Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggemakan Suara Azan Berbahasa Daerah, Berirama Kidung Jawa Lewat Pembelajaran Tematik, Mungkinkah?

12 Maret 2022   07:06 Diperbarui: 13 Maret 2022   06:04 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi: Saat penulis meliput Adzan di Aya Sofia Turki


Judul tulisan ini seperti bombaptis. Belum usai kemelut penataan toa dan suara adzan yang disandingkan dengan suara binatang yang najis. Eeeeh....malah membuat tulisan tentang adzan berbahasa daerah bahkan berirama kidung Jawa. Apa maksudnya?

Memang tidak akan habis-habisnya berceritera tentang adzan di muka bumi ini. Dari mulai adzan yang tidak selesai dikumandangkan pasca Rosulullah wafat, hingga berita hoax Neil Amstrong mendengar suara adzan di permukaan bulan. Semuanya spektakuler.

Merdunya lantunan suara adzan seorang Bilal yang berkulit hitam, merupakan bagian dari syi'ar. Begitu juga share video tentang kekaguman orang bule, atheis saat mendengar suara adzan dari ketinggian,  hingga kisah suara adzan diperankan oleh orang yang berbeda-beda dalam satu mimbar. Ini merupakan sarana bicara religi.

 Kadang lahir tokoh antagonis sepertia lahirnya seni melantunkan adzan berirama kidung Jawa. Hal ini juga sempat merebak kembali dipertengahan berkuasanya Presiden Jokowi. Hingga penulis mencoba membuka channel youtube tentang hal itu secara berulang dan akhirnya menikmatinya sebagai seni yang menggetarkan. Hingga mengkaji filosofi adzan.


Banyak kisah tentang suara adzan di alam semesta ini yang layak jadi bahan kajian bersama. Dari nilai keindahannya seperti kisah di atas,  hingga hal tragis. Banyak orang terbunuh saat melantunkan suara adzan di berbagai tempat,   termasuk cerita pahit di Turki jaman awal berdirinya negara republik sekuler di negara tersebut.

Ada yang menganggap Adzan adalah pengingat waktu, ada yang menilai adzan sebagai seni suara yang indah, ada suara adzan dilakukan untuk menenangkan masa ketika dalam suasana rapat yang ricuh tak terkendali. Ada pula yang menilai adzan adalah syiar agama. Tentu ada pula yang menilainya dari perspektif yang berbeda, atau sebaliknya.

Dalam bidang bisnis konten youtube, banyak sekali video yang menayangkan kekaguman orang bule saat mendengar suara adzan dipuncak gedung pencakar langit menjelang malam. Ada pula orang bule membuat konten youtube tentang adzan  bersahut-sahutan di senja hari pada sebuah desa terpencil dengan hamparan sawah yang luas, di Jawa Barat. Kedua konten youtube itu, ditontonton ribuan orang serta panen like serta scribe.

Di era digital saat ini, ternyata suara adzan saja bisa menghasilkan uang. Jika kita hayati isi rekaman konten video orang bule dalam ceritera di atas, begitu menyentuh hati, mengapa ? Tak jarang konten tentang adzan saja bisa menjadi viral.

Karena kaum youtuber banyak yang berkarya melalui proses pengkajian yang matang. Dengan berbagai strategi.  Seperti dibuat saat menjelang pergantian siang ke malam, atau menjelang pajar. Saat matahari proses tenggelam atau muncul. Yang tampil itu, suara adzan bergema dengan pemandangan alam yang begitu indah alami menyentuh hati. 

Para pekerja inovatif itu meramu seni suara, alam dan teknologi.  Lengkingan tinggi rendahnya suara adzan berirama syahdu, dipadu dengan pemilihan  obyek pemandangan  yang indah.  Seni & teknik pengambilan gambar, serta seni meramu kata dalam pengantar dalam konten tersebut turut melengkapinya Semuanya berhasil tergantung tema yang mereka angkat.Serta upload pada saat yang tepat pula.

Walaupun ada pula yang mengangkat tema sebaliknya. Seperti mengangkat tema kebisingan sebelum adzan;  Anak-anak menjerit, teriak, tertawa cekikikan, dst. Tema antagonis ini sering mereka rekam. Pihak pembuat konten yang bersebrangan rata-rata meliputnya sebelum berkumandangnya suara adzan. Mungkin hal inilah yang perlu di benahi itu. Karena suasana itu sering pula tidak nyaman mendengarnya. Dalam kasus tertentu, justru hal demikian itu, mengundang anak lainnya datang di mesjid.

Banyak pula konten youtube tentang adzan menjadi viral karena komentarnya. Seperti mengangkat  pendapat beberapa orang non muslim di Indonesia, yang menganggap adzan bagi dirinya sebagai pengingat waktu. Dan banyak yang mengatakan tidak merasa terhanggu, dst.  Atau sebaliknya ada umat Islam yang merasa terganggu karena corong toa mengarah pada rumah tinggalnya. Mungkin memang ada toa mesjid yang harus dibenahi manajemennya.  

Menyangkut suara merdunya adzan, penulis berpendapat, ini adalah peluang lapangan kerja di dunia pendidikan. Sehingga sebaiknya disertai program pelatihan  adzan dengan berbagai versi. Untuk dijual dan dipublikasikan lewat medsos. Pengelola mesjid boleh membuka medsos itu untuk memanggilnya sebagai  juru adzan bayaran untuk syi'ar. Wow, Adzan bayaran ? 

 Mungkin suatu saat perlu ada manajemen nasional khusus adzan di mesjid yang menggunakan toa. Remaja yang lolos bersertifikat adzan akan keliling-keliling nusantara memenuhi undangan dan dibayar lewat kotak amal DKM, serta donatur.

Adzan bayaran ini, hanya untuk menggugah warga sekitar  agar datang di mesjid. Karena ada suara adzan yang unik. Sehingga warga berbondong-bondong ke mesjid. Walau pada mulanya hanya ingin melihat pelantun adzan bayaran. Lapangan kerja dari kotak amal itu akan menyuburkan mesjid.


Apakah suara adzan memungkinkan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah setempat? Ditinjau dari sarana syi'ar jika sewaktu-waktu saja mungkin boleh dikaji. Tapi tidak seperti di Turki saat pemerintahan sekuler berjaya di sana. Jangan sampai seperti jaman tersebut  sehingga banyak pelantun adzan berbahasa arab di bunuh. Karena apa? Jawabnya adalah politik nasional saat itu.

Republika.co.id  Jumat , 25 Dec 2020, 12:13 WIB
pernah menerbitkan tulisan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan  mengecam partai oposisi CHP karena tidak mau berdoa menggunakan bahasa Arab. Ini salah satu gejala  ricuh di Turki dewasa ini. Jika di Indonesia saat ini lagi rame mengkritisi pendapat Habib Kribo tentang arab. Tuduhan sepihak bahwa arab tidak memiliki budaya yang layak dibanggakan. Benarkah? Naif sekaki.

Dampak dari komentar kontroversi Habib Kribo, merembet kepada pergunjingan mengenai watak orang arab, do'a berbahasa Arab, Alqur'an berbahasa Arab, hingga kisah Arab jaman jahiliyah dan masa keemasan. Bahkan diungkap secara  detile  dalam konten youtube meliput  Ustad Felix Siau. Akhirnya menukik pada pembicaraan tentang penataan toa mesjid, versi menteri agama Gus Yaqut. Senentara UAS berkomentar di depan Karni Ilyas saat dinyatakan masuk jajaran ustad garis keras, serta reaksi pembenahan toa mesjid & adzan  seperti di video ini https://fb.watch/bITyLkk5X8/

Kembali pada tulisan yang diangkat republika tentang peristiwa serupa di Turki.   Yang  ditanggapi presiden berkuasa
"Jika CHP berencana kembali ke praktik fasis tahun 1940-an, kami sudah menyatakan ini adalah gagasan yang salah," kata Erdogan. Dikutip dari media di atas.

Menurut para Islamis di Turki, membaca Alquran dalam bahasa Turki memang mengingatkan pada praktik tahun-tahun awal republik di mana saat itu, adzan dilantunkan dalam bahasa Turki. Diduga hal demikian jika kelak diangkat di Indonesia pasti dalihnya agar bisa dipahami maknanya oleh masyarakat awam.

Namun ketika kita mendengar lantunan suara adzan berbahasa daerah Jawa di dalam mesjid akan tampak seperti "kidung"  yang sangat lucu. Diduga akan menarik perhatian masyarakat sekitar. Akan lahir pro dan kontra. Jika adzan demikian berada dalam skenario manajemen mesjid. Akan memakmurkan tempat ibadah itu. Dan segera kembali pada adzan yang sebenarnya.

Dunia itu memang berputar-putar. Saat penulis berada di Aya Sofia Turki. Sangat berbeda  dengan Turki dalam kisah di atas  Bahkan penulis sempat merekam suara adzan bersahut-sahutan di lokasi mesjid itu. Cobalah kita putar ulang di chanel youtube berikut ini. Penulis tidak merasa  sedang berada di negeri Eropa. Padahal sebelum berkunjung ke Aya Shofia baru  usai mengunjungi benteng peninggalan Romawi di negara tersebut.
https://youtu.be/Gh3nFxhrIdQ

Kembali ke pro & kontra pembenahan toa mesjid di Indonesia saat ini. Sangat berbeda dengan suasana di Turki, seperti ceritera di atas. Dampaknya juga berbeda pula. Namun harus dinilai dari sisi positifnya serta meminimalisir  negatifnya.Selayaknya umat muslim fokus dalam upaya melipat gandakan nilai lebih dari kisruhnya peristiwa ini. Tunggu saja menteri agama meminta maaf. Maka semua akan kembali tenang

 Berguru pada dampak saat Gusdur mengusulkan ucapan "selamat pagi" lebih tepat ketimbang ucapan "Assalamualaikum" di negara ini. Karena Indonesia itu beragam penganut religinya. Tujuannya agar tampak lebih nasionalis. Akhirnya pasca mencuatnya pro dan kontra, sejak saat itu ucapan salam begitu merakyat. Menteri agama saat ini, patut diduga akan mengulang sejarah itu.

Kemelut pernyataan mentri Agama Yaqut harus jadi bahan kajian di dunia pendidikan dewasa ini. Guru pendidikan agana, guru PPKn, guru sosiologi, guru bahasa, guru sejarah dst. Bisa mengangkat peristiwa ini sebagai "tematik" yang menarik. Dalam kerangka memperkokoh  NKRI. Tentu mentri agama harus segera meminta maaf saja, jika hal ini  salah. Sehingga anak didik menilainya sebagai bahan ajar(DN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun