2. Siswa merasakan kemerdekaan pikiran
Kurikulum Merdeka telah menyediakan konsep dan program yang strategis bagi kemerdekaan pikiran siswa. Misalnya dengan konsep dan progam Profil Pelajar Pancasila, sebagai target capaian kompetensi dan karakter siswa. Hasil pembelajaran terkait kompetensi siswa sudah terkonsep dalam Profil Pelajar Pancasila. Salah satu kompetensi yang dikuatkan pada Profil Pelajara Pancasila adalah berpikir kritis.
Berpikir kritis siswa dapat terlatih ketika mereka mengalami bagaimana cara memecahkan permasalahan dengan alur berpikirnya sendiri. Selain itu, siswa juga berani menunjukan rasa ingin tahunya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ketika pembelajaran berlangsung.Â
Kita dapat memahami bahwa siswa yang merdeka pikirannya akan mampu berpikir kritis. Siswa mampu mencari dan memilih sendiri pengetahuan yang dibutuhkannya. Sehingga mereka tidak sekedar "dicekoki" oleh guru. Kendati demikian, pada kondisi tertentu, siswa juga memerlukan informasi dan arahan langsung dari guru.
Tantangan bagi kita untuk hal tersebut adalah bagaimana membuat siswa tidak merasa tertekan secara kognitif akibat cara mengajar kita. Kurikulum Merdeka juga menganjurkan "diferensiasi pembelajaran", yaitu pembelajaran yang tidak menyeragamkan dengan satu cara, namun bervariasi sesuai kebutuhan dan perkembangan siswa.
Kita dapat memfasilitasi perkembangan berpikir siswa melalui pembelajaran terdiferensiasi tersebut. Kita tidak hanya mentransfer knowledge tapi juga menggugah rasa ingin tahu dan keluasan berpikir siswa, sesuai kebutuhan dan kapasitas siswa. Sehingga kemerdekaan berpikir siswa dapat terjadi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa,
 " Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum." Asas Taman Siswa, butir 2.
3. Siswa merasakan kemerdekaan tenaga
Kurikulum Merdeka dengan filosofi Profil Pelajar Pancasila juga menganjurkan karakter mandiri sebagai kompetensi siswa. Hal ini dapat terjadi dalam peran guru sebagai fasilitator yang memberi ruang lebih untuk siswa belajar mandiri dan bertanggung jawab atas proses belajarnya.
Siswa yang mandiri dalam pembelajaran terjadi dalam aktivitas bekerja ( mengerjakan tugas) dan menilai hasil pekerjaan tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam panduan kemdikbudristek tahun 2022 mengenai pembelajaran dan penilaian (asesmen), tentang salah satu contoh bentuk pembelajaran terdifrensiasi, yaitu siswa mampu bekerja secara mandiri dan saling memeriksa pekerjaan mereka masing-masing.
Konsep tersebut sejalan dengan penjelasan Ki Hajar Dewantara tentang kemerdekaan tenaga. Kemerdekaan tenaga atau dapat dipahami sebagai kemerdekaan daya bekerja dan berbuat, merupakan bentuk karakter kemandirian siswa. Baik dalam mengerjakan tugas pembelajaran maupun dalam kehidupan nyata.