Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Noe Sabrang Letto Saingi Media Sosial, Lewat Aplikasi Symbolic (Mempermudah Kita Menilai Individu)

5 Desember 2022   09:16 Diperbarui: 5 Desember 2022   13:08 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Symbolic adalah medsos yang dirancang khusus untuk dunia pendidikan. Cuitan yang dibuat individu di Symbolic akan masuk big data. Dari dokumentasi ini media Symbolic akan mengelompokannya. Bagi orangtua dan guru dapat mendeteksi bakat anaknya dari data-data di aplikasi ini. Intinya akan mengubah isi keranjang sampah medsos menjadi mutiara yang tak ternilai harganya. Kurang lebih, demikianlah intisari yang disampaikan Noe Sabrang personil dan vokalis group band Letto.

Tampaknya pendeteksian media sosial Symbolic akan lebih akurat dibanding catatan wali kelas di buku raport. Mengapa? Jawabannya karena data tulisan berupa cuitan-cuitan itu, terkumpul dan dikelompokan. 

Sehingga orang dewasa bisa menilai seberapa kompeten kah seseorang  layak jadi pembicara. Hal ini dapat dilihat dari isi tulisan yang mereka share. Audien bisa menilai seberapa banyak buku yang telah dia baca oleh seseorang berdasarkan isi cuitannya.

Berawal dari rasa miris atas kejamnya media sosial yang ada saat ini. Realita yang ada di medsos, seorang pakar sekelas profesor bisa di bantai anak ingusan yang baru belajar menulis. Padahal anak  itu sudah pasti tidak punya reperensi yang cukup, tapi cuitannya bisa memancing respon dari banyak netizen. 

Cuitan di medsos memang sangat kejam dan sering sangat liar. Realita yang ada netizen banyak yang tidak ramah terhadap disiplin keilmuan. Diduga karena keterbatasan kepustakaan, namun ada emosi memuncak untuk berkomentar diruang bebas, tanpa sekat. Inilah yang dibidik media symbolic.


Dengan media sosial Symbolic, orangtua dan guru akan dapat mendeteksi bakat siswa. Dari cuitan dan gambar yang di share akan masuk ke Big data. Semua data-data yang terangkum aplikasi Symbolic akan dapat membantu orangtua dan guru, menilai kepribadian siswa.

Jika selama ini cuitan dan share gambar di media sosial seperti FB, & IG, hanya menyerupai keranjang sampah. Di aplikasi Symbolic semuanya itu begitu bermakna. Bukan sampah melainkan data penting untuk masa depan individu pemilik data. Kebiasaan siswa memberi komentar pada gambar, mengomentari tanggapan lawan bicara, hingga lahirnya bulying sesama netizen. Semua itu, jika terekam dan masuk big data akan sangat bermanfaat untuk sebuah riset.

Kadang orang dewasa saja sering melakukan perdebatan di group WA, hanya sebatas untuk menggugurkan pendapat orang lain. Karena rutinnya melakukan aktivitas hal yang sama jika terangkum dalam keranjang big data di symbolic akan masuk dalam berbagai pengelompokan data-data. Bahkan bisa menilai jaringan bulying yang rutin dilakukan sekelompok makhluk sosial.  Berdasarkan data yang ada akan terdeteksi individu yang selalu nimbrung membully orang lain.

Sebaiknya dunia pendidikan menyambut kehadiran karya yang peduli pada masa depan generasi muda ini. Kita semua akan dapat menghargai seseorang karena karya-karyanya yang ada di Big data. Bukan lagi memikirkan "siapa yang menyampaikan tapi apa yang disampaikan" karena berdasarkan karya-karya yang terkumpul, kita dapat  menilai tokoh yang berbicara lewat cuitan di medsos.

Mahadata (big data), data raya, data raksasa, atau data bandang adalah istilah umum untuk segala himpunan data dalam jumlah yang sangat besar, rumit, dan tak terstruktur sehingga menjadikannya sukar ditangani apabila hanya menggunakan perkakas manajemen pangkalan data biasa atau aplikasi pengolah data tradisional belaka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun