Kalimat opini merupakan topik pembelajaran penting bagi siswa dan remaja pada umumnya. Terlebih, siswa kini hidup di era media informasi yang begitu membeludak. Sajian informasi pada feed browser dapat memberi wawasan yang kabur jika siswa tidak kritis dalam membaca dan memahaminya.
Pemahaman mengenai opini itu perlu diperdalam bukan hanya karena tidak semua informasi bersifat fakta, namun siswa juga perlu memahami bahwa tidak semua opini mengandung gagasan yang utuh.Â
Setidaknya, terdapat lima bentuk kalimat opini yang dapat siswa pelajari dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di kelas 12 SMA, pada pembelajaran teks editorial dan teks artikel.
Kalimat opini atau uraian yang mengandung opini digolongkan berdasarkan makna sikap penulis yang tampak pada penggunaan bahasa atau kalimatnya. Dalam materi pembelajaran Teks Editorial dan Teks Artikel, kalimat yang bersifat opini diklasifikasikan menjadi lima yakni berupa kritik, penilaian, prediksi, harapan dan saran.
Bentuk atau jenis-jenis opini tersebut pada dasarnya dapat ditemukan dalam satu tulisan atau artikel. Sebab itu, saya menyebut bentuk atau jenis-jenis opini tersebut sebagai "dimensi", karena satu sama lain memberi garis makna yang sejatinya berkaitan.
Opini yang berupa kritik
Kalimat opini yang berupa kritik adalah bentuk pernyataan ketidaksetujuan atau negasi terhadap suatu hal. Kalimat ini menunjukan pendirian penulis terhadap masalah yang sedang dibahas dalam tulisannya. Bentuk ini merupakan pernyataan tegas untuk menggambarkan sikap dan gagasannya.
Sederhananya, opini berupa kritik merupakan pandangan lain terhadap suatu hal yang berasal dari pemikiran (pendapat) penulis. Oleh karena itu, kritik kerap kali mengesankan penilaian buruk terhadap hal tertentu.Â
Kalimat opini berupa kritik umumnya dapat ditandai dengan penggunaan kata-kata bermakna negatif seperti tidak, bukan, kurang, bukan dan penggunaan bentuk lain dengan makna serupa.
Tentu saja tidak semua kalimat yang mengandung unsur tersebut dapat berarti opini, melainkan hanya dalam kalimat dengan makna sangkalan, ketidakpuasan, ataupun dengan maksud menguak sisi buruk suatu fenomena.Â
Sebagai contoh pada kalimat berikut: Keahlian siswa tidak perlu diukur dalam bentuk produk material. Frasa "tidak perlu" dalam kalimat tersebut memberi makna sangkalan.
Opini yang berupa penilaian
Bentuk opini selanjutnya yaitu penilaian. Opini berupa penilaian merupakan sikap mengoreksi atau mengevaluasi. Oleh karena itu, kalimat opini yang berbentuk penilaian lebih menjelaskan bagaimana penulis melihat permasalahan atau fenomena yang sedang dibahas secara lebih seimbang.
Kritik dan penilaian dalam opini pada dasarnya satu kesatuan. Bahkan secara pengertian dasarnya, kritik adalah bentuk penilaian "baik" dan "buruk" terhadap suatu hal. Akan tetapi, dalam pembelajaran ini makna "kritik" lebih condong kepada penilaian buruk.Â
Sedangkan "penilaian" merupakan pendapat yang lebih menguraikan setiap sisi (baik-buruk) dengan lebih detail. Siswa dapat mempelajari opini yang berupa penilaian pada kalimat berikut: Keberhasilan pembelajaran yang tidak kalah penting adalah pembentukan semangat dan nilai-nilai kebangsaan.
Contoh tersebut akan membantu siswa menyimpulkan bahwa opini yang berupa penilaian adalah evaluasi penulis terhadap permasalahan secara lebih mendalam. Frasa "tidak kalah penting" memberi makna penilaian dalam kalimat tersebut. Setelah memahami opini berupa kritik dan penilaian, kemudian siswa juga mempelajari opini berupa prediksi.
Opini yang berupa prediksi
Opini yang berupa prediksi adalah bentuk dugaan yang berkaitan dengan dampak atau pun penjelasan tentang apa yang akan terjadi nantinya. Kalimat opini yang bermakna prediksi ini memiliki ciri antara lain mengandung adverbia "akan", konjungsi "jika-maka", "apabila", "kalau", "nanti", dan lain sebagainya.
Sebagai contoh pada kalimat berikut: Metode pembelajaran yang berorientasi pada ilmu-ilmu empiris akan memperkecil pemahaman nilai, semangat, serta ideologi kebangsaan.Â
Siswa dapat mencermati bahwa opini berupa prediksi tersebut menunjukan kenyataan yang belum terjadi, ditandai dengan adverbia "akan". Kendati demikian, kenyataan dalam kalimat tersebut mungkin saja terjadi karena prediksi timbul berdasarkan analisis tertentu. Oleh karena itu, pernyataan dalam kalimatnya mengandung potensi fakta, walau belumlah atau bukanlah fakta.
Belum selesai di situ, siswa juga akan mengenali opini yang berupa harapan dan saran. Kedua bentuk opini ini biasanya mengandung modalitas atau kata-kata adeverbia seperti kata seharusnya, sebaiknya, imbau, dan lain sebagainya.
Opini yang berupa harapan
Opini berupa harapan biasanya diposisikan untuk menyuarakan kehendak tertentu dalam fenomena atau permasalahan. Misalnya pada kalimat: Sudah saatnya kebijaksanaan lama ditafsirkan ulang. Dapat dilihat bahwa penulis kalimat tersebut mengharapkan perubahan tertentu.
Frasa "sudah saatnya" dalam kalimat tersebut senada dengan adverbia "sebaiknya", "saya harap", "andai saja", sebagai makna harapan secara eksplisit. Umumnya, opini berupa harapan dapat dimaknai sebagai sikap ajakan/ persuasif, tergantung bagaimana unsur-unsur kalimatnya dan bagaimana pembaca memahaminya.
Opini yang berupa saran
Sedikit berbeda dengan opini berupa harapan, kalimat opini berupa saran cenderung menawarkan solusi bagi pihak yang berwenang ataupun "otoritas" dalam permasalahan yang sedang dibahas. Misalnya pada kalimat berikut: Keteladanan guru sebagai role model perlu menjadi standar sekolah dalam pembentukan karakter siswa. Â
Penggunaan adverbia "perlu" pada kalimat tersebut menandakan makna kewajiban/keharusan ataupun rekomendasi kepada pihak berwenang dalam permasalahan yang dibahas.Â
Kelima bentuk opini tersebut pada dasarnya merupakan "dimensi" gagasan atau pendapat penulis dalam satu artikel/tulisan. Setiap bentuknya bertalian satu sama lain, membangun pendapat yang meyakinkan. Jika kelima bentuk opini tersebut disusun, maknanya cenderung terjalin satu sama lain. Misalnya sebagai berikut:
"Keahlian siswa tidak perlu diukur dalam bentuk produk material. Keberhasilan pembelajaran yang tidak kalah penting adalah pembentukan semangat dan nilai-nilai kebangsaan. Metode pembelajaran yang berorientasi pada ilmu-ilmu empiris akan memperkecil pemahaman nilai, semangat, serta ideologi kebangsaan. Sudah saatnya kebijaksanaan lama ditafsirkan ulang. Keteladanan guru sebagai role model perlu menjadi standar sekolah dalam pembentukan karakter siswa."
Berdasarkan penjelasan di atas, siswa dapat menyimpulkan bahwa opini yang baik dalam Teks Editorial atau pun Teks Artikel sebaiknya memiliki lima "dimensi" opini tersebut. Jika opini hanya berupa kritik maka gagasannya akan tidak lengkap, sehingga kehilangan daya argumentasinya.
Sumber konsep kalimat opini:Â
Bahasa Indonesia/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
Sumber kutipan kalimat/contoh:
Saifur Rohman, Ancaman Kurikulum 2022
Ancaman Kurikulum 2022, Kompas.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H