Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Salat Ied di Negeri Nyi Roro Kidul. Parang Tritis, Bantul, Yogyakarta. Layak di Tiru

2 Mei 2022   12:42 Diperbarui: 9 Mei 2022   15:29 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit di atas pantai ini merupakan tumpukan batu karang yang kokoh (foto Republika)

Tebing yang ada di atas hamparan pasir putih itu, adalah gunung batu karang. Karena kerasnya karang (parang) sampai jutaan kali hantaman ombak air asin tak mampu menghanyutkannya. Dirasa bukit ini, sangat aman dari pengaruh hantaman & deburan  ombak lautan. Maka bagi  sebagian pengelola perhotelan, memberanikan diri untuk membangun penginapan megah di atasnya. 

Tentu lokasi bangunan tak jauh dari atas tebing itu, karena wisata pantai adalah tujuan utamanya. Pembangunan  lokasi Bukit Paralayang Watugupit  dan  reklamasi pengelolaan lokasi gua peninggalan Jepang sangat menjanjikan keuntungan bagi investor.  Didirikannya berbagai arena wisata dan penginapan untuk para turis,  sangat tepat untuk meningkatkan  pendapatan daerah dan mata pencaharian masyarakatnya. Diramalkan akan menguntungkan investor dan masyarakat, karena ada nilai sejarah dan nilai estetika. Yang akan jadi alasan bagi para turis untuk datang. 3 strategi inilah yang banyak ditiru, negeri lain; berita mistis Nyi Roro Kidul, lokasi bersejarah, dan keindahan lokasi yang unik.

Berikut ini, Tulisan dan video siaran langsung dari kompleks makam di atas bukit. Parangtritis, Yogya.

"Inilah Kompleks Nyi Roro Kidul yang Telah Berubah Itu." https://thr.kompasiana.com/drh35864/62731c7eef62f6279d5b19d2/inilah-kompleks-nyi-roro-kidul-itu-yang-telah-berubah?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

 Tampaknya perkembangan pariwisata Yoyakarta seperti Parangtritis, sedang di ikuti oleh berbagai daerah seluruh Indonesia. Termasuk ditiru Bupati Subang, Pk Ruhimat untuk mengembangkan daerah wisata pegunungan. Dari mulai wisata D'Castelo milik Dewi Persik, wacana pemindahan UPI ke Jalan Cagak, pelebaran jalan ke Bukanagara, dst. Hingga di atas bukit Darmaga berdiri rumah makan mirip bukit karang Parangtritis, dengan menu makanan dan kedai kopi. Di lembah Waglo, menyediakan kolam renang, pemancingan dan makanan khas Sunda. Juga sangat menarik karena di dekat lokasi ini ada Situs Eyang Rangga, Makom Eyang Ilat, dan Gua Jepang. Bahkan Riwayat Sangkuriang & Mistisnya Sanghyang Tikoro. 

Jika pembangunan Parangtritis  dimulai dari pesona pantai (Pesona Negeri Nyi Roro Kidul). Pembangunan area wisata, naik ke bukit menuju Gunung  Kidul, dengan pembangunan awal berupa jalan licin hingga ke pelosok daerah, bahkan lokasi terpencil. Kini strategi ini di ikuti Kabupaten Subang, di Jawa Barat. Namun mulainya dari atas gunung(Legenda Dayang Sumbi) menuju ke pantai utara.  Memanfaatkan kemashuran Gunung Tangkubanperahu, Air Panas Sari Ater, Wisata pengolahan air mineral, Gua Jepang, Situs sejarah, hingga bangunan kuno Belanda merembet ke bawah, menuju Pelabuhan Patimban. Maka geliat pembangunan daerah selatan mulai terasa. Kelak pamor Parangtritis dengan legenda Nyi Roro Kidul, diduga akan tersaingi Legenda Dayang Sumbi.  https://alamedukasi.my.id/940/menu-makanan-di-waglo


Yogyakarta layak ditiru, tapi tidak bisa meniru secara utuh. Karena Yogya itu daerah Istimewa. Pemerintahannya stabil dipegang oleh Keraton. Tidak terjamah pemilu dan periodisasi.  Masyarakatnya lebih tenang. Jalanan, lenggang sepi dari hiruk pikuk pemasangan spanduk kandidat penerintahan.

