Mohon tunggu...
Dristy Aulia
Dristy Aulia Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

generasi anti sensasi, kejar prestasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dear Hanz

30 Oktober 2021   20:15 Diperbarui: 30 Oktober 2021   20:55 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"apakah ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk merubahnya?" tanyaku Kembali.

"ada, doa. Hanya doa yang bisa merubahnya," tandasnya kemudian.

"kalau begitu, aku akan selalu berdoa agar semesta tak bisa memisahkan kita,"ucapku.

Dia memalingkan pandangan. Lelaki itu begitu tak ramah pada setiap tegukan kopi yang tak hangat lagi. Di balik jendela, jalan terbentang luas dengan gemuruh hujan yang mengguyur bumi. Aku mencoba sedikit tenang dalam hati yang kacau berantakan.

Susana menjadi hening. Tiada lagi percakapan, sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Bagaiamna bisa Hanz? Bagaimana bisa kamu berpikir semua akan baik-baik saja, sedangkan kamu sendiri tahu, kita tengah sama-sama bertarung dengan waktu untuk sebuah perpisahan yang terjeda?" ucapku lirih.

                                                                              ***

Sepekan setelah perbincangan kita Ketika itu, aku tidak pernah lagi melihat senyumnya, tak pernah lagi mendengar tutur manjanya. Semua itu hilang perlahan, bersama waktu yang berjalan.

Beberapa kali, aku sempat tak sengaja berjumpa dengannya di jalan, atau di caf langganan. Namun sialnya, ia berpaling dan selalu menghindar. Di kampus, akupun selalu menanyai kabar atau sekedar mengirimkan surat lewat teman dekatnya, namun semua tak pernah dapat jawaban.

Aku hancur, tapi aku tak bisa berbuat banyak. Seluruh insan di bumi ini seakan mengutuku pada waktu itu, aku tahu siapapun takkan mendengarkan. Betapa aku mencintai Hanz.

Dia lelaki yang pernah menerimaku apa adanya dan mencintaiku sepenuh hatinya. Namun, kita di hadapkan pada sebuah takdir yang tak memungkinkan kita untuk bersama. Restu orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun