Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggemakan Suara Azan Berbahasa Daerah, Berirama Kidung Jawa Lewat Pembelajaran Tematik, Mungkinkah?

12 Maret 2022   07:06 Diperbarui: 13 Maret 2022   06:04 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke pro & kontra pembenahan toa mesjid di Indonesia saat ini. Sangat berbeda dengan suasana di Turki, seperti ceritera di atas. Dampaknya juga berbeda pula. Namun harus dinilai dari sisi positifnya serta meminimalisir  negatifnya.Selayaknya umat muslim fokus dalam upaya melipat gandakan nilai lebih dari kisruhnya peristiwa ini. Tunggu saja menteri agama meminta maaf. Maka semua akan kembali tenang

 Berguru pada dampak saat Gusdur mengusulkan ucapan "selamat pagi" lebih tepat ketimbang ucapan "Assalamualaikum" di negara ini. Karena Indonesia itu beragam penganut religinya. Tujuannya agar tampak lebih nasionalis. Akhirnya pasca mencuatnya pro dan kontra, sejak saat itu ucapan salam begitu merakyat. Menteri agama saat ini, patut diduga akan mengulang sejarah itu.

Kemelut pernyataan mentri Agama Yaqut harus jadi bahan kajian di dunia pendidikan dewasa ini. Guru pendidikan agana, guru PPKn, guru sosiologi, guru bahasa, guru sejarah dst. Bisa mengangkat peristiwa ini sebagai "tematik" yang menarik. Dalam kerangka memperkokoh  NKRI. Tentu mentri agama harus segera meminta maaf saja, jika hal ini  salah. Sehingga anak didik menilainya sebagai bahan ajar(DN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun