Siswa --khususnya tingkat menengah- jangan sampai terjebak pada anggapan bahwa inti dari hasil pembelajaran di kelas adalah "transfer knowledge". Pengetahuan yang dari "luar" masuk ke dalam "kepala" siswa. Padahal, setahu yang saya pelajari dalam aspirasi kurikulum khususnya kurtilas, yang jauh lebih penting ialah bagaimana seorang siswa mampu mengolah dan menghasilkan "knowledge" dari dalam pikirannya sendiri.Â
Terlebih di era sekarang ini, pengetahuan tersebar di mana-mana, informasi membeludak dan bisa masuk kapan saja ke benak siswa. Sedangkan informasi yang bersifat kompleks dengan ragam permasalahan sosial tidak mudah untuk dicerna oleh pikiran yang pasif.Â
Oleh sebab itu, dibutuhkan kemampuan berpikir yang aktif untuk mengelola isi pikiran. Hal tersebut yang kemudian dikenal sebagai kemampuan metakognisi.Â
Etty Sofyatiningrum dan kawan-kawan telah merekomendasikan pentingnya metakognisi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Hal ini dapat dibaca dalam Risalah Kebijakan tahun 2019, Kemdikbud, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan.Â
Sebelum melihat bentuk-bentuk konkret dari kemampuan metakognisi, kamu para siswa khususnya di tingkat SMA, boleh saja memahami lebih jauh terlebih dahulu tentang konsep dasar metakognisi.Â
Metakognisi dalam Ilmu Psikologi dan Pendidikan
Sederhananya, kemampuan metakognisi ini adalah keterampilan membentuk pengetahuan yang berasal dari dalam pikiran siswa sendiri. Sehingga polanya berbeda dengan proses kognitif yang mengalami "transfer knowledge", dari luar kemudian masuk ke dalam pikiran siswa.Â
Maka, kemampuan metakognisi bergerak dari "dalam" menuju keluar, dari dalam "pikiran" mengeluarkan pengetahuan-pengetahuan untuk merespon keadaan di luar pikiran.
Sesuai dengan pembentukan katanya, istilah metakognisi terbentuk dari kata "meta" dan "cognition".Â