Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Salat Ied di Negeri Nyi Roro Kidul. Parang Tritis, Bantul, Yogyakarta. Layak di Tiru

2 Mei 2022   12:42 Diperbarui: 9 Mei 2022   15:29 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan mata telanjang saja  kapal nelayan dapat terlihat. Apalagi jika menggunakan teropong dalam ukuran besar (Tampaknya pemerintah/pengelola wisata, menyadari hal ini). Jika pengelola menyediakan teropong berbayar pasti laku di lokasi ini. Karena di gua-gua,bukit karang Parangtritis banyak disertai  lubang pengintai yang tersembunyi diantara celah batu. 

Sementara waktu, sekarang ini, baru bèrdiri sewa tempat untuk berfoto selfy saja. Belum ada  sewa pakaian  menyerupai pakaian tertara Jepang, atau teropong pengintai. Mungkin kelak akan ada sewa peratan perang-perangan. Iedul Fitri kali ini sangat menjanjikan untuk pengelola wisata Parangtritis. Dapat dilihat dari jumlah pendatang peserta salat Ied di berbagai wilayah, yang hampir pasti berwisata bersama keluarga.

Dari puncak tumpukan batu karang Parangtritis, jika menoleh ke arah timur pantai,  sekitar 300 meter dari Jembatan Kretek, ada lapangan sepak bola. Lapangan inilah yang digunakan salat Eid di tahun 2022 ini. Penulis sudah lebih dari 5 kali salat Eid di lokasi ini. Kini pinggir jalanannya sudah berdiri kios dan lapak tempat usaha. Karena pesatnya pengembangan  wisata Parangtritis menuju ke puncak gunung.

Apakah khutbah Ied menyangkut  pengelolaan wisata dan religi? Sayang khutbahnya selalu total berbahasa daerah setempat, sehingga penulis kurang memahami makna secara utuh. Biasanya pendidikan masyarakat itu mengena lewat jalur keagamaan, termasuk program keamanan daerah wisata.

Kita uraikan tentang nilai sejarah lokasi ini. Bahwa 20 tahun yang lalu, di lokasi sekitar lapangan ini, ada beberapa benteng kecil berupa bangunan dari tembok yang sangat tebal, membentuk ruangan gelap gulita. Konon merupakan tempat penyimpanan senjata  bagi tentara Jepang. 

Kembali ke lokasi perbukitan batu karang sekitar Bantul hingga Parangtritis. Diatas perbukitan sering ditemukan beberapa kompleks pemakaman yang angker. Mengapa dikatakan angker ?

Karena makamnya dibuat berupa tumpukan batu, di beri atap genting yang kini sudah pada rapuh, bebatuan yang berlumut, terkesan seperti rumah hantu. Tambah angker lagi, karena di daerah ini sejak dulu kental dengan kisah Nyi Roro Kidul.

Pada tahun 1970an  saat penulis masih duduk di bangku SD dan SMP pernah rekreasi ke lokasi ini. Waktu itu, mayoritas bangunan rumah di sekitar jalan menuju Parangtritis, dominan beratap jerami. Inilah daya tarik saya pribadi saat itu. 

Tapi keunikan itu, kini menghilang seiring waktu. Karena bangunan di pinggir jalan itu atapnya sudah diganti dengan genting. Bahkan dindingnya banyak  yang sudah menggunakan beton bertulang. "Karena sering dilanda kebakaran..!" Jawab beberapa penduduk lokal yang diwawancara, memberi alasan mengenai hilangnya atap jerami di lokasi ini.

Dahulu saya sangat jengkel kalau wisata ke Parangtritis.  Setiap wisatawan yang datang di pantai ini, wajib membeli kelapa muda, untuk persembahan. Sering sekali pengunjung dipaksa untuk membeli kelapa dengan ancaman jadi tumbal "Nyi Roro Kidul." Nyai  akan murka jika tidak diberi sesajen, kata mereka dan itulah sebabnya pantai Parangtritis sering makan korban. "jika tidak membelikan kelapa muda untuk sesajen" Kata nenek setengah tua  penjual kelapa.  

"Siapa namanya...?" Tanya nenek tua kepada saya saat itu. "Dedi..!" Jawab saya yang sedang asik berfoto bersama dengan teman dari SMP Cisalak, Subang, Jawa Barat, saat itu. Saya berlari mengejar ombak, tapi dikejar nenek tua membawa golok yang sangat tajam. Saya lari lagi ketempat yang lebih jauh mencari posisi yang baik untuk berfoto. Kagetnya luar biasa, si nenek setengah tua itu mengcungkan golok dalam satu kali tebas kelapa muda terbelah dua. Air kelapa menyatu dengan buih air pantai. "Mana uangnya...!" Tanya si nenek. Saya  tetap tidak mau bayar. Dan terus dikejar-kejar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun