Profesi asisten lapangan sudah tak asing lagi bagi lulusan pertanian maupun kehutanan. Banyaknya perusahaan di Indonesia yang bergerak dibidang pertanian, perkebunan dan kehutanan menjadikan profesi ini cukup terbuka luas.Â
Adanya ekspansi wilayah perusahaan dan regenerasi karyawan membuat posisi asisten lapangan akan selalu dibuka setiap tahun bahkan setiap bulannya. Tak hanya yang berpengalaman, banyak pula lowongan kerja pada posisi ini juga mengincar para fresh graduate.
Kebetulan saya sendiri fresh graduate yang diterima bekerja disalah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) Indonesia khususnya area pembibitan (nursery). Memasuki masa training bulan ketiga, saya ingin membagikan pengalaman bagaimana menjadi seorang asisten di lapangan khususnya yang tinggal jauh dari pemukiman kota. Kiranya pengalaman ini dapat menjadi gambaran bagi teman-teman yang berminat bekerja sebagai profesi ini.
Pada saat awal memasuki sektor, saya kaget karena ternyata perumahan asisten berada satu wilayah dengan area HTI. Ekspektasi saya sebelumnya adalah tetap tinggal di kota dan jika bekerja baru memasuki area lapangan kerja.Â
Suasana sepi di tengah hutan mulai dirasakan karena sebelumnya saya terbiasa tinggal pada keramaian suasana perkotaan. Jaringan yang sulit menambah kegelisahaan saya saat awal memasuki area HTI ini. Beruntungnya masih terdapat wifi yang walaupun terkadang bisa hilang secara tiba-tiba.
Akses makanan dan perbelanjaan kebutuhan sehari-hari juga cukup sulit karena jarak kota terdekat memakan waktu satu jam perjalanan. Makanan keseharian saya bergantung pada catering di kantin sini.Â
Perbedaan harga antara catering dan makan terbang cukup jauh sehingga saya lebih memilih untuk catering bulanan. Keperluan barang dalam kehidupan sehari-hari seperti sabun, shampoo, detergen, cemilan, dan aneka kebutuhan lainnya biasanya saya beli di kota.Â
Biasanya pada setiap minggu terdapat kendaraan beroda empat seperti mobil pick up yang masuk ke area HTI untuk berjualan juga sehingga kita dapat berbelanja kebutuhan pokok dan juga sayuran untuk memasak.
Pada awal bulan pertama merupakan masa adaptasi bagi saya karena saya yang terbiasa hidup di kota dengan fasilitas yang serba ada kini bertolak belakang.Â
Beruntungnya staff dan buruh harian lepas (BHL) disini termasuk orang yang ramah sehingga saya tidak merasa dikucilkan walapun saya minoritas disini (satu-satunya suku Tionghoa di area ini).Â
Kulit menghitam sudah menjadi hal yang biasa karena setiap harinya akan bekerja di lapangan sehingga sering terkena paparan sinar matahari.
Fasilitas listrik dan air ditanggung oleh perusahaan. Kebutuhan air minum juga sudah gratis karena adanya mata air di sini yang sudah teruji layak untuk dikonsumsi. Bagi karyawan tetap juga teradapat tunjangan hutan dan bonus bulanan jika mencapai target perusahaan.
Jam kerja di lapangan atau operasional lebih fleksibel dibandingkan kita yang kerja di kantoran. Namun yang saya kurang suka di sini adalah adanya pertemuan atau meeting yang biasanya dilakukan diluar jam kerja.Â
Pada area HTI, terdapat juga puskesmas dan sekolah untuk anak-anak (SD hingga SMP) yang tentunya gratis bagi karyawan dan BHL yang bekerja di sini.
Rutinitas harian asisten lapangan pada saat bekerja biasanya diawali dengan briefing yang dilakukan setiap pagi dan terkadang pada sore hari.Â
Pembahasan yang dibawa seputar rencana kerja dan masalah yang terjadi di lapangan. Kunjungan dari pimpinan di pusat juga rutin dilakukan setiap bulannya demi memastikan kegiatan operasional berjalan dengan lancar.
Itulah pengalaman singkat saya selama menjadi asisten lapangan di area HTI. Semoga pengalaman ini dapat menjadi gambaran awal bagi pembaca yang mungkin akan bergabung juga pada profesi ini.Â
Jika ada pertanyaan dapat ditulis dikolom komentar, nanti akan saya balas. Terima kasih sudah mampir untuk membaca, salam kompasianer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H