Para ahli memandang CLIL sebagai strategi untuk memahami materi pelajaran sekaligus memperdalam ilmu kebahasaan yang digunakan dalam pembelajaran.
Konsep pengajaran Bahasa Indonesia dalam nafas kurtilas tadi telah diterjemahkan menjadi pembelajaran tematik di tingkat SD. Pada konteks sekolah menengah, melalui paradigma kurtilas tadi, mata pelajaran Bahasa Indonesia diterapkan dalam pembelajaran berbasis teks.Â
Artinya, pembelajaran Bahasa Indonesia diterapkan melalui teks dengan komponen kompetensi berbahasa yang dalam teori CLIL disebut content, communication, cognition, dan culture (4C). Melalui keempat komponen ini, mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat berkolaborasi dengan mata pelajaran lain untuk menjalin interdisiplin ilmu pengetahuan.
Mata pelajaran seperti biologi misalnya, dapat ditunjang dengan genre teks deskripsi yang secara sikap berbahasa (communication), dapat diterapkan dalam tipe teks laporan hasil observasi.Â
Begitu pula mata pelