"tapi,-" ucap Zann terpotong,
"Mamah harap kamu bisa melakukannya sebelum mamah tiada," sela Astuti.
"Maksud Mamah?" tanya Zann memastikan, ia mengerutkan dahinya tak percaya.
"Mamah mau kamu menikah dengan Khanza, sebelum mamah meninggal," lirih Astuti
"Mamah bicara apa?" pungkas Zann.
Belum sempat menjawab Zann, Astuti terbatuk-batuk. Cekatan tangan Zahra mengambil minum dari gelas yang sudah terisi air yang tersedia di meja dalam kamar itu, lalu menyodorkannya untuk Astuti.
"terimakasih Nak." ucap Astuti setelah meneguk air dan meredakan nyeri di tenggorokannya.
"Sebaiknya ibu istirahatlah, tidak usah terlalu memaksakan diri untuk hal ini. Saya rasa, Mas Zann akan paham seiring waktu," saran khanza.
Astuti menganngup lesu, bibirnya melengkungkan senyuman, isyarat setuju. Disusul dengan Arumi-Rudi, "Kalau begitu, kita pamit ya Tut, Zann, jaga mamahmu baik-baik. Semoga lekas sembuh," ucap Arumi, sembari melangkah keluar rumah, diikuti Rudi dan Khanza.
"Di lain waktu, kita akan bicarakan soal ini Nak," imbuh Rudi. Sementara Khanza hanya sedikit membungkukan kepala, isyarat pamit.
"Baik Pak, bu, Khanza, terimakasih sudah berkunjung, maaf untuk segala keterbatas di rumah kami," ujar Zann.