Mohon tunggu...
Dristy Aulia
Dristy Aulia Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

generasi anti sensasi, kejar prestasi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

I Love You Kak Zann

28 Oktober 2021   10:59 Diperbarui: 28 Oktober 2021   11:05 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

15 Desember 2015

Jam dinding menunjukan pukul 07.00 pagi dini hari. Alam masih bau basah setelah hujan semalaman. Genangan air masih tersisa di celah dedaunan hijau, ranting patah tanpak belum terjamah di halaman rumah.  Astuti, perempuan yang sudah lanjut usia itu terkulai lemah di atas tempat tidurnya. Raganya sudah tak berdaya untuk melakukan aktifitas seperti dulu, untuk berjalan saja perlu dipapah anak semata wayangnya, Zann.

Keriput di dahi perempuan itu seakan menjelaskan bahwa telah lama ia tinggal di dunia. Beruntung selama berumah tangga ia dikarunia Zann, pemuda itu tumbuh dengan jiwa penuh kasih terhadap orang tuanya, terlebih setelah ayahnya meninggal dunia. Meski ada mba Siti yang membantu pekerjaan rumah dan menjaga Astuti, pemuda itu tak jarang menyuapi dan merawat ibunya di waktu senggang

Pagi itu hari libur. Rumah Zann kedatangan tamu dari Yogyakarta, keluarga dari teman lama almarhum Arifin, mereka adalah keluarga Budiyanto. Keluarga kecil yang dikaruniai seorang putri, Haura Al-khanza, gadis lulusan pondok pesantren, yang memilih untuk menjadi wanita rumahan, tidak berkarir, meski ia terbilang cerdas dan berpendidikan.

Sorot matanya begitu tajam, ditambah celak mata yang menghiasi kedua bola mata coklat miliknya. Sementara wajahnya tersembunyi dibalik niqab hitam. Ia merupakan salah satu perempuan bercadar yang taat beragama, berahlaq mulia, sopan tutur katanya, lembut suaranya, dan selalu menundukan pandangannya.

"Haura Al-khanza." Tiba-tiba Arumi-ibunda dari Khanza nyeletuk, memperkenalkan anaknya, membuyarkan lamunan Zann yang telah beberapa detik menatap gadis itu.

Zann terperanjak kaget. Ia menghela nafas dalam. Mengatur ulang detak jantungnya yang berdesir kencang.

"Dia calon istrimu Zann,"lirih Astuti lemah, jemarinya menggapai tangan Zai yang tengah duduk di samping tempat tidurnya.

"Apa Mah,?" sahut Zann, matanya melebar, tak percaya apa yang ia dengar.

"kita sudah lama merencanakan ini Zann." ungkap Astuti, lirih. "Jauh sebelum ayahmu meinggal, beliau berniat menjodohkan kamu dengan Khanza," lanjutnya.

Mata Zann memutar, memandangi sekelilingnya, Arumi-Rudi, suaminya, Khanza juga Ibunya tengah menjadikannya pusat perhatiannya, menunggu jawaban.

"tapi,-" ucap Zann terpotong,

"Mamah harap kamu bisa melakukannya sebelum mamah tiada," sela Astuti.

"Maksud Mamah?" tanya Zann memastikan, ia mengerutkan dahinya tak percaya.

"Mamah mau kamu menikah dengan Khanza, sebelum mamah meninggal," lirih Astuti

"Mamah bicara apa?" pungkas Zann.

Belum sempat menjawab Zann, Astuti terbatuk-batuk. Cekatan tangan Zahra mengambil minum dari gelas yang sudah terisi air yang tersedia di meja dalam kamar itu, lalu menyodorkannya untuk Astuti.

"terimakasih Nak." ucap Astuti setelah meneguk air dan meredakan nyeri di tenggorokannya.

"Sebaiknya ibu istirahatlah, tidak usah terlalu memaksakan diri untuk hal ini. Saya rasa, Mas Zann akan paham seiring waktu," saran khanza.

Astuti menganngup lesu, bibirnya melengkungkan senyuman, isyarat setuju. Disusul dengan Arumi-Rudi, "Kalau begitu, kita pamit ya Tut, Zann, jaga mamahmu baik-baik. Semoga lekas sembuh," ucap Arumi, sembari melangkah keluar rumah, diikuti Rudi dan Khanza.

"Di lain waktu, kita akan bicarakan soal ini Nak," imbuh Rudi. Sementara Khanza hanya sedikit membungkukan kepala, isyarat pamit.

"Baik Pak, bu, Khanza, terimakasih sudah berkunjung, maaf untuk segala keterbatas di rumah kami," ujar Zann.

Akhirnya merekapun pulang dengan Mobil pribadi yang diparkir di halaman sejak tadi.

Zann menatap kosong, pikirannya hancur berantakan.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun