Menjelang Pemilu 2019, banyak masyarakat yang menyampaikan keluh kesah mereka kepada para capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) yang akan maju di Pemilu nanti. Permasalahan keseharian tampaknya tak akan pernah habis dan selalu muncul yang baru. Suara rakyat yang ingin didengar oleh pemerintah sepertinya masih tidak dapat terpenuhi secara keseluruhan. Tentunya, semua itu bertujuan dalam membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
Sangat disayangkan, Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menyelesaikan PR-nya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Seperti yang kita ketahui bersama, para "tikus" (koruptor) masih saja berkeliaran bebas di Indonesia. Menggerogoti uang rakyat secara perlahan membuat rakyat menjadi rugi dan tak berdaya. Uang yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) dan infrastruktur malah dialihkan untuk mengisi kepuasan mereka yang tak pernah habis. Hidup dalam kemewahan dan berfoya-foya dengan menggunakan uang orang lain menjadi suatu kebiasaan mereka yang sulit untuk dihilangkan.
Sedikit-sedikit, Lama Kelamaan Menjadi Banyak
Pikiran para koruptor adalah mereka hanya mencuri uang dalam jumlah yang sedikit sehingga akan sangat sulit untuk diketahui. Namun, terkadang mereka lupa bahwa jumlah yang sedikit itu jika dilakukan terus menerus akan menjadi banyak. Mungkin, satu dua kali tidak ketahuan, akan tetapi ketiga kali pasti akan tertangkap.Â
Percaya atau tidak, jika manusia pernah berbuat satu kali, akan ada kedua kalinya bagi mereka untuk melakukan hal yang sama jika dirasa itu menyenangkan. Sehingga, mereka yang pernah melakukan korupsi akan terus dilakukan hingga suatu saatnya mereka ditangkap jika ketahuan.
Tikus di Berbagai Kalangan
Kasus korupsi tidak hanya dilakukan pada pemerintah, baik dari pusat hingga daerah, melainkan juga dilakukan pada kalangan masyarakat disuatu perusahaan atau bahkan toko. Banyak masyarakat yang sudah tertangkap basah melarikan uang perusahaan atau toko kemudian menghilang begitu saja.Â
Hal ini membuktikan bahwa para tikus tidak hanya ada dipemerintahan melainkan juga dikalangan non-pemerintahan. Tak pandang bulu, keberanian untuk menjadi tikus ada pada berbagai kalangan masyarakat di Indonesia.
Manusia Tidak Pernah Puas
Kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa manusia tidak akan pernah puas dengan apa yang ada. Hal tersebut memanglah benar karena tidak dapat dipungkiri bahwa kelemahan manusia adalah selalu merasakan kekurangan atas apa yang sudah diraih dan suka membandingkan dengan orang lain.Â
Landasan sifat inilah yang mengalir didarah para koruptor sehingga tidak pernah bersyukur dengan segala yang ada saat ini. Jabatan yang diraih tidak menjadi suatu beban pikiran namun malah menjadikan suatu senjata dalam melancarkan aksinya. Kepuasan semata dalam hidup kemewahan menjadikan mereka buta dan berpikir jangka pendek.
Bermuka Baja
Para masyarakat yang berani melakukan korupsi sepertinya tidak memiliki rasa malu ketika tertangkap dikemudian hari. Hal ini dapat kita lihat dari kasus-kasus korupsi yang selalu muncul dan menghiasi jeruji besi di Indonesia.Â
Mereka tidak berpikir, jika suatu saat tertangkap nanti, keluarga mereka yang akan menahan rasa malu menghadapi masyarakat yang ada dilingkungan sekitar mereka. Mereka hanya berpikir jangka pendek bagi yang melakukan tindakan korupsi. Hal ini yang menjadi miris di era yang sekarang ini.
Indonesia Butuh Presiden Gila
Maraknya kasus korupsi yang masih terjadi hingga saat ini membuat Indonesia sering dipandang rendah oleh negara lain. Maka dari itu, untuk para calon presiden di tahun 2019 nanti, saya selaku masyarakat Indonesia membutuhkan presiden yang gila. Gila dalam artian berani dan tegas untuk mengusut tuntas kasus korupsi.Â
Bukannya menjelekkan negara sendiri, tetapi marilah kita belajar dari negara tetangga seperti China, Taiwan, Singapura dan Vietnam yang berani memberi hukuman mati bagi para koruptor. Dengan adanya hukuman ini, setidaknya akan mengurangi jumlah kasus korupsi di Indonesia. Mereka akan jera jika ada yang sudah dieksekusi mati gara-gara kasus korupsi.
Kasus korupsi yang sudah ada sejak lama hingga saat ini masih tidak dapat dihilangkan, seakan korupsi merupakan ciri khas negara Indonesia. Kerugian negara akibat kasus korupsi sudah banyak membuat masyarakat Indonesia sendiri yang terkena dampaknya, baik terhambatnya pembangunan infrastruktur maupun pengembangan SDM yang ada.Â
Hal ini juga menghambat negara Indonesia untuk menyicil melunasi utang negara akibat kasus korupsi yang tiada henti. Maka dari itu, hukuman dan sanksi yang ada perlu dikaji ulang dan dipertegas agar dapat memberi efek jera.
Namun, alangkah lebih baik jika masyarakat kembali diingatkan dan diedukasi kembali bahwa perbuatan korupsi sangat haram dilakukan. Pencegahan sejak dini sangat penting untuk dilakukan agar generasi-generasi penerus bangsa tidak mencontohi para tikus yang sudah ada saat ini.Â
Perlu ditanamkan rasa malu yang sangat mendalam agar tidak melakukan perbuatan kotor yang dapat merugikan negara. Bahkan, disemua agama juga tidak diajarkan untuk melakukan korupsi sehingga bagi siapa yang melanggar tentunya akan disebut sebagai dosa dan akan diperhitungkan di kehidupan yang nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H