Salat Eid di lapangan sepak bola sebelah timur Perangtritis. Awan putih, menutupi bukit batu karang. Dokumen pribadi (foto koleksi)
Salat Eid di lapangan sepak bola sebelah timur Perangtritis. Awan putih, menutupi bukit batu karang. Dokumen pribadi (foto koleksi)
Karenanya, pembangunan area wisata Yogyakarta terus berkesinambungan. Isyu hubungan baik Keraton dengan Nyi Roro Kidul terlihat dari pemagaran Area Pertapaan Raja tempo dulu, di Parangtritis.  Isyu heroik kepahlawanan Pihak Kerajaan Hamengkubuwono yang menolak jalan berbayar, dan menolak penjualan lahan ke orang asing, termasuk melarang menjual lahan kepada warga keturunan Tiongkok. Kedua isyu ini, sangat didukung rakyatnya. 

Karena pemerintahannya stabil pembangunan wisatapun terus berkesinambungan. Maka jika kita naik ke puncak bukit Parangtritis, menuju Gunung Kidul, banyak sekali gua Jepang di sana hasil renopasi berkesinambungan. Pembangunannya perlahan, bertahap, terus merangkak. Walau terimbas Covid-19, sempat mati kaku, namun bangkit kembali. Lebaran kali ini, wisata bukit karang mulai beroperasi.

Dari atas bukit Parangtritis di puncak tumpukan batu karang yang di dalamnya ada berbagai ukuran lubang gelap (gua buatan tentara Jepang), dapat melihat hamparan laut lepas. Dahulu untuk memantau keamanan kawasan. Kini berubah pungsu jadi untuk hiburan wisatawan, bernilai sejarah pemantauan dari ketinggian.  Jangan kan kapal besar, perahu nelayan sekecil apapun bisa diamati dari lokasi ini. Terutama oleh militer Jepang  yang memiliki peralatan pengintai  tercanggih pada jamannya. Tampaknya peristiwa ini akan dilestarikan sebagai daya tarik dan sumber berita.

Dengan mata telanjang saja  kapal nelayan dapat terlihat. Apalagi jika menggunakan teropong dalam ukuran besar (Tampaknya pemerintah/pengelola wisata, menyadari hal ini). Jika pengelola menyediakan teropong berbayar pasti laku di lokasi ini. Karena di gua-gua,bukit karang Parangtritis banyak disertai  lubang pengintai yang tersembunyi diantara celah batu. 

Sementara waktu, sekarang ini, baru bèrdiri sewa tempat untuk berfoto selfy saja. Belum ada  sewa pakaian  menyerupai pakaian tertara Jepang, atau teropong pengintai. Mungkin kelak akan ada sewa peratan perang-perangan. Iedul Fitri kali ini sangat menjanjikan untuk pengelola wisata Parangtritis. Dapat dilihat dari jumlah pendatang peserta salat Ied di berbagai wilayah, yang hampir pasti berwisata bersama keluarga.

Dari puncak tumpukan batu karang Parangtritis, jika menoleh ke arah timur pantai,  sekitar 300 meter dari Jembatan Kretek, ada lapangan sepak bola. Lapangan inilah yang digunakan salat Eid di tahun 2022 ini. Penulis sudah lebih dari 5 kali salat Eid di lokasi ini. Kini pinggir jalanannya sudah berdiri kios dan lapak tempat usaha. Karena pesatnya pengembangan  wisata Parangtritis menuju ke puncak gunung.

Apakah khutbah Ied menyangkut  pengelolaan wisata dan religi? Sayang khutbahnya selalu total berbahasa daerah setempat, sehingga penulis kurang memahami makna secara utuh. Biasanya pendidikan masyarakat itu mengena lewat jalur keagamaan, termasuk program keamanan daerah wisata.

Kita uraikan tentang nilai sejarah lokasi ini. Bahwa 20 tahun yang lalu, di lokasi sekitar lapangan ini, ada beberapa benteng kecil berupa bangunan dari tembok yang sangat tebal, membentuk ruangan gelap gulita. Konon merupakan tempat penyimpanan senjata  bagi tentara Jepang. 

Kembali ke lokasi perbukitan batu karang sekitar Bantul hingga Parangtritis. Diatas perbukitan sering ditemukan beberapa kompleks pemakaman yang angker. Mengapa dikatakan angker ?

Karena makamnya dibuat berupa tumpukan batu, di beri atap genting yang kini sudah pada rapuh, bebatuan yang berlumut, terkesan seperti rumah hantu. Tambah angker lagi, karena di daerah ini sejak dulu kental dengan kisah Nyi Roro Kidul.

Pada tahun 1970an  saat penulis masih duduk di bangku SD dan SMP pernah rekreasi ke lokasi ini. Waktu itu, mayoritas bangunan rumah di sekitar jalan menuju Parangtritis, dominan beratap jerami. Inilah daya tarik saya pribadi saat itu. 

Tapi keunikan itu, kini menghilang seiring waktu. Karena bangunan di pinggir jalan itu atapnya sudah diganti dengan genting. Bahkan dindingnya banyak  yang sudah menggunakan beton bertulang. "Karena sering dilanda kebakaran..!" Jawab beberapa penduduk lokal yang diwawancara, memberi alasan mengenai hilangnya atap jerami di lokasi ini.

Dahulu saya sangat jengkel kalau wisata ke Parangtritis.  Setiap wisatawan yang datang di pantai ini, wajib membeli kelapa muda, untuk persembahan. Sering sekali pengunjung dipaksa untuk membeli kelapa dengan ancaman jadi tumbal "Nyi Roro Kidul." Nyai  akan murka jika tidak diberi sesajen, kata mereka dan itulah sebabnya pantai Parangtritis sering makan korban. "jika tidak membelikan kelapa muda untuk sesajen" Kata nenek setengah tua  penjual kelapa.  

"Siapa namanya...?" Tanya nenek tua kepada saya saat itu. "Dedi..!" Jawab saya yang sedang asik berfoto bersama dengan teman dari SMP Cisalak, Subang, Jawa Barat, saat itu. Saya berlari mengejar ombak, tapi dikejar nenek tua membawa golok yang sangat tajam. Saya lari lagi ketempat yang lebih jauh mencari posisi yang baik untuk berfoto. Kagetnya luar biasa, si nenek setengah tua itu mengcungkan golok dalam satu kali tebas kelapa muda terbelah dua. Air kelapa menyatu dengan buih air pantai. "Mana uangnya...!" Tanya si nenek. Saya  tetap tidak mau bayar. Dan terus dikejar-kejar.

Tapi kini tradisi pemaksaan ini telah di hapus oleh pengelola wisata Parangtritis. Konon neñek-nenek penjual kelapa muda untuk "sesajen Nyi Roro Kidul" itu, datang dari luar daerah. Bukan penduduk setempat. Kini Parangtritis sangat damai, dan jarang ada korban hanyut di seret ombak. Karena petugas pantai berjaga-jaga begitu sigapnya. Kisah Nyi Roro Kidul semakin sunyi di lokasi itu. Pemantauan kenyamanan pengunjung sangat diperhatikan pemerintah Yogyakarta.

Keunikan yang masih bertahan adalah, 

Para sesepuh berfoto.  Tampak bukit batu karang jauh di belakang mereka. Setelah salat Ied siap melakukan ritual adat di lokasi yang sudah ditentukan.
Para sesepuh berfoto.  Tampak bukit batu karang jauh di belakang mereka. Setelah salat Ied siap melakukan ritual adat di lokasi yang sudah ditentukan.
setelah salat Eid. Masyarakat setempat melakukan tradisi unik.  Sudah menjadi tradisi turun temurun selalu ada ritual bernuansa Islam khas setempat. Seperti tampak dalam video siaran langsung di FB berikut ini. Kaum pria dan kaum wanita membentuk dua lingkaran berbimpitan.

Penduduk mayoritas muslim di lokasi ini,  berbaur antara warga yang aktif di Muhammadyah dan Nahdatul Ulama. Saat ritual pasca salat Eid mereka berkumpul tanpa ada perbedaan. Prosesnya membentuk dua lingkaran berimpit seperti dalan video berikut:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=5273709006014398&id=100013447485913&sfnsn=wiwspwa

Sajian makanan dan minuman ringan, serta penjualan barang kerajinan, mewarnai ritual keagamaan. 

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1252807411919280&id=100013447485913&sfnsn=wiwspwa

Inilah akulturasi budaya yang masih lestari hingga saat ini. Apa  lagi keunikannya? Silahkan amati saja acara siaran langsung berikut ini. Yang dibuat pagi tadi pada tgl 2 mei 2022 tepat jam 08.30 WIB. Coba bandingkan dengan ritual belasan tahun lalu di lokasi yang sama. Di bawah ini adalah ritual unik pasca salat Iedhul fitri di Kampung Ngentak, Bantul, Yogyakarta, tahun 2010.

Siaran langsung hari ini  tampak wajah-wajahnya berbeda dengan sebelumnya. Tradisi sesepuh berderet paling depan adalah orang yang sudah berusia lanjut, masih bertahan. Untuk menghargai orang yang sudah sepuh, merupakan kearifan. Pembawa acara, dulu bergantian, kini sendirian saja  itupun tampak belum ada re-generasi. Walau tampak pembawa acaranya sudah lebih berumur ketimbang sebelumnya, namun masih enerjik, tampaknya belum memunculkan generasi muda sebagai calon penggantinya. 

Jika kita bandingkan dengan video di bawah ini, peristiwa belasan tahun yang lampau, tampak yang duduk di kursi kesepuhan, sudah banyak yang hilang. Sesepuh lama saat ini sudah banyak yang tidak tampak lagi, diganti dengan sesepuh lainnya yang agak muda. Diduga sesepuh yang tidak hadir itu, karena sudah pada almarhum. 

Suasana keseluruhan dari perbandingan  dua masa berbeda ini, acaranya hampir mirip, hanya sesepuh yang duduk di kursi paling depan, remaja pendatang, dan kelompok anak yang baru berkeluarga tampak berbeda. Serta dekorasi berbeda pula, karena kini ada tenda terpasang menaungi para sesepuh, diantaranya berkursi roda. Sedangkan ditahun 2010 tanpa tenda, tanpa kursi roda dan tanpa  pernak-pernik dekorasi. Tampaknya ada sedikit inovasi.

Disamping itu  pada acara yang digelar 12 tahun lalu, tampak lebih tertib karena pohon yang ada masih kecil-kecil, padahal jumlah pesertanya sangat berjubel, tapi kini jumlah yang hadir disamping banyak yang bermasker dan jumlahnya  juga relatif berkurang. Mingkin pengaruh covid-19 masih berpengaruh. Maklum kebanyakan dari mereka merantau di srkitar Jakarta.

Ruang gerak di lokasi ritual saat itu lebih leluasa, sedang  kini terasa lebih sempit. Walau kondisi ini, masih ditempat yang sama seperti tahun 2010. Tepatnya saat video itu di upload ke youtube. Ada perbedaan karena saat ini orang dan pepohonannya sudah sedikit berubah. 

Yang sedikit berubah diantaranya kandang domba di sebrang jalan, kini tidak berdampingan dengan kandang kerbau.  Dahulu tamu dari Jakarta, khususnya anak balita, saat hadir di prosesi acara, sangat menikmati pemandangan ini. Terutama melihat kerbau besar yang bersuara keras saat di hampiri. Terasa seperti di kebun binatang, alami. Dari Parangtritis, Yogyakarta, banyak hal unik yang layak ditiru (DN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun