemuan bisnis dengan pengusaha Indonesia dan AS, akademisi, dan tokoh pemerintahan setempat. Sementara itu telah dijadwalkan diawal, SBY dan Ibu Ani Yudhoyono beserta rombongan akan tiba kembali di tanah air pada 1 Oktober 2009.

Ketika diperjalan balik dari lawatan luar negeri menuju Indonesia, SBY mendapat kabar bahwa telah terjadi gempa besar di Sumatera Barat. Ketika pesawat kepresidenan transit jam 05:10 WIB, 1 Oktober 2009, di Bandara Nagoya, Jepang, SBY berkomunikasi via telepon dengan Wapres, Menko Kesra, Menkes, dan Panglima TNI menanyakan dan memastikan penanganan pasca gempa 30 September 2009, pukul 17:09 WIB tersebut.

Setibanya SBY di tanah air, Bandara Halim Perdana Kusumah, 1 Oktober 2009 jam 11:00 WIB, SBY langsung melakukan rapat koordinasi terbatas di ruang VIP bandara. 

Setelah rapat tersebut, SBY memilih tak mengembil jeda istirahat dari perjalanan jauhnya. SBY beserta rombongan pun langsung bertolak ke Padang, Sumatera Barat, dari Bandara Halim Perdana Kusumah, pukul 16:10 WIB.

Setiba di ranah Minang, SBY kembali menggelar pertemuan koordinasi dengan aparat setempat. Dalam pertemuan tersebut, beberapa keputusan strategis darurat pun diambil SBY, antara lain memerintahkan Menteri ESDM untuk memastikan tersedianya pasokan bahan bakar di daerah bencana untuk kepentingan proses evakuasi dan distribusi bantuan.

SBY kala itu juga menekankan langkah segera untuk menyelamatkan ribuan korban yang dilaporkan masih terperangkap di bawah reruntuhan bangunan. Selain itu, SBY memerintahkan seluruh jajaran untuk mengerahkan kekuatan penuh untuk mengatasi kemungkinan terburuk yang ditimbulkan gempa di Sumatera Barat.

Apa yang dilakukan SBY tak berbeda dengan pengalaman kebencanaan yang terjadi di daerah lainnya di tanah air. Contohnya, ketika respon cepat dan kehadiran negara ketika terjadi bencana Tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Padahal satu hari sebelumnya, SBY pada 25 Desember 2004 tengah mengunjungi korban gempa Nabire, Papua.

Alasan SBY selalu ada di tengah masyarakat di dalam situasi bencana bisa ditemukan jawabannya melalui pernyataan beliau ketika berada di Padang, Sumatera Barat, 2 Oktober 2009, saat meninjau korban dan lokasi gempa. Menurut SBY, "Dalam keadaan panik, rakyat memerlukan kepemimpinan, dan arahan yang jelas."

Dengan arahan yang jelas dan terarah, tanggap darurat bencana di Sumatera Barat yang semula ditetapkan dua bulan dipercapat menjadi satu bulan. Percepatan itu terjadi karena kesigapan pemerintah dalam penanganan bencana. 

Proses evakuasi, pemulihan, pengumpulan data kerusakan, dan proses verifikasi bisa tuntas dalam satu bulan. Sehingga proses penyaluran dana bantuan bisa dilaksanakan lebih cepat, November 2009.

Jadi, ada dua pesan dari kepemimpinan SBY yang dapat kita petik pelajarannya dalam penanganan bencana atau krisis. Pertama, pentingnya crisis leadership agar rencana yang ditetapkan berjalan dengan baik dan dampak resiko yang besar bisa diminimalisir. Kedua, empati seorang pemimpin dalam duka rakyatnya adalah modal besar bagi rakyat untuk bangkit dari krisis dan keterpurukan.

Seorang penulis buku terlaris New York Time, Daniel H. Pink, mengatakan "Empathy is about standing in someone else's shoes, feeling with his or her heart, seeing with his or her eyes. Not only is empathy hard to outsource and automate, but it makes the world a better place" (empati adalah tentang berdiri di sepatu orang lain, merasakan dengan hatinya, melihat dengan matanya. Empati tidak hanya sulit diperoleh dan diotomatisasi, tapi itu juga membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun