Selain itu, kejelasan tentang objek pertanyaan sangat perlu ketika hendak ditanyakan kepada ChatGPT. Saya pernah bertanya tentang salah seorang tokoh atau ahli, yang rupanya memiliki kesamaan nama dengan ilmuwan lainnya.
"Terdapat beberapa orang yang bernama "Burns" di berbagai bidang studi. Tanpa konteks yang lebih spesifik, saya tidak dapat memberikan jawaban yang akurat."
4. ChatGPT tidak dapat memberikan empati
"Meskipun saya dapat memberikan saran dan solusi, saya tidak dapat memberikan empati seperti manusia dalam memberikan dukungan atau mengatasi masalah secara emosional. Namun, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk memberikan jawaban yang akurat dan berguna sejauh kemampuan saya sebagai program komputer." (Jawaban dari ChatGPT)
Pengakuan ChatGPT mengenai kelemahannya dalam berempati ini cukup membingungkan. Ia seperti merendah. Karena pada beberapa pertanyaan, ia dapat berlaku seperti seorang konselor yang bijak ketika memberi pilihan sikap untuk penanya.
Misalnya, ketika saya mengetik pertanyaan berdasarkan kutipan dialog teks cerpen, "Apa yang sebaiknya dilakukan oleh tokoh aku untuk membuat tokoh Ayu menyukainya?" Kemudian ChatGPT memberi jawaban,
" Saya tidak dapat memberikan saran untuk membuat seseorang menyukai kita, karena ini melibatkan perasaan dan preferensi personal yang tidak dapat kita kendalikan. Selain itu, sulit untuk menentukan apakah tokoh Ayu tertarik pada tokoh aku berdasarkan kutipan tersebut. Namun, jika tokoh aku ingin memperbaiki hubungan dengan tokoh Ayu atau membuat Ayu merasa lebih nyaman berinteraksi dengannya, ia dapat mencoba untuk menjadi lebih ramah dan empatik. Misalnya, ia dapat mencoba untuk memulai percakapan dengan topik yang Ayu minati atau menunjukkan ketertarikan terhadap hobi atau kegiatan Ayu. Namun, penting juga untuk diingat bahwa tidak semua orang akan menyukai kita, dan itu merupakan hal yang wajar dan dapat diterima."
Berdasarkan empat pengakuan kelemahan Chat GPT tersebut, saya jadi menyimpulkan bahwa Kecerdasan Buatan yang diwakili oleh cara berkomunikasi ChatGPT tersebut sungguh ajaib . Sebab, secara tidak langsung Chat GPT justru menunjukan potensi kelebihannya sebagai "alat berbahasa" digital yang mencerminkan kecenderungan cara manusia berkomunikasi.
Kemampuannya mengimitasi cara manusia berkomunikasi, berpikir, dan berpendapat yang ia dapat dari pergaulan manusia secara literasi di dunia digital, akan makin sempurna karena ia terus berkembang mengikuti perilaku literasi digital kita. Sebab, ia dirancang untuk memberikan respons berdasarkan algoritma dan pemrograman yang telah ditanamkan dalam sistemnya.Â
Lantas, yang kemudian dapat menjadi problem adalah, apakah informasi dan saran yang ia berikan itu berdasarkan data informasi dan pengetahuan yang akurat?Â
Menurut saya, di sinilah wilayah kita sebagai penggunanya. ChatGPT mengolah data dan kita harus melakukan validasi data-data itu dengan mengujinya berulang kali.