Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bulan Ramadhan & Idhul Fitri Saat yang Tepat Meningkatkan Perekonomian Kerakyatan

4 Maret 2023   20:53 Diperbarui: 4 Maret 2023   21:50 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerajinan Rakyat (foto pribadi penulis)

Uang yang numpuk di bank itu sesungguhnya uang rakyat yang tingkatan ekonominya menengah ke atas. Rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas, justru tidak bisa menabung. Karena uang mereka habis digunakan untuk belanja makanan pokok sehari-hari. Itupun kadang tidak cukup. Seringkali rakyat ekonomi kecil  terpaksa harus ngutang. Dan tidak selalu bisa melakukan pinjaman, baru bisa melakukan hal demikian jika ada peluang saja. Seringnya orang berekonomi lemah terpaksa harus berpuasa seharian menahan lapar. Sangat beruntung bagi warga miskin yang bisa aktif dalam organisasi kemasyarakatan, karena banyak pekerjaan ketika roda organisasi itu beroperasi. Uang organisasi kemasyarakatan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan anggota yang mampu mengerjakannya.

Untuk organisasi agama Islam, sebentar lagi akan sibuk memasuki bulan Ramadhan. Bulan puasa yang identik dengan bulan untuk beramal dan bersedekah. Pada bulan itu,  uang umat muslim akan beredar begitu deras mengalir sejak awal ramadhan hingga idhul fitri. Jika saat ini menurut Pak Jokowi uang  rakyat di bank jumlahnya menggelembung. Mungkin mereka menabung karena menunggu kepastian waktu berangkat ibadah haji. 

Jika ternyata uang di bank itu milik orang muslim, jangan khawatir sebentar lagi akan segera beredar, mengalir ke kocek orang miskin di seluruh pelosok negeri ini. Budaya mudik dan halal bi halal akan meningkatkan kunjungan wisata hingga ke pelosok di daerah tertinggal. Roda perekonomian kerakyatan saat itu akan berputar.

Jika sebelum ada bank, tempo dahulu tabungan itu adanya di lumbung padi, karena disimpannya  tidak di bank, maka harta ditumpuk dalam bentuk bahan pangan, pakaian atau perhiasan. Stok pangan yang numpuk di lumbung biasanya yang bisa dikeringkan saja.  Harta dalam bentuk bahan pangan wujud kering ini,  stoknya cukup untuk menahan gempuran musim peceklik yang bisa diramalkan waktunya. Maka keadaan stok pangan dikendalikan oleh kepala suku yang ada di perkampungan. Kepala suku bisa mendeteksi keadaan anggota masyarakatnya. Maka masyarakat begitu patuh pada pemimpinnya. Tentu saja ketaatan rakyat pada pemimpinnya demikian itu,  bisa berlanjut hingga pada taat sama pemerintahan yang lebih luas. Karena masyarakat paham tentang pentingnya ada penerintahan yang kuat agar negara  bisa stabil.


Kini harta kekayaan rakyat bisa terbaca dilayar komputer secara nasional. Maka pemerintah akan dapat mengendalikannya. Bahkan dengan adanya uang elektronika harta kelayaan itu bisa dibaca oleh elit global. Dan hal demikian bisa membahayakan keadaan negara.  Negara yang meminjam uang ke pemilik modal atau kaum kapitalis peredaran uangnya bisa dikendalikan oleh mereka dalam bentuk uang elektronik itu.

Jika saat ini Pak Jokowi resah karena,
uang rakyat numpuk di bank. Jangan khawatir jika uang itu dimiliki oleh orang taat beragama. Asal siapkan saja stok bahan pangan, sandang,  transfortasi dan kebijakannya. Pada saat yang tepat uang akan beredar melalui salurannya. Mereka tidak akan menumpuk harta untuk kebutuhan pribadinya di dunia. Harta akhirat bagi kaum religi lebih bermanfaat. Harta dunia yang disedekahkan merupakan harta yang sesungguhnya dia miliki hingga alam  kekal.

 Bagi pemerintah cukup meningkatkan ilmu manajemen  lewat organisasi kemasyarakatan saja. Kebijakan kegiatan religi di imbangi dengan stok pangan dan sandang yang persediaannya aman. Sebab tidak akan ada artinya jika barang pangan dan sandang sulit di dapat di pasaran. Stabilitas di atas ini, kini dibidik Timor Leste yang mengajak rekonsiliasi warga timor timur di NTT. Tampaknya mulai ada gejala pemerintah tetangga itu ingin  mengulang masa keemasan saat jadi Provinsi ke 27 saat itu. Kini uang rakyat NKRI menumpuk di Bank sementara warga tetangga hanya mampu wajib belajar hingga kelas 3 SD. 

Jika pemerintah saat itu sempat tergiur dengan uang tabungan jemaah haji. Kini seharusnya tergiur dengan derasnya uang di bank mengslir ke pelosok desa saat mudik idhul fitri. Uang yang numpuk di bank bisa dikendalikan pemerintah lewat ilmu manajemen di atas. Untuk mengendalikan uang umat muslim bisa lewat : Perjalanan Ibadah Haji yang terjangkau, lewat gebyar pembangunan tempat peribadatan yang representatif dari hasil swadaya masyarakat, kemudahan penyelenggaraan hajatan keluarga, peringatan kumpul-kumpul keagamaan memupuk rasa syukur, membangkitkan organisasi kemasyarakatan untuk menggenjot UMKM, dll.

Jika harta masyarakat dalam bentuk logam mulia atau permata, mungkin agak sedikit sulit di lacak. Dari kekayaan rakyat itu, kemaslahatannya sulit dikendalikan jika orangnya tidak terbina nilai pancasilaisnya. Selagi harta kekayaan di atas, dimiliki oleh individu berketuhanan (sila ke satu). Lewat pemuka masyarakatnya harta itu bisa diarahkan untuk kegiatan sosial dan keagamaan. Mungkin bagi pemilik harta yang tidak religius bisa diarahkan ke manajemen duniawi, seperti konser, bahkan hingga bentuk kegiatan online berhadiah. Maaf  bentuk yang terakhir ini mendekati judi terselubung yang diharamkan agamawan. Kalau masih ada jalan lain sebaiknya jangan menempuh jalan yang satu ini.

.

Bola dunia yang diselenggatakan di Qatar, atau penyelenggaraan balap mobil listrik di jakarta. Pertukaran pelajar luar negeri bisa meningkatkan peredaran uang di tempat pariwisata. Dengan demikian, uang itu tidak numpuk di kantong-kantong bank yang nota bene milik orang tertentu. Konon milik masyarakat tingkat perekonomian menengah ke atas.

Bulan Ramadhan sudah tinggal menghitung hari. Jalur mudik jalan aspalnya harus sudah licin. Untuk daya tarik warga berduit berwisata ke desa-desa. Saat itu kaum hartawan akan menjenguk keluarganya di kampung. Mereka akan menghamburkan uang di pelosok terpencil lewat sedekah dan membeli oleh-oleh. Sayang sekali saat ini  tampak di tol arah jakarta Cikampek sudah banyak yang berlubang, membahayakan. Mungkin jalan tol dibawah jalan layang itu, harus segera di atasi. Kan jalan berbayar ?

Isu masuk sekolah jam 05.00 WITA di NTT harus diapresiasi untuk ditiru dan direalisasikan ke perayaan menuju idul fitri. Pulang kampung lebih awal bagi siswa SMA/SMK dan Perguruan Tinggi dengan kendali PBM Online. Mereka bisa melakukan itu dalam kerangka manajemen belajar online dari desa-desa terpencil. Hal demikian bisa dilakukan sebelum hari raya tiba, bahkan lebih awal. Dengan program demikian diduga perekonomian kerakyatan akan meroket karena produk UMKM akan diburu warga perkotaan. Daerah wisata tempat kelahiran akan mengungkit kenangan lama dan memotivasi hasrat warga untuk membangun daerahnya. Uang di bank akan segera tersalurkan lewat pembangunan di daerah terpencil seluruh NKRI. Pembangunan  kerakyatan lewat swadaya masyarakat. Tentu harus menyentuh individu yang menumpuk uang di bank (DN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun