Mohon tunggu...
Em Ridha
Em Ridha Mohon Tunggu... -

Pemungut Ide. masih Memimpikan Pancasila sebagai Resolusi Berbangsa dan Bernegara Founder KITRA TNI POLRI @Kitra_indonesia Pusaka Indonesia Email: Kitra@gmail.com Cp.081213564764 BBM: 5D4F5C3F

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inilah Pesan Singkat Tragedi 204: Mina

11 Oktober 2015   06:08 Diperbarui: 11 Oktober 2015   15:38 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia  kembali tersentak dengan jatuhnya korban dalam peristiwa saling desak-desakan dan  injak massal di Jalan Arab 204 Mina, Kamis, 24 September 2015 jam 11.30 waktu arab saudi. Dalam peristiwa itu, ribuan jemaah syahid tewas dan ratusan orang luka-luka karena terinjak-injak. Sementara itu seratusan lebih  jemaah haji Indonesia turut jadi korban dan yang wafat atas tragedi Mina, luar biasanya Sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawabnya, Pihak kerajaan Arab Saudi menghukum penggal 28 orang  Petugas Kemanannya yang dianggap lalai dan  bertanggung jawab atas insiden tersebut.

Banyaknya korban yang melibatkan warga berbagai Negara yang jatuh dalam insiden tersebut menunjukkan kelemahan masing-masing perwakilan Negara sebagai panitia untuk jemaahnya, setiap Negara punya struktur kepanitiaanya sendiri yang secara mandiri mengatur dan melayani jemaahnya, Iran, Afrika, Mesir dan Indonesia adalah Negara  yang jemaahnya banyak jadi korban dalam insiden mina ini, sementara Jemaah Malaysia tercatat  satu orang. Insiden di jalan 204 yang merupakan areal perkemahan dari Negara-negara arab dan asia selatan bukanlah jalan utama menuju jamarat. Besarnya jumlah korban dari Jemaah Indonesia mengindikasikan kelalaian dari Kementerian Agama sebagai Panitia Penyelenggaraan Haji yang terkesan cuci tangan dan  berkoar-koar menyalahkan para korban.

Kelalain PPIH Kemenag dalam Insiden Mina

Pernyataan Tuduhan kedakdisiplinan Jemaah oleh  Pemerintah Arab Saudi mendapat kecaman dari berbagai belahan bumi, tapi yang cukup mencengangkan, kecaman kepada Saudi  ini juga datang dari menteri agama Lukman dan dirjen haji kementerian Agama, justru kemenag  lebih awal keluarkan pernyataan yang sama: menyalahkan pemahaman Korban dan menuduh mereka  tidak disiplin. sebab jika dicermati justru Lukman saefuddin sebagai amirul haj bersama ribuan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), TPHD, TKIH berperan besar atas musibah yang menimpa ratusan Jemaah Indonesia karena tersesat ke jalan 204.  

Alih-alih mereka focus hadapi pelaksanaan ritual Haji, seminggu jelang pelaksanaan Haji, Menag Lukman Saefuddin lebih pilih mengangkuti  bagasi  dan tas Jemaah  ke  Jeddah  dan saat wukuf  mendatangi dan sweeping tenda-tenda, menebar teror Jemaah  nonkuota, Jemaah mandiri  atau dikenal  sebagai  Jemaah Haji Koboi atau backpacker dan memang  sering dikriminalisasi oleh kemenag sebagai haji Ilegal. Bukannya memperkuat kesiapan Petugas Haji  hadapi pelaksanaan Ritual Haji,  yang paling rawan saat di kawasan  Mina yang memang hampir langganan tiap tahun terjadi insiden.

 Insiden yang menewaskan  Ratusan  Jemaah Indonesia korban dalam insiden ini menyisakan tanda tanya,   mengingat sudah tersedia  fasiltas jalur khusus dan modern  dari Arab Saudi khusunya  bagi jemaah haji Indonesia yang diresmikan tahun 2013 yakni  Dua terowongan Muaisim – penghubung ke area melempar jumroh-- sepanjang dua kilometer, telah dilengkapi dengan eskalator atau lantai berjalan dan kipas angin dengan embusan embun air.

Arab Saudi, faktanya sudah menyediakan Fasilitas modern full service dan full security dijalur yang dilewati jamaah Indonesia agar  lebih nyaman saat bergerak untuk melempar jumroh, apalagi terowongan baru ini langsung menuju areal melempar jumroh lantai tiga sehingga meminimalkan jamaah tersesat, tentunya  sangat mengherankan kalau ada Jemaah tersesat melewati jalur lama, itu menandakan di titik alternatif  tersebut  nihil  petugas kemenag yang mengawasi jalur tersebut.

Karena Sebetulnya ada tiga terowongan menuju Jamarat, khusus untuk Indonesia disediakan dua terowongan baru dan terowongan yang satu lagi adalah terowongan lama diperuntukkan bagi jamaah dari luar Asia Tenggara.  Jamaah haji Indonesia akan menggunakan jalur baru yang dilengkapi lintasan berjalan (eskalator) dan kipas pendingin untuk menuju jamarat di Mina, Arab Saudi. Petugas haji Indonesia hanya bergerombol  dijalur aman ini dan lalai mengantisipasi  jalur lain yang rawan dilewati Jemaah tersesat.

Jalur yang dipakai jamaah haji Indonesia untuk menuju lokasi prosesi pelontaran jumrah itu melalui jalur yang modern, Muaisim.  jalur ini agar para jamaah tidak merasa keletihan berlebih. Jalur ini menggunakan eskalator agar jamaah  tidak capek atau lelah. Eskalator-eskalator itu ditempatkan bervariasi—berselang-seling—dengan jalur biasa.

Suasana Terowongan Muaisin di Mina, sepanjang tiga kilometer yang akan mengarahkan jamaah Indonesia ke Jamarat atau areal melontar jumroh cukup sejuk dengan beroperasinya kipas angin dan telah dilengkapi 18 eskalator di sejumlah titik.  Jaraknya memang lebih jauh dibanding terowongan sebelumnya tetapi selain sejuk juga ada 18 eskalator masing-masing sepanjang 30 meter yang bisa membuat jamaah istirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan berjalan,  jalurnya juga dilengkapi tudung dan pendingin yang diberi uap air.  Lokasi jalur ini menghubungkan Misi Haji Indonesia ke Jamarat.

Begitu keluar terowongan, jamaah langsung diarahkan menuju Jamarat dan sebagian harus siap kena paparan sinar matahari karena ada bagian yang tidak dilengkapi peneduh. Pada Jamarat sudah diatur arus jamaah hanya satu arah sehingga tidak mungkin jamaah yang sudah melempar jumrah terakhir tidak mungkin kembali ke jamarat pertama. Jaraknya sekitar 3  kilometer. Jalur ini khusus dipakai oleh jamaah Asia Tenggara.  Malah Disinilah TPIH bergerombol dan terfokus dimana  justru di jalur yang relative terjamin dan  aman

Sementara Terowongan lama inilah yang banyak cabang jalan  berpotensi membuat jamaah tersesat. jalur inilah yang luput penjagaan dan diawasi oleh Petugas Haji Kementerian Agama sehingga lolos  dilalui oleh Ratusan Jemaah haji Indonesia yang tersesat lalu  akhirnya terjebak, terbawa arus persis menuju jalan 204.

Disinilah kelalaian lukman saefuddin  sebagai amirul Haj bersama ribuan personil PPIH Kemenag dalam musibah ini. Sebelumnya Oknum-oknum ini Sebatas memberikan himbauan dan konferensi pers agar jemaah mematuhi jadwal melontar, padahal Jemaah tidak sempat nonton TV atau Baca Koran, himbauan kategori kosong lukman ini karena tanpa dibarengi penempatan petugas untuk mengawasi  jalur-jalur berbahaya.  Padahal arab Saudi sudah menyokong dengan semua fasilitas serba modern dan kemudahan agar pemerintah Indonesia dapat lebih mudah melayani jemaahnya sendiri.

jangankan Jemaah yang kebingungan di Mina, Petugas haji kemenag pun kebanyakan  linglung dan bingung, karena mayoritas Petugas haji ini juga baru kali pertama kali menginjakkan kaki di Mina, ini semacam :  seperti orang buta memandu orang buta. Maka jangan heran,  kalau ada petugas haji juga turut menjadi Syuhada dalam peristiwa ini.  

Padahal untuk konteks daerah mina,  tugas PPIH Kemenag adalah mengawasi Jemaah agar taat pada jadwal dan jalur melontar yang sudah ditetapkan arab Saudi untuk setiap negara,  nah seperti pada umumnya dari ratusan ribu, tidak semua Jemaah Indonesia yang perlu perlakuan khusus  hanya segelintir Jemaah haji Indonesia, mereka  ini seperti anak kecil  di jalan raya belum tahu bahaya.

karena ketidaktahuan mereka akan daerah atau medan  dan jalur-jalur di mina mesti terus dipandu, dipantau dan didampingi dan diantisipasi oleh PPIH kemenag di titik-titik tersebut. karena jutaan manusia yang ada disaat yang sama  maka PPIH  harusnya sadar,  hanya perlu mengawasi  jalur tersesat menuju arah berbahaya  bukannya memantau Jemaah  orang-perorang dan jumlah manusia yang ada di mina. jatuhnya ratusan korban ini hanya karena  tersesat membuktikan jika  PPIH kemenag lebih memilih mengurusi dan pantau Jemaah di zona aman dibanding mengantisipasi  dijalur rawan dilewati Jemaah tersesat menuju daerah berbahaya.

Hal ini bisa dibuktikan dari penentuan tujuh  pos-pos pengawasan PPIH Kemenag setiap musim haji  hanya berada dijalur-jalur resmi,  memang sudah diperuntukan bagi Jemaah Indonesia bukannya  titik rawan yang dilalui oleh Jemaah tersesat,  Tujuh pos itu antara lain adalah Pos Muaisim I yang akan dilalui jamaah haji Indonesia saat berada di Mina Jadid, Pos Muaisim II di mulut Terowongan Muaisim, Pos Muaisim III di dekat Jembatan, Pos Jamarat I, Jamarat II dan Jamarat III, dan Pos Aziziyah yang mengarahkan jamaah melakukan tawaf ifadhah di Masjidil Haram.jadi sejak awal  Tidak ada pos untuk titik atau jalur alternative guna menjaga kemungkinan adanya Jemaah tersesat. Untuk jalur aman kenapa lagi harus focus di awasi mestinya yang dipantau  jalur yang berpotensi menyesatkan Jemaah dan  berbahaya.

 Alasan keterbatasan  personil untuk Melayani dan mengatur seluruh 170 ribuan Jemaah haji oleh petugas haji yang jumlahnya ‘ hanya” 1700  orang, 1 banding seratus perjemaah, mungkin agak logis, tapi untuk insiden Mina tidaklah demikian, karena jumlah  Jemaah haji yang “kurang disiplin” dan butuh perhatian khusus hanya segelintir Jemaah, lolosnya ratusan Jemaah bergerak ke pelontaran diluar jadwal bagi Indonesia tentu tidak bisa diterima begitu saja sebagai bentuk ketidak disiplinan atau pemahaman yang salah dari Jemaah, lalu menuduh Jemaah dan arab Saudi sebagai pihak yang bertanggung jawab.

 Faktanya,  kontribusi kelalaian kemenag sangat berpengaruh atas jatuhnya korban ratusan Jemaah haji Indonesia.  PPIH Kemenag kalau memang serius mau bekerja, cukup menempatkan petugas di jalur rawan sangat efektif selamatkan Jemaah tersesat. Kesan kurang hati-hati dan waspada  lukman saefuddin jelang pelaksanaan ritual lontar jumrah  dan hanya mengandalkan mental penyakit bawaan birokrat PPIH Kemenag :  asal menteri senang,  akibatnya sikap dan prilaku  mereka ini tidak bisa menyembunyikan fakta bagaimana mereka melalaikan  tanggung jawab atas keselamatan Jemaah haji. 

Petinggi Kementerian Agama yang sudah puluhan tahun menghadapi  pelaksanaan haji sangat paham,  bahwa Jemaah haji Indonesia ini patuh dan mudah diatur, kalau sejak awal petugas Kemenag sudah ditempatkan pada jalur-jalur atau simpul alternative jalan yang rawan dilalui Jemaah Indonesia tentunya tidak perlu mengawasi Jemaah orang perorang atau person per person, kalau TPIH  kemenag memang profesional tentu mengerti jika menjaga dan mengawasi jalur –jalur alternative ini sudah cukup efektif menjaga keselamatan segelintir Jemaah Indonesia, kelalaian lukman sebagai amirul Hajj dan PPIH kemenag menjaga jalur perlintasan inilah yang harus dibayar mahal dengan jatuhnya korban Jemaah haji Indonesia.

Area perkemahan Jemaah haji Indonesia di mina agak terisolir, untuk menuju jamarat dari  dari area tersebut Jemaah sangat sulit dan jaraknya yang jauh, karna hanya punya beberapa simpul jalur, dari tiga yang dilalui, sementara   jalur yang rawan tersesat dan bercabang hanyalah di terowongan mina lama :  inilah yang harusnya  dijadikan PPIH Kementerian Agama sebagai pusat  pengawasan, menempatkan ratusan petugas haji, sebab Arab Saudi sudah menyediakan  terowongan khusus untuk Jemaah Indonesia,  tidak hanya aman tapi juga “lux” karena  dijejajli dengan escalator menuju lantai 3  jamarat yang juga diperuntukan untuk Negara-negara asia, sehingga walaupun melontar diluar jadwal Jemaah Indonesia tetap akan aman karena daya tampung jamarat hinga 5 juta orang.

Upaya kongkrit melayani Jemaah haji dengan sepenuh hati oleh  Arab Saudi bukanlah teori,  terkhusus Jemaah Indonesia, pembangunan jalur  dua terowongan dari area kemah Mina dipasang tenda sehingga jemaah terhindar dari terik matahari. Terowongan pertama adalah untuk menuju Jamarat dan terowongan ke dua untuk kembali ke tenda seusai melepar jumrah, maka fasilitas ini sudah sangat membantu  tugas Menag Lukman Saefuddin, dan PPIH, petugas haji  kemenag sebenarnya cukup mudah cukup menjaga dan antisipasi  Jemaah agar tidak tersesat masuk ke jalur alternative menuju tempat melontar.

Perisitiwa mina yang mengorbankan seratus lebih Jemaah haji Indonesia adalah peristiwa besar dan mahal yang harus dibayar mahal dengan nyawa Jemaah Indonesia, kelalaian petugas haji  Kementerian agama yang tidak pernah mau belajar dari peristiwa tahunan yang terjadi di kawasan mina, mereka hanya menumpuk di jalur yang aman bagi Jemaah Indonesia, enggan mengantisipasi dijalur lain bagi Jemaah tersesat .

Pemerintah Arab Saudi telah mambangun berbagai kemudahan untuk jemaah haji dari pejuru dunia yang melakukan lempar jumrah di Mina. Jemaah tidak perlu lagi menanjak, karena sudah disediakan eskalator atau tangga jalan.   Jemaah Indonesia melempar jumrah di tingkat tiga, tingkat paling tinggi. Di sini bergabung jemaah-jemaah dari negara-negara Asia lainnya dan Turki. Sementara tingkat satu dan dua diperuntukkan bagi jemaah-jemaah dari negara lain.

Tingkat tiga cukup tinggi, karena itu jemaah yang menginap di maktab-maktab harus naik eskalator beberapa kali hingga sampai di ujung jembatan menuju jamarat.  Setelah melewati jembatan yang jaraknya sekitar 500 meter, jemaah akan sampai di jamarat. Hari pertama usai mabit di Muzdalifah, jemaah wajib melempar satu jumrah, yakni jumrah aqabah. Setelah ditu di hari kedua, wajib melempar tiga jumrah dimulai dari jumrah 'Ula dengan melontar tujuh batu, kemudian ke Wustha juga tujuh batu, dan terakhir jumrah Aqabah dengan tujuh batu pula.

Usai melempar jumrah pun, kendati harus berjalan lagi hingga empat kilometer untuk ke luar dari terowongan Muaisim, jemaah masih dimanjakan dengan jalan bergerak. Jalan bergerak atau eskavator ini cukup membantu jemaah yang sudah kelelahan berjalan.  Sedikitnya ada empat eskavator sepanjang terowongan dengan jarak 200 meter. Eskavator ini diminati jemaah, tidak hanya jemaah tua. Terowongan Muaisim juga dibagi dua untuk jemaah yang akan menuju dan ke luar jamarat dipisahkan, sehingga tidak saling bertemu di satu titik. Ini membantu menghindari jemaah dari kondisi yang tidak diinginkan

ditengah semua fasilitas serba modern ini malah diikuti  Kecenderungan mengurusi hal-hal yang tidak berhubungan dengan haji,  Menteri Agama  lukman sebagai amirul Hajj   justru lalai, malahan mengabaikan keselamatan jiwa warga Negara karena hanya sibuk  urusan birokrasi dan prosedural, menghitung dan awasi Jemaah Koboi seolah-olah  Kementerian Agamalah  pemilik Tanah Suci , sebelumnya,  jelang ritual haji Lukman Saefuddin  sebagai Amirul Hajj (pemimpin delegasi Haji)  malah wara wiri ke Jeddah mengurusi tas bagasi Jemaah sampai lupa tugas sebenarnya, Lukman kebingungan atau memang tidak memahami besarnya Tugas yang diemban Kemenag jelang pelaksanaan Haji, Lukman saefuddin lebih berperan sebagai  “Amirul Bag” Koordinator "BAGASI" atau lebih mewakili kepentingan  maskapai penerbangan, seminggu jelang wukuf, ribuan Jemaah yang harusnya dibekali PPIH kemenag guna menghadapi Pelaksanaan haji justru mereka  dideadline, dipacu terburu-buru segera mengemasi dan mengepak bagasi sebelum berangkat ke arafah mengemas barang bawaannya pada koper bagasi jemaah, dengan ketetapan berat maksimal sebesar 32 kilogram per jemaah.

 

Pesan  dibalik Insiden berdarah jalan 204  Mina

Insiden ini dapat membuka mata kita tentang prilaku umum pejabat dan birokrat yang cenderung mengkambing hitamkan  warga Negara, padahal warga Indonesia adalah masyarakat yang terlalu patuh dan taat pada pemerintah.  Memang  raja salman  menyatakan ada peran Jemaah haji dalam insiden ini tapi tindakannya mengeksekusi  Petugas kemanannya sendiri karena dianggap tidak patuh  pada perintah, padahal korbannya bukanlah warga arab Saudi  ini tentu merupakan  pelajaran luar biasa bagi semua pemerintahan dunia, khususnya Pemerintahan  Jokowi, jangan sampai lebih sibuk memberikan saran buat arab Saudi dalam menajemen penyelenggaraan haji tapi luput mencermati kelalaian kementerian Agama yang telah menyeret ratusan korban Jemaah Indonesia .

Peristiwa ini memang bukanlah peristiwa kecil tapi pemicunya bukanlah hal besar,  bukan soal kuota haji, bukan soal pemahaman Jemaah, bukan soal keterbatasan kawasan Mina dan  fasilitas keamanan,   Jangan sampai Pemerintahan Jokowi bingung, sebagaimana bingungnya Amirul haj dan Petugas haji di mina,  yang lebih mengurusi tas bagasi  Jemaah dibanding keselamatan, lebih serius persoalkan  prosedural lolosnya "Jemaah koboi" dibanding menjaga jalur-jalur  lolosnya Jemaah tersesat.

Pemerintah jangan hanya tega   menyalahkan ratusan Jemaah Haji Korban Insiden Mina, sangat berani menyalahkan Pemerintahan Negara Arab Saudi tapi tidak bertindak apa-apa terhadap pihak-pihak atau lembaga  yang secara nyata dan jelas telah  lalai  dan bertanggung jawab penuh atas lolos dan tersesatnya ratusan Jemaah ke daerah rawan dan berbahaya hingga turut jadi korban dan malah pertegas  petanda bahwa pemerintahan ini gagal mengemban tugas konstitusional untuk menjaga jiwa warga Negara dimana pun berada.

Akhirnya, kita masih menunggu  sikap radikal pemerintahan Jokowi  untuk “memenggal”  kelalaian Kementerian Agama yang sangat mahal biayanya, mengantisipasi kementerian Agama yang sangat piawai membuat system daftar  puluhan tahun untuk berangkat haji tapi kebingungan melaksanakan system  antrean bagi Jemaah Haji di mina sesuai jadwal yang diberikan Pemerintah Arab Saudi. kita masih menantikan apakah Peristiwa 204 jadi pelajaran berharga bagi pemerintahan Jokowi atau lagi-lagi, peristiwa berdarah ini hanyalah pesan singkat yang tak berbekas, terkubur hilang bersama jasad para syuhada korban tragedi Akibat  kelalaian Oknum-oknum   di Kementerian Agama. 

>>> Raja Salman Pancung 28 Orang terkait Tragedi Mina

                                          

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun