Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Bertemu dan Berbincang dengan Jokowi

22 April 2019   06:18 Diperbarui: 22 April 2019   06:36 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedari pagi hingga sore, saya menghabiskan banyak waktu di depan televisi. Di sela-sela iklan komersial, sesekali saya sempatkan melihat media sosial. Apa yang ada di televisi dan media sosial ternyata tidak jauh berbeda. Membosankan.

Empat hari lepas Pemilu 2019, tayangan televisi disibukkan dengan hiruk pikuk saling klaim dua kelompok pendukung capres-cawapres. 

Tak ubahnya dengan media sosial, saling tuding dan saling hina pun memenuhi timeline. Bahkan saya temukan pula beberapa video yang menunjukkan seseorang sampai merusakkan televisinya gegara tidak mempercayai hasil hitung cepat yang disiarkan. Sungguh saya merasa miris melihat kenyataan ini.

Tetiba telepon saya berdering. Salah seorang teman yang bergabung dengan tim Jokowi menghubungi saya.

"Posisi di mana? Ngopi yuk?" sahutnya dari ujung telepon.

"Weis, udah cair aja nih. Boleh.. boleh.. dimana dan kapan?" jawab saya sambil bercanda.

Teman itu mengajak saya untuk ngopi-ngopi di Rumah Aspirasi, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Katanya, Jokowi nanti malam ada acara 'ngopi bareng' dengan komunitas dan organ kepemudaan.

"Tapi gua kan bukan timses bro," jawab saya canggung.

Teman saya tersebut meyakinkan bahwa hal itu tidak menjadi masalah. Sambil mengolok, dia mengatakan, "Ya lumayan bro, ngopi santai. Cukup malam Minggu aja yang bengong sendirian. Hari Minggu gini waktunya refresh," ledeknya sambil tertawa terbahak-bahak.

Pukul 18.00 WIB, sebuah pesan masuk. Teman saya yang tadi sore mengajak ngopi, memberi tahu kalau dirinya sudah berada di depan rumah. Sambil berlari kecil saya menghampiri dan kami pun pergi menuju lokasi acara.

Hanya butuh waktu 15 menit dari rumah saya menuju lokasi acara. Di sekitaran Rumah Aspirasi banyak kerumunan-kerumunan yang terlihat.

"Jam berapa acaranya, bro?" tanya saya sambil celingak-celinguk melihat orang-orang yang hadir.

"Bentar lagi, di jadwal jam 8. Nyantai aja dulu," katanya.

"What? 1 jam 45 menit lagi? Jancuk," kata saya kesal dan diiringi tertawa jahatnya.

Waktu yang ditunggu semuanya akhirnya tiba. Jokowi terlihat memasuki lokasi acara. Seperti biasa, dengan pakaian dan penampilan sederhana ia melambaikan tangan dan menyalami orang-orang yang ada, serta tidak lupa pula ia memberikan kesempatan kepada orang-orang yang ingin berswafoto dengannya.

Dari sudut ruangan saya memperhatikan detail yang dikenakan Jokowi. Tampak ia hanya menggunakan baju kaos yang dibalut jaket hitam dengan stelan jeans serta sepatu sport.

Acara berjalan santai dan nonformal. Semua yang hadir sibuk menyantap hidangan dan berswafoto tanda bukti perjuangan telah selesai dan waktunya merayakannya.

Tidak berapa lama Jokowi terlihat memasuki sebuah raungan, diikuti beberapa orang yang hadir di sana. Saya yang sedari tadi asik menikmati sajian Minggu malam dan mengamati orang-orang yang hadir ditarik oleh teman saya.

"Yuk masuk, Bapak di dalam," katanya.

Sungguh aneh rasanya berada dikerumunan orang-orang yang tidak saya kenal. Tapi lebih aneh lagi ketika saya nurut saja ketika diajak teman tersebut memasuki ruangan yang di dalamnya hanya ada sekitar 20 orang dan ada Jokowi pula.

Jokowi dengan santai membuka diskusi terbatas. Intinya Jokowi menyampaikan banyak terimakasih kepada komunitas ataupun organ kepemudaan yang telah ikut mendukungnya di Pilpres 2019 kali ini. 

Jokowi pun menghimbau agar semua tidak terpancing dalam suasana yang saat ini semakin memanas dan fokus dengan pengawalan suara hingga nantinya diumumkan oleh KPU siapa pemenangnya.

"Beta dan kawan-kawan sangat yakin kalau Bapak Jokowi yang menang. Kita akan lawan siapapun yang berusaha mengintimidasi proses pemilu ini," kata salah seorang pemuda dengan berapi-apinya.

"Sabar, yang sabar," kata Jokowi cekikikan.

Hampir semua perwakilan yang ada di dalam ruangan itu menyatakan akan siap mengawal proses pemilu hingga Jokowi nantinya diumumkan sebagai pemenang oleh KPU. 

Saya yang bukan siapa-siapa dalam tim Jokowi dan kebetulan diajak satu ruangan dengan mantan Walikota Solo ini hanya bisa diam. Akan tetapi, sikap diam saya ternyata mengundang Jokowi untuk menanyakan pendapat saya.

"Itu yang di pojok dari tadi diam bae, ayo gimana pandangannya," tanya Jokowi dengan khas guyonannya.

Saya kaget, semua yang hadirpun juga kaget. Terlihat beberapa orang sibuk memeriksa kertas-kertas di mejanya, bolak-balik satu persatu. Mungkin untuk memastikan saya dari komunitas dan organ tim Jokowi yang mana.

Dengan sigap saya lihat kearah teman saya berharap ada bantuan, ternyata dia menghilang. Panik tentunya bukan kepalang. Tapi dengan perlahan saya kuatkan diri, karena kabur dalam situasi ini tentunya bukanlah pilihan yang tepat.

"Mohon izin bicara Bapak calon presiden," kata saya sambil memperhatikan mata beringas orang-orang yang hadir mendengar kata pembuka saya.

Jokowi pun tertawa terkekeh-kekeh.

"Saya senang pemilu telah berjalan dengan damai. Tapi jujur Pak, melihat kondisi beberapa hari kebelakang saya merasa khawatir. Dengan pemberitaan yang ada, dengan aksi klaim sana-sini, dengan adanya beberapa kecurangan yang terjadi dan diupload oleh masyarakat ke media sosial, saya khawatir dengan kebersamaan kita sebagai sebuah bangsa."

Kini giliran Jokowi yang menunjukkan wajah tegang. Entah Jokowi salut dengan keberanian saya dibanding peserta lain yang hanya sekedar basi-basi, atau entah karena kelancangan saya. Entahlah.

"Tapi saya tidak ada klaim apa-apa," sela Jokowi.

"Benar. Tapi kecurangan yang terjadi di lapisan bawah juga benar adanya. Saya berharap, Bapak bisa tegas di hadapan media memerintahkan aparat kepolisian untuk menindak tegas siapapun pihak yang merusak proses demokrasi hari ini. Setegas sikap Bapak meyakinkan publik bahwa Polri/TNI akan netral dan menjamin keamanan dan kenyamanan selama Pemilu," kata saya.

Jokowi yang awalnya terlihat tegang dan duduk sedikit condong kedepan mulai menyandarkan badannya kebelakang. Terlihat ia menghela napas dalam-dalam.

"Mohon maaf Bapak calon presiden, negara kita sekarang kekurangan sosok negarawan. Apapun hasil keputusan pemilu kali ini, terlepas siapapun yang menang dan kalah, saya berharap Bapak bisa menjadi negarawan yang kelak mampu menjawab keresahan rakyat, mampu meneduhkan, dan arif melihat kondisi bangsa," kata saya sambil mengucapkan izin meninggalkan ruangan.

Ketika hendak berbalik badan, tetiba wajah saya membentur badan pria tegap. Saya terjatuh terhempas kebelakang dan terdengar suara Jokowi bersorak, "hei..hei.. jangan begitu. Itu rakyat saya. Jangan ada yang main hakim sendiri".

Kepala saya terasa berat dan semua serasa gelap. Saya coba membuka mata perlahan. Ternyata saya sedang terbaring di sofa di depan televisi rumah. Saya melihat jam dinding menjukkan pukul 20.00 WIB.

Terlihat di televisi berita Moeldoko dan Hasto membuat acara di syukuran di Rumah Aspirasi. Tidak ada Jokowi disana. Ternyata apa yang baru saja terjadi tadi hanya mimpi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun