Kontrol sosial terhadap dunia pendidikan, sebaiknya mengedepankan pentingnya peningkatan mutu di era persaingan global dewasa ini.  Agar sekolah yang ada itu terpelihara dan beragam pilihan mutunya. Mutu dalam pembinaan bidang seni, mutu dalam bidang olah raga, sains,  dan semacamnya. Semuanya itu, untuk mengembangkan kompetensi siswa yang realitanya  berbeda-beda. Karena bakat siswa itu begitu beragam, maka perlu wadah yang cocok untuk pengembangannya.Â
Konsep manajemen dari Malcolm Baldrige yang sudah terbukti di Amerika Serikat. Kini mulai terbukti di berbagai negara setelah di terapkan di berbagai instansi, memang berhasil karena penerapannya sampai tuntas dalam iklim yang terjaga dengan baik.  Jika ingin diterapkan dalam dunia pendidikan, Iklim pendidikannya harus di jaga  dulu bersama-sama agar stabil. Kurikulum apapun yang digunakan, jika ingin melihat hasilnya secara utuh harus tuntas penerapannya.
Kesenjangan ekonomi masyarakat Indonesia begitu beragam. Masyarakat  pemilik SKTM harus mendapatkan perhatian utama agar mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu  demi perbaikan keadaan keluarganya kelak. Tanpa anggaran yang memadai  pencapaian mutu itu sangat mustahil bisa tercapai. Maka orang kaya harus mau membantu sekolah menerapkan subsidi silang. Tatkala pemerintah belum mampu membiayai pendidikan gratis sepenuhnya. Peran serta masyarakat kerannya harus di buka. Kebijakan Kang Emil di Provinsi Jawa Barat sudah maksimal. Tidak selayaknya untuk di bully gara-gara sebuah kasus yang belum di klarifikasi. Kini klarifikasi itu sudah bisa di baca di berbagai media. Semoga peristiwa ini tidak meruntuhkan bangunan peradaban yang selama ini sudah berdiri dengan penuh santun. Karena mutu pendidikan itu, begitu  sangat dirindui masyarakat seluruh pelosok NKRI.
Kini ada indikasi arus deras masyarakat kaum berduit untuk memilih  sekolah di luar negeri,  atau bersekolah di dalam negeri milik  yayasan orang asing dengan kurikulum milik mereka juga. Tentu karena alasan jaminan kualitasnya  begitu terukur. Sekolah demikian begitu nyata mutu pendidikannya karena bebas berinovasi hingga tuntas. Karena sekolah mereka itu  nyaris tanpa rongrongan. Karena kualitasnya itulah sehingga dicintai masyarakatnya.
Mengapa mereka begitu mencintai sekolah yang dikelola asing atau memilih sekolah di luar negeri ? Karena di dalam negeri itu hampir tidak ada pilihan lain. Suhu di dalam sekolah negeri sering naik turun tidak stabil. Bahkan banyak program berhenti di tengah jalan, karena kebijakan yang  terus berubah. Untuk bersaing dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan itu, iklim pendidikannya  harus di jaga agar stabil berkeadilan. Pelaku kontrol sosial harus ketat mengkritisi mutu dan mengkritisi keadilan. Khususnya adil bagi masyarakat yang tidak mampu dibidang ekonomi. Agar pemilik SKTM bisa duduk satu bangku dengan mereka yang hidup berkecukupan, alias konsep simbiosis mutualisme.Â
Tampaknya jika melihat gambaran  kondisi di atas, begitu pentingnya ke stabilan iklim pendidikan itu. Namun sangat terasa tidak adil yang dilakukan  kontrol sosial bernama  Buya Eson @emerson_yuntho ini. Dia telah share video pembahasan RKAS di SMA3 Kota Bekasi, dengan kata pengantar begitu profokatif menyeret nama Kang Emil. Di pengantar video itu tertulis bunyinya "Sore Pak @ridwankamil masih jadi Gubernur Jawa Barat atau sudah pensiun? Ini ada pungutan di sekolah menengah negeri di Jawa Barat, sebaiknya dibiarkan atau ditindak?"
Padahal cuplikan video itu ada dugaan diambil saat rapat pembahasan RKAS. Rapat itu sesungguhnya adalah dialog mencari kesepakatan. Kalau yang upload video juga menyandingkannya  dengan suasana rapat pembahasan RKAS di tempat lainnya, bisa kita acungi jempol, begitu mulia kinerjanya.  Tapi dari satu kasus itu, yang di bully di twitter justru Kang Emil yang sedang kunjungan kerja di Karawang bersama Kadisdik. Karena video ini viral, KCD wilayah 3 langsung meluncur ke Karawang menemui Kadisdik & Gubernur Jawa Barat. Meluncur ke Karawang sambil melakukan rapat darurat lewat zoom dengan para kepala sekolah dan pengurus MKKS Kota juga Kabupaten Bekasi. Semuanya tampak seperti sangat genting, karena yang dibully netizen di twitter itu Kang Emil. Padahal itu hanya cuplikan video durasi sangat pendek dari salah satu sekolah di Jawa Barat. Mungkin jika videonya lebih panjang tidak akan seheboh itu. Karena cuplikannya tidak sempurna, terkesan berita itu begitu bombaptis, memancing lahirnya bully terhadap Gubernur Jawa Barat.
Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai "penindasan"). Begitulah yang terjadi pada Kang Emil, adalah dampak dari ulah pengunggahan  penggalan video dengan komentar bernada provokatif, tanpa ada klarifikasi berimbang, dari sumber informasi dalam gambar. Tapi mungkin ini merupakan suatu cara atau strategi seorang pelaku kontrol sosial. Cara memancing lahirnya bully terhadap Gubernur  Jawa Barat, melalui cara upload video penggalan pembahasan RKAS yang dibahas komite sekolah. Ini hanya  satu kasus, saat  realisasi pemberlakuan SK Gubernur yang begitu lama ditunggu-tunggu.
Dalam hal unggahan ini, mengakibatkan lahirnya bully terhadap Gubernur Jawa Barat lewat Twitter, tak terhindarkan lagi. Viralnya berita itu membuat kecewa sebagian besar orangtua siswa yang menyekolahkan anak di gedung yang tidak layak huni.
Semua orangtua di atas, menunggu kesempatan penyelenggaraan rapat komite sekolah. Para orangtua siswa yang rindu anaknya berprestasi di sekolah demikian itu, rata-rata sedang menunggu kepastian waktu rapat komite sekolah yang  sudah lama terlunta-lunta.
Ironis memang ketika ada siswa belajar di lantai tanpa alas dan dibawah gubuk bertiang bambu, berlokasi di perumahan elite. Tampak  sungguh sangat mengibakan, padahal tidak semuanya benar. Sebab ada pula anak yang merasa nyaman dengan suasana demikian itu,  menganggap sebagai suasana unik di balik gemuruh kereta api yang lewat secara rutin, berjarak 30 meter di samping sekolah itu. Sekolah tak berpagar, tampak  begitu indah ketika kereta api lewat di malam hari dengan sinar lampu bagai meteor jatuh. Tapi jika siang hari sangat mengganggu perhatian siswa yang sedang belajar. "Sebaiknya segera di pagar agar siswa fokus belajar" Ujar salah seorang orangtua siswa. Untungnya tentang pagar sekolah sudah ada kabar baik dari pemerintah melalui KCD3 dan perumahan Matland. Ini suatu bukti kerja mengurusi sekolah itu tidak mudah. Jangan sampai dirobohkan oleh pihak ke tiga yang melihatnya dari jauh.
Di sekolah gubuk apung itu, ada bangunan dari bambu sebagai tempat serbaguna di atas gelombang ombak ilalang yang tiada henti bergerak saat tertiup angin. Keindahan suasana Gubuk Apung ini, sangat kontras sekali dengan kondisi lingkungannya yang diapit stasiun kereta listrik yang megah berdekatan dengan RS Hermina yang menjulang tinggi. Kolam renang exekutif dan bangunan SMK Pariwisata yang sedang dibangun tepat di samping SMA yang sedang menunggu kabar baik itu.
Ketika sudah diluncurkan Pergub Jawa Barat bernomor : 44. Napas begitu lega karena suasana masyarakat sekolah  mulai ada harapan besar, untuk mengubah kondisi belajar siswanya. Namun kondisi itu, tidak lama, harapan besar demikian, terpuruk kembali. Karena viralnya video yang di share pelaku kontrol sosial di atas. Memang terdengar  ada suara dukungan dari sebagian kecil masyarakat yang beranggapan jika ada undangan dari sekolah pasti UUD.  Padahal seharusnya tidak selalu demikian. Banyak sekolah sudah melakukan pertemuan dengan orangtua siswa hanya sosialisasi program saja. Dan banyak sekali yang melakukan hal demikian, selama menunggu SK Gubernur, saat itu.
Proses menunggu lahir SK Gubernur memang melelahkan, akhirnya lahir juga. Sayangnya begitu lahir, langsung ditarik kembali untuk di revisi.  Dan ketika revisi itu usia kini malah ternodai oleh berita yang seolah-olah dibuat miring itu. Karena  viralnya gambar dalam video dengan narasi sepihak. Tentu saja  sangat tidak berimbang dan merugikan dunia pendidikan yang lebih luas.  Sementara pengelola pendidikan sedang berupaya meningkatkan kompetensinya, tiba-tiba mencuat berita miring yang meruntuhkan idealisme dan ambisi mengejar mutu. Padahal  persaingan global di dinia pendidikan sedang berkecamuk.
Dunia pendidikan itu, sudah sepakat bahwa  kontrol sosial itu begitu penting kehadirannya. Sekolah sebagai tempat digodoknya para calon intelektual memerlukan kontrol yang membangun. Untuk lahirnya peradaban yang membawa bangsa ini lebih maju. Untuk itu, arah  kontrol sosial hendaknya menuju ke kualitas pendidikan yang menyeluruh,  untuk jayanya NKRI ke depan. Jangan sampai orang berduit di negeri ini tergiring menyekolahkan anaknya di luar negeri dengan biaya super mahal. Padahal ideologi yang diusung pengelola pendidikan negara lain itu, tidak menyentuh pendidikan moral pancasila. Karena sekolah di luar negeri itu, milik orang yang tentu saja punya kepentingan bagi pemiliknya.
Usut punya usut, berita viralnya video dugaan pungli di salah satu SMA itu, berasal dari komentar di video. Diduga gambar diambil saat pemaparan program oleh Komite SMA3 Kota Bekasi. Potongan video yang menayangkan gambar diagram presentasi di layar LCD ditonton peserta rapat yang duduk dengan tenangnya. Video berdurasi  beberapa detik itu, dikomentari nada provokasi, dengan suara agak keras. Tentu saja video itu setelah di share ke twiter Kang  Emil, mendapat  komentari ratusan pembaca. Bahkan nyaris tragis untuk mayoritas sekolah yang sedang mempersiapkan rapat komite.
Komentar pro dan kontra itu  pada mulanya memojokan SMA3 Kota Bekasi, lalu merembet ke kondisi di luar Bekasi bahkan lintas provinsi. Akhirnya kini mulai banyak yang memojokan Buya Eson @emerson_yuntho si pengunggah. Bahkan twiter Kang Emil sempat dibanjiri bantahan para orangtua dan masyarakat yang rindu kemajuan pendidikan. Saking maraknya, hingga ada yang share video tandingan mengkritik pengunggah video itu. Tampaknya pengunggah video begitu sibuk menangkap bantahannya. Tentu saja saling bantah demikian cukup mencerdaskan bangsa. Penulis menilai hal ini bernilai positif. Dengan terjadilah tukar menukar informasi yang banyak menggarisbawahi berita bantahan dari pihak SMAN3 Kota Bekasi. Masyarakat jadi paham tentang duduk perkaranya.
Kontrol sosial itu, pekerjaan sangat mulia. Maka sebaiknya kontrol sosial demikian  disampaikan secara lebih berimbang saja. Sebab dapat diakui pula oleh sebagian masyarakat luas dalam segi manfaatnya. Terutama tentang nilai positif dari peristiwa ini. Diantaranya, ada kesempatan luas bagi pengelola  sekolah swasta untuk berbenah, agar masyarakat tidak fokus menyekolahkan anak ke sekolah berlabel nnegeri. Semakin terus menerus sekolah negeri di guncang-guncang, maka ada kesempatan bagi sekolah swasta untuk berbenah. Walau secara  persaingan global, mutu pendidikan secara nasional tentu sangat terganggu. Dikala pemerintah belum sanggup membiayai secara penuh.  Pendidikan itu akan tetap maju jika ada peranan keluarga,  pemerintah  dan peran masyarakat.
Jika orangtua siswa ingin membangun pendidikan untuk anak dan keluarganya, percayakan pada ahlinya.  Tentu para ahli pendidikan itu perlu koreksi dari pelaku kontrol sosial yang beradab. Jika pelaku sulit diberi masukan, mungkin tidak ada jalan lain selain merobohkan bangunan ? Bangunan peradaban berupa tatanan sopan santun sebagai budaya kita. Tentu saja harus ada bukti memadai. Karena pengelola pendidikan yang penulis kenal mereka sangat menjunjung etika. Sangat jauh dari peristiwa yang kita temui di terminal angkutan umum. Ketika kontrol sosial menerapkan strategi yang sama antara  di terminal dan di dunia akademisi, maka akan lahir do'a orang-orang teraniaya.
Ketika bangunan mutu sekolah negeri terpuruk karena pemerintah belum mampu membiayai pendidikan seluruhnya. Dan peluang  peran serta masyarakat dalam bidang pembiayaan terganjal. Jangan khawatir, mungkin bisa lewat sekolah swasta yang punya konsep jelas dan terarah seperti konsep sekolah negeri idamannya itu. Orangtua siswa dapat berkarya untuk kemajuan dunia pendidikan lewat sekolah swasta tempat anaknya belajar. Dikala sekolah negeri sedang tidak stabil suhu pendidikannya, semoga sekolah swasta bisa berkembang.Â
Mungkin koflik  di atas antara pelaku  kontrol sosial dan  pengelola pendidikan, masih ada khikmah yang bisa diambil oleh kedua belah pihak. Kontrol sosial itu begitu penting, untuk masyarakat luas. Akan lebih elok jika  pelaku kontrol sosial mengambil sikap yang berbeda ketika berhadapan dengan dunia pendidikan. Dunia pendidikan itulah yang pernah mengajari kita semua membaca dan menulis, bahkan mengajari moral untuk saling tolong menolong.  Termasuk Kang Emil bisa jadi Gubernur Jawa Barat karena peran serta dunia pendidikan. Sebaiknya kita semua harus penuh adab ketimuran, dalam mengkritisi dunia pendidikan. Walau kontrolnya kini terlanjur kurang bernurani seperti kisah di atas, semoga kedua belah pihak saling memperbaiki diri dan saling memaafkan. Pelaku kontrol sosial juga manusia biasa yang bisa khilaf. Wallohu alam (DN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H