Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jebakan Infrastruktur dan Utang, Pertumbuhan Ekonomi yang Enggan Bertumbuh

23 Desember 2019   11:02 Diperbarui: 23 Desember 2019   21:26 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk Tol Trans Jawa, ternyata apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Tol yang diharapkan ramai dan menghasilkan keuntungan malah sepi dan menjadi beban ekonomi. Bagaimana tidak, keuntungan dari Tol ini perbulannya ditaksir hanya Rp 30 miliar.

Sementara untuk membayar bunga pinjaman yang digunakan untuk  pembangunan tol sebesar Rp 52 miliar perbulannya alias minus Rp 22 miliar. Itu juga belum termasuk dengan pengeluaran operasional pegawai setiap bulannya.

Cerita miris tentang infrastruktur yang menjadi beban ekonomi juga datang dari Palembang, yaitu LRT Palembang. Pembangunan yang menelan biaya sebesar Rp 10,9 triliun ini terancam menjadi monumen kegagalan.

Sejumlah permasalahan seperti kurangnya pasokan listrik dan gap antara pemasukan dan pengeluaran menjadi masalah utama. Gap pemasukan dan pengeluaran perbulannya mencapai Rp 9 miliar. Diberitakan juga beberapa kali LRT ini harus berhenti di tengah lintasan yang diakibatkan terputusnya aliran listrik.

Mengusung konsep burung merak, Bandara Kertajati di Jawa Barat yang digadang-gadang menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia ini juga terancam menjadi salah satu destinasi wisata mistis.

Pasalnya bandara megah dan mewah yang berdiri di atas lahan seluas 1.800 hektare ini sepi pengunjung. Pendapatan yang hanya 10 persen dari kebutuhan biaya operasional yang mencapai Rp 6 miliar membuat infrastruktur ini menjadi beban ekonomi di tengah tumpukan utang yang terus menggunung.

Lonjakan Utang & Pertumbuhan Ekonomi "Berkabut"

Utang Indonesia saat ini mencapai Rp 5.000 triliun atau hampir menyentuh angka 30 persen dari produk domestik bruto (PDB). Threshold atau batas yang diperbolehkan sebesar 60 persen dan tenor jangka panjang hingga 30 tahun selalu dijadikan alasan pemerintah untuk memupuk utang yang terus menggunung.

Memang alasan ini bisa dijadikan sandaran untuk saat ini, tapi ancaman resesi global yang diprediksi banyak pakar dan ahli di tahun 2020 akan menjadi neraka bagi perekonomian Indonesia.

Depresi ekonomi dan moralitas yang membebankan dan mewariskan utang kepada anak cucu juga menjadi pertanyaan mendasar rakyat kepada pemerintah hari ini.

Selain pemerintah, ternyata perusahaan plat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga mencatatkan sejumlah utang yang fantastis. Sebut saja seperti Garuda, PT Inalum, PLN, Waskita, dan banyak lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun