Koh Agus Tan jadi inspirasi hidup saya  mengapa? Setiap kali saya ke rumah sakit, selalu ada ceritera yang memilukan. Tapi kali ini saya begitu bersyukur saat berada di ruang tunggu.  Ternyata banyak  sekali manusia mulia berada di sekitar kita. Karena sosok mulia mantan pendeta itulah, kini banyak rahasiah hidup tersibak.  Kisah rincinya terurai di bawah ini.
Hari ini, Rabu tanggal 16 pebruari, 2022. Skesehatan pasiennya. Karena hampir 4 bulan saya tidak pernah cek kesehatan. Hanya sebatas memperpanjang resep yang ada saja. Padahal seharusnya rutin konsultasi minimal 3 bulan sekali.  Walau prosedur BPJS kami ikuti, tetap saja diduga ada kekeliruan. Memang pernah dalam keadaan mentok, terpaksa melalui prosedur diluar aturan, dengan berganti ke dokter lain yang bertugas disatu ruangan itu. Karena jadwal jaga dokter memang berbeda-beda.  Khikmahnya hari ini, begitu telaten dokter Kabul memeriksa kondisi  saya sebagai pasien, yang sudah 4 bulan tidak berjumpa. Walau saya katakan tidak ada yang di rasa. Dia bilangnya kondisi badan manusia itu selalu terus berubah. Maka bulan depan saya disarankan  harus uji laboratorium. Subhanallah, tugas dokter itu begitu mulia, mereka begitu peduli.
aya merasa ditegur dokter yang begitu peduli padaSemua khikmah itu terasa sekali saat ini.  Padahal dahulu terasa biasa saja.  Kini  saat ada inovasi pelayanan untuk membuat rujukan untuk ke RSUD, begitu terasa melelahkan, karena menunggu penuh keraguan. Karena jenuh menunggu, iseng nonton youtube tentang dialog Koh Agus Tan dan Ustad Ipung di channel mualap centre. Begitu terharunya saya dengan kegiatan mantan pendeta yang kini jadi pekerja ojeg online itu. Dalam keadaan sakit parah, Koh Agus Tan, masih tetap mengerjakan kegiatan kemanusiaan. Saya jadi ingat 3 tahun yang lalu, bertemu singkat dengan Koh Agus Tan di gerbang SMAN 1 Setu, Bekasi. Dia begitu bahagia dengan pekerjaannya.
Kira-kira 3 tahun yang lalu itu, awalnya ada ojeg online berhenti di ruang security SMA1 Setu, Kab. Bekasi. Â Karena ada seorang warga berteriak kegirangan, saya jadi berkesan. Karena banyak orang girang sekali laksana bertemu tokoh idola. Maklum sang mantan pendeta itu, pegiat kemanusiaan yang aktif di youtube. Maka wajar jika ada seorang warga berteriakmualaf centre, dia mantan pendeta!" orang tua itu, mengacungkan jarinya ke sosok seseorang, bermata sipit. Tampak ada sosok berwajah Tiongkok di hadapan saya, sedang melempar senyum. Saya hanya melempar senyuman balasan saja, itupun alakadarnya. Â Belakangan saya menduga orang Tionghoa itu bernama Koh Agus Tan. Setelah sering saya jumpai di channel youtube. Pantas ada orang berteriak kegirangan saat bertemu mantan pendeta itu.
kepada saya "Itu dari
Belakangan saya tonton cerita beliau dalam sebuah kegiatan sosial. Sementara dia sendiri dalam keadaan sakit parah. Dalam hati berkata "Jika Koh Agus Tan yang kena serangan jantung dan Istrinya kena tumor, masih beraktifitas  seperti itu."  Mengapa saya tidak melakukan itu? Saya ketahui, istri Agus Tan itu, sedang menjalani "kemo therapy" akibat kena tomor ganas. Tapi aktipitasnya sungguh mulia sekali.Diduga mereka berdua sepertinya sedang menjalankan kontrak kapling akhirat dengan Allah.  Tampak dalam wawancara dengan Ustad Ipung di channel youtube begitu mengharukan. Mereka masih tetap bergerak dalam bidang sosial untuk korban gunung merapi. Begitu ungkap istriku pasca menonton youtube di ruang tunggu RS. Kartini, Bekasi.
Terdengar pengakuan Koh Agus Tan menolak uluran tangan tentang  bantuan pengobatan dari warga Surabaya,  karena telah di biayai BPJS. Menolak uluran tangan itu, dengan pertimbangan lain. Menyangkut keadaan  anak kandungnya. Alasan menolak, karena harus meninggalkan anak-anaknya yang masih pada kecil di Bandung.Â
Lewat kisah Koh Agus Tan, saya merasa bersyukur kepada Allah  walau senasib dengan mantan pendeta ternama itu, tapi saya diberi kemudahan. Saya menghadapi penyakit jantung yang dibantu program BPJS. "Bapak tahu biaya operasi jantung? Biayanya itu ratusan juta. Tapi bapak terbebas dari beban itu." Ungkap dokter Kabul di ruang Operasi RSUD, kota Bekasi, saat itu.Â
Sedangkan Koh Agus Tan belum menerima operasi pemasangan ring seperti saya. Walau tampak mualaf itu kondisinya pucat dan kurus. Tapi pendiriannya  begitu teguh. Dia berujar bahwa penyakit itu, dia derita jauh sebelum menerima Islam sebagai agama barunya. Hidup Koh Agus Tan tampaknya sudah di serahkan kepada Allah secara total. Saya mengagumi beliau karena separah itu, dia masih aktif di kegiatan sosialnya. Tergambar bahwa hidup itu adalah pengabdian. Sedangkan saya, yang merasa sehat, selalu dimanjakan keluarga. Anak dan istri begitu penuh perhatian.  Masyarakat sekitar dan pemerintah, telah memperhatikan segalanya untuk saya.
Kini hampir satu tahun penulis menjalani pengobatan rutin. Biayanya ditanggung BPJS yang prosesnya terus mengalami inovasi. Justru inovasi pelayanan inilah yang membuat saya tergugah. Setiap ada inovasi sering merasa kerepotan karena prosedurnya terasa dianggap rumit, maklum tidak pernah ikut sosialisasi. Kini sampai 3 hari dalam satu kali cek ke RSUD, waktu panjang itu harus dilakoni(Prosedurnya; Puskesmas, RS. Kartini, & RSUD). Mengapa merasa lelah dengan aturan itu?  Seharusnya di syukuri sebagai anugrah dari Allah. Karena jadi banyak menyaksikan berbagai kisah di 3 lokasi tempat pasien itu. Ditambah kisah dari youtube selama di ruang tunggu. Tanpa ada hal ini, mungkin tidak menemukan Konsultasi dengan Nida Isti Azah, S.Farm, Apt
Dari puskesmas menemui dokter untuk konsultasi rutin dan meminta surat pengantar. Dilanjut meminta surat rujukan ke RS. Kartini. Di RS Kartini ada proses pendaftaran, pingger printing, dan pemberkasan untuk dibawa ke RSUD. Kita harus menunggu dalam waktu yang lumayan lama di sini (banyak khikmah dilokasi ruang tunggu ini). Â Inilah khikmah besar dalam hidup banyak di dapat. Semula gelisah, tapi kini justru lebih banyak bersyukur.
Kegelisahan itu pada mulanya, karena harus antri, tanpa ada kepastian. Kita harus sabar mengikuti urutan yang bekum kita pahami.  Tapi setelah pasien hampir habis kok belum di panggil juga? Ternyata ada prosedur yang terlewat. Akhirnya kami di arahkan untuk mengulang dari  pendaftaran awal. Hingga lewat waktu salat Ashar baru dipanggil  oleh dokter cantik berkerudung biru. Entah siapa namanya, tidak sempat mengamati label nama,  karena langsung mengurusi surat  untuk rujukan untuk ke RS Umum. Dokter di RS.Kartini sangat ramah sekali. Bahkan ada pasien yang dipesenin obat lewat gojek. Karena di RS tidak tersedia. Subhaballah, dokter itu begitu mulianya. Membantu pasien hingga harus menghubungi ojeg online.
Keesokan harinya kami ke RSUD, di bantu suster Wiwin yang konon tinggalnya di Matland Tambun. Suster baik hati itu, tugasnya di ruang pendaftaran banyak membantu banyak hal. Dia telfon kesana kemari, karena ada surat dari RS Â Kartini yang kurang lengkap. "Tenang pak, Â karena bersifat online, pasti bisa kita menanganinya dari sini." Semua di urus oleh suster Wiwin dengan cara telfon kesemua lini rumah sakit yang bisa dia hubungi.Â
Setelah mentok, akhirnya kami diminta kembali meminta berkas yang belum ada di aplikasi online itu. "Bapak minta saja ke RS.Kartini, sepertinya dari sana belum online" Dalam waktu singkat surat itu selesai juga. Ternyata kesalahan kami tidak mengikuti aturan melapor ke stap administrasi. Merasa berhutang budi ke Suster Wiwin yang belakangan diketahui tinggal di Metland di Kampung  Mede, Bekasi.
Ternyata bukan hanya Kih Agus Tan yang layak di tauladani itu. Dari kisah ini, terlihat gerak anak saya Nida Isti Azah, Istri tercinta Hastuti, Suster Wiwin, dan Dokter Kabul. Belum lagi melihat kinerja satpam, tukang parkir, penjaga karcis, polisi di gerbang RSUD, dan masih banyak lagi (DN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H