Kemenangan bangsa ini untuk memilih nawa cita bukanlah pilihan magis, tapi sebagai pilihan transedental warga Negara, ekspektasi dan kesadaran kritis warga Negara pada sosok jokowi yang dapat mengakhiri pemerintahan primitive secara sistematik dan mengorganisir pemerintahan tidak lagi menjebak keluarga besar bangsa ini pada duka lara dan pasrah pada ‘mitos teknologi usang dan tatanan sampah yang cenderung jadi tunggangan ‘aliansi kapitalis domestik’ dimana kekayaan mereka tidak sedikitpun berperan menjaga kehormatan negara, sangat miskin getaran kemanusiaan dan nasionalismenya.
Akhirnya, secara teologis maka  ritual puasa ,merupakan pilihan bebas dari manusia yang serba mampu,  memilih dari semua sarana yang tuhan berikan untuk melatih diri dengan kesederhanaan dan kelaparan agar menumbuhkan solidaritas  kemanusiaan, puasa sebagai momen pembelajaran oleh tuhan, dapat  terpatri langsung dalam setiap mindset, prilaku dan tindakan;  bukan sebaliknya, menjadikan kesederhanaan hidup untuk menutup akses warga pekerja menikmati pilihan bebas dari kemapanan hidup. Kemiskinan sebagai pemicu bencana tidak boleh lagi hanya jadi diskursus insidentil apalagi jadi alat politis murahan dan moment birokrasi lagi-lagi garong anggaran.
Sebagaimana tafsir nawa cita hanya menaikkan tunjangan 50% bagi TNI Polri mengindikasikan masih kuatnya paham gnostik atau sufisme pemenerintahan sebagai paham pembodohan,  dimana Tuhan dan teks-teks kesederhanan dipakai untukk eksploitasi warga negara dan melanggengkan praktek diskriminasi yang berujung pemiskinan dan bencana kemanusiaan, indikasi mahalnya biaya menjaga kelestarian budaya yg telah menjadi ciri utama keluarga besar ini, budaya besarnya masih eksis dibangun mencakup pelibatan biaya materi, kesadaran transendental dan murni oleh nenek moyang keluarga indonesia sebagai warisan buat anak cucunya, tidak mungkin didekati oleh pemerintah sebatas logika dan mitos ekonomi impor dengan dibumbui limbah teknologi usang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H