Mohon tunggu...
dr. MutiaraKD
dr. MutiaraKD Mohon Tunggu... Dokter - Medical Doctor

Medical Doctor

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peran Stakeholder dalam Perencanaan Jamban Sehat sebagai Salah Satu Cara Mengatasi Buang Air Besar Sembarangan (BABS)

6 November 2021   06:58 Diperbarui: 6 November 2021   07:05 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Joint Monitoring Program (JMP) for Water and Sanitation merupakan afiliasi resmi PBB yang terdiri dari WHO dan UNICEF. JMP memiliki tugas untuk memberikan laporan mengenai kemajuan Sustainable Development Goals point ke enam, yaitu air bersih dan sanitasi yang layak. Berdasarkan laporan JMP yang dikutip dalam (CNN Indonesia, 2015), pada tahun 2015 Indonesia menempati urutan ke dua sebagai negara dengan angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) terbesar.

Indonesia menempati urutan kedua setelah India, dengan jumlah masyarakat yang masih Buang Air Besar Sembarangan (BABS) sebanyak 51 juta penduduk. Angka BABS Indonesia yang tinggi menunjukkan bahwa sanitasi di Indonesia belum baik. Padahal sanitasi yang tidak layak akan mencemari lingkungan dan memberikan dampak pada masalah kesehatan, diantaranya faktor penularan berbagai penyakit seperti diare, kolera, disentri, tipus, hepatitis A, polio, dan terhambatnya pertumbuhan balita (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Permasalahan sanitasi dinilai sebagai sebuah urgensi, PBB pada 2010 menetapkan sanitasi sebagai Hak Asasi Manusia dan pada 2015 mencantumkan sanitasi yang layak sebagai salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kesehatan juga melihat persoalan ini sebagai sebuah problem yang harus diatasi. Sebelumnya, pemerintah pada tahun 2008 telah mengeluarkan kebijakan berupa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/ SK/IX/2008. Kemudian pada tahun 2014 diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014 tentang STBM (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi higienis dan saniter melalui pemicuan. STBM terdiri dari lima pilar yaitu : Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) atau Open Defecation Free (ODF), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT), Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT), dan Pengamanan Limbah Cair Rumah 3 Tangga (PLCRT).

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Data Joint Monitoring Program WHO/UNICEF 2014, sebanyak 55 juta penduduk di Indonesia masih berperilaku BAB sembarangan. Mereka pun bisa mandi dan mencuci pakaian di sungai yang sama. Akibatnya, mereka rentan terkena penyakit diare.

Selain diare, balita mudah terserang pneumonia dari pencemaran tinja melalui udara. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-40 juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai WC, namun masih membuang kotorannya ke sungai. Riset yang dilakukan UNICEF dan WHO, juga menyatakan lebih dari 370 balita Indonesia meninggal akibat perilaku buruk BAB sembarangan. Selain penyakit perilaku BAB sembarangan juga memperbesar risiko yang menghambat pertumbuhan fisik anak-anak.

Berdasarkan Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2017 oleh BPS, persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air besar sendiri adalah 77,84%, rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air besar bersama adalah 9,24%, dan yang tidak memiliki fasilitas buang air besar adalah 10,30%. Terdapat perbedaan signifikan persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air besar sendiri antara daerah perkotaan dan pedesaan yaitu 83,91% dan 70,98%.

Stakeholder atau yang disebut juga dengan pemangku kepentingan banyak dijelaskan oleh para ahli. Beberapa definisi yang penting dikemukakan oleh para ahli seperti Freedman yang mendefinisikan stakeholder yaitu: “Any group or individual who can affect or is affected by the achievement of the organization’s objectives.” (Wahyudi, 2008)

Dapat diartikan bahwa stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu, Peran pemerintah terkait program ODF dilakukan komitmen dengan banyak pihak, yang pertama adalah Bapak Walikota sebagai pembuat kebijakan tentang penuntasan ODF. Perencanaan ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, program ODF merupakan salah satu bidang kesehatan secara langsung merupakan kewenangan Dinas Kesehatan yang bekerjasama dengan badan-badan dan dinas-dinas yang terkait langsung maupun tidak langsung, yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa selaku badan yang bertugas mendampingi desa untuk menuntaskan ODF, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya selaku dinas yang membantu dalam membangun wc serta memberikan pinjaman cetakan closet, Dinas Pendidikan sebagai dinas membantu dalam pemicuan dalam sekolah, Dinas Informasi dan Komunikasi sebagai dinas yang membantu dalam promosi dan publikasi, Kementrian Agama sebagai membantu dalam pemicuan di pondok pesantren dan dalam keagamaan.

Penuntasan ODF juga melibatkan peran dari Kecamatan dan desa yang dibantu oleh bagian kesehatan yang ada di desa yaitu puskesmas. Dalam penuntasan ODF ini desa merupakan pihak yang sangat berpengaruh besar untuk menggerakkan warganya sadar akan pentingnya buang air besar pada tempatnya dan tidak sembarangan. Karena desa merupakan salah satu perantara langsung kepada masyarakat untuk menuntaskan ODF, namun tanpa adanya komitmen dari masyarakat untuk mau tidak lagi buang air besar di sembarang tempat penuntasan ODF tidak dapat berjalan dengan baik. Penuntasan ODF merupakan komitmen dari semua pihak.

Peran pemerintah lokal untuk peningkatan sanitasi lingkungan masyarakat tentang keberhasilan program Open Defecation Free (ODF) sangat dominan. Pemerintah memiliki kewenangan dan anggaran yang dapat dialokasikan dalam mendukung upaya peningkatan sanitasi. Peningkatan sanitasi lingkungan masyarakat dalam program ODF dapat berjalan dengan baik juga dengan adanya partisipasi masyarakat.

Peran strategis pemerintah lokal dirinci dalam 7 aspek yaitu dengan adanya strategi dan perencanaan yang dibuat, advokasi dan promosi yang dilakukan, adanya peningkatan kapasitas, pengawasan, monitoring dan evaluasi yang dilakukan, serta pemerintah selaku regulator dalam pembuatan kebijakan, sebagai koordinator dalam pelaksanaan program, sebagai innovator program, serta sebagai fasilitator program.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun