Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Ngamumule Budaya Sunda" Tidak Musrik...? Berkorelasi Dengan Kamtibmas.

11 Juni 2022   22:09 Diperbarui: 13 Juni 2022   10:57 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Subang & Penulis (foto koleksi pribadi)

Di kampung Junti, dua ekor kerbau  besar, pernah hilang dalam semalam  dan  villa milik seorang tentara di bobol maling. Dikampung Tonggonglondok warung milik Nyi Yonoh hampir di bongkar, bahkan mobil Inova di depan pabrik tahu sudah dibobol. Peristiwa lucu pernah terjadi di Babakan Oncom, kolam ikan di belakang rumah warga  dipanen  maling  pada malam hari ketika pemilik tertidur . Dan masih banyak peristiwa serupa di wilayah kecamatan Cisalak ini. Ada yang berpendapat Cisalak itu perlu di "Ruwat", atau umumnya disebut Hajat Buruan. Sejak tradisi ini  hilang, kejahatan  meningkat di lokasi ini. Mengapa ?

Hajat Buruan adalah suatu tradisi bersyukur yang berkearifan lokal. Disetiap daerah Sunda, bentuknya sangat beragam kekentalan budayanya. Ada yang masih menjunjung tinggi budaya animisme, dinamisme, disamping ada yang sudah berakulturasi dengan ajaran & budaya Islam

Budaya animismeu dan dinamisme di berbagai daerah Sunda dalam acara "Ruwatan" hampir  tidak  ada lagi  perilaku  kemusrikan yang  konotasinya menduakan Sang Khaliq. Justru budaya religi yang paling kental  pada Ruwatan/Hajat Buruan saat ini, sering merupakan syi'ar lewat lantunan ayat suci Al-Quran. Kadang disertai ceramah siraman rukhani dari pemuka agama setempat dan wejangan dari para sesepuh.

Hajat Buruan di daerah Sunda pada umumnya dilakukan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat akan hasil panen yang melimpah, dan cara untuk menolak bala. Dalam perkembangan terakhir, pembakaran kemenyan dan mantra-mantra (Jangjawokan) sudah diganti dengan seremony yang mengarah pada ajaran pesantren.

Tak jarang pula ruwatan tampak sangat universal merangkul umat lintas keyakinan. Tampaknya hal ini yang Kang Yoyon wacanakan. Beliau sebagai penggagas acara ruwatan di Kacamatan Cisalak, Kabupaten Subang,  masih mencari bentuk. Bahkan tanggal pasti kelahiran saja masih diperdebatkan. 

 Dengan mencari sesepuh yang punya data pembanding bahwa Cisalak 

Kang Yoyon (Foto Koleksi Pribadi)
Kang Yoyon (Foto Koleksi Pribadi)
itu lahir diduga sebelum pemekaran Kabupaten Purwakarta pada Tahun 1968. Sebab menurut Kang Yoyon kakak dari mantan Camat Agus Hendra S.IP itu,  mengatakan "ada banyak sesepuh yang berpendapat bahwa Kecamatan Cisalak itu sudah ada jauh sebelum pemekaran Kabupaten Purwakarta". Penulis menyarankan agar panitia Ruwatan & Ulang Tahun Kecamatan Cisalak konsultasi  dulu ke keluarga Eyang Rangga yang ada di Subang.Apalagi Eyang Raden Rangga Martayuda itu seorang tokoh nasional yang di hormati sejak jaman penjajahan Belanda. Waktu penulis sekolah di SD Darmaga sering melihat monumen Bukanagara di pinggir pagar sekolah itu, tepatnya dibawah pohon Cerry. Saat para siswa SD panen buah cerry, penulis pernah sibuk mengumpulkan buah pohon liar itu di samping bangunan monumen bersejarah.

Sayangnya  saat itu ada seorang kakek tua, merobohkan patung-patung kecil yang ada, hingga bangunanpun dirobohkan warga. Diduga karena sering ada yang menaruh sesajen. Padahal menurut H.Mamat sesepuh Kapuknahun, itu adalah monumen pembangunan Jalan Pedati menuju Bukanagara yang dibangun Eyang Raden Rangga Martayuda. Mungkin saja bangunan itu ada hubungannya dengan cikal bakal lahirnya Kecamatan Cisalak. Atas dasar itulah Penulis menyarankan adanya konsultasi kepada keluarga Raden Eyang Rangga Martayuda yang ada di Subang. 

Terlepas dari tanggal lahir Kecamatan Cisalak. Fokus panitia Ruwatan ini  menurut Kang Yoyon adalah untuk merekatkan hubungan kemasyarakatan. "Nanti Bupati Subang  H.Ruhimat, akan diminta memainkan musik tutunggulan dengan lisung  yang disediakan panitia,  ha ha ha ..." Jelas Kang Yoyon sambil tertawa. Dilanjutkan dengan pernyataan bahwa, kebetulan Camat Cisalak saat ini baru satu bulan di lantik di Subang. Konon beliau itu sangat menghargai budaya. Masyarakat setempat menurut pengamatannya, sudah rindu dengan pagelaran budaya. Selama ini acara  tujuh belasan/Agustusan  berupa acara rutin pesta arak-arakan "Dongdang"  dua tahun tidak di gelar karena adanya wabah Covid-19.


Kang Yoyon mengajak penulis menghadap Bapak Andri Darmawan selaku Camat Cisalak yang baru dilantik. Sekalian menemui Kyai Yaya dari pesantren Istiqomah dan para sesepuh yang masih hidup. Sekalian membuat dokumentasi dan minta petunjuk. Terungkap pula ada rasa prihatin dengan kondisi  sesepuh Kapuknahun H.Mamat saat ini, dalam keadaan masih sakit dan tidak mungkin diajak rembuk. Penulis menyarankan untuk tetap meminta pendapatnya. Bahkan perlu diliput untuk sebuah dokumentasi. Mumpung sesepuh itu masih ada. Gagasan ruwatan ini tampaknya sebuah wacana mulia yang muncul dari seorang  warga kelahiran Cisalak bernama Kang Yoyon. Mungkin ini adalah langkah maju "ngamumule budaya Sunda" dan menghormati jasa leluhur. Minimal menjaga peninggalannya dengan penuh rasa hormat.

Disamping hal di atas. Ada hal krusial yang perlu dicermati bersama. Saat ini warga Cisalak, Subang, sering diresahkan dengan banyaknya kejahatan berupa pembobolan rumah  kehilangan kerbau,  kehilangan kendaraan roda dua, bahkan roda empat. Beberapa peristiwa pelakunya sempat kepergok warga, tapi didak berdaya karena penjahat itu membawa pistol. Penulis sempat mengalami sendiri, bahwa pelakunya berombongan menggunakan mobil minibus warna putih dengan arah menuju ke arah timur. Bahkan kendaraan dinas plat merah pernah di curi  dan ditemukan di daerah Tanjung Siang, karena mogok.

Anehnya, banyak warga yang pernah memergoki pelaku kejahatan, dengan ciri-ciri yang sama.  Tapi belum pernah ada laporan pelakunya tertangkap. Padahal sering kepergok masa. Mungkin dengan adanya "Pesta Ruwatan" ikatan kekeluargaan itu diharapkan  lebih dekat lagi  bahkan erat. Keamanan setempat bisa lebih ditingkatkan. Walau realita kejahatan di lokasi ini seperti itu. Patut di syukuri di wilayah ini masih ada sosok polis seperti Ade Hidayat. Beliau sebagai Bhabinkamtibmas Polri yang penuh tanggung jawab tanpa pamrih. Inilah sosok polisi yang layak di apresiasi.

Saking dekatnya dengan warga, Polisi Ade, pernah menulis di FB dengan memasang foto dan bertuliskan "niatnya sih silaturahmi sambil jalan kaki di Kp Jati, Ehh..malah ditantang makan lagi, padahal tadi pagi dah sarapan sorabi. Beginilah resikonya jadi Bhabinkamtibmas Polri. Terimakasih warga yang baik hati" Ungkapnya.

 Tampak di foto itu, beliau sedang makan bejamaah di serambi sumah warga. Menggambarkan begitu dekatnya Polisi Ade dengan masyarakatnya.  Jikalau semua penegak hukum itu seperti beliau pasti rakyat sekitar merasa aman dan damai. Bukan sebaliknya kadang suka ada yang menjadi oknum mengotori institusi yang  mulia ini. Penulis sering meminta bantuan kepada Polisi Ade Hidayat alumni SMA2 Subang ini. Tampaknya daerah Cisalak, Subang ini perlu  sosok pemimpin seperti beliau. Disamping itu,  daerah ini perlu di "Ruwat" yang syar'i  agar masyarakatnya lebih damai dan bersahaja. Karena tugas berat polisi juga perlu bantuan dari warganya yang penuh kekompakan.

Lewat acara hajat buruan berupa tradisi ruwatan, diharapkan kejayaan Subang di Masa Raden Rangga Marta Yudha bisa terulang, bahkan melebihi. Konon saat itu kaum petani perkebunan lebih subur ketimbang mandor perkebunan yang berstatus sebagai pegawai negara.  Tidak seperti saat ini, petani sering terkena ulah nakal para tengkulak. Padahal upaya pemerintah terus meningkatkan strategi ke arah itu. Ada apa ?

Konon dahulu jaman Raden Rangga Marta Yudha, rakyat begitu hormat pada pemerintahannya. Warga begitu kompak dalam persatuan, seperti menjaga keamanan bersama. Bukti nyata kepatuhan rakyat, pada saat membuat jalan. Walau tanpa alat berat, jalan Bukanagara terbentang hingga saat ini, berkat solidnya pemerintah dan rakyat saat itu. Konon korban berjatuhan karena terjalnya medan, dan curamnya tebing. Tapi tidak menyurutkan semangat rakyat dan pemerintah.

Kini monumen Raden Rangga Marta Yudha kokoh berdiri di lapangan  Cupunagara (depan pabrik teh). Padahal makamnya ada di Pajaratan  menuju pusat pelatihan "Waglo".  Sebagai penghormatan pengurus "Yayasan Sanghyang Tikoro" Makam Eyang Rangga, Makam Eyang  Ilat, dst.,  sudah muncul di google maps. Bahkan jika kita buka nama waglo di google maps, akan muncul nama-nama tempat di sekitarnya. Ini adalah bagian dari upaya penulis, berbakti untuk negeri. 

Kang Yoyon, Camat Cisalak, Lurah Cisalak, Sesepuh setempat, dst.,  pernah beberapa kali berkumpul di lokasi "Waglo" bicara tentang banyak hal. Wacana pembuatan jalan,  pembuatan nama lokasi, hingga pencantuman nama di google maps pernah dibahas. Kali ini pembicaraan fokus pada acara "hajat buruan/Ruwatan".

Tampaknya lewat ruwatan /hajat buruan ini, jika kelak pesta rakyat ini terwujud. Akan ada sejarah baru di Cisalak, Kabupaten Subang. Yang akan berkorelasi dengan peningkatan keamanan setempat. Wallohualam(DN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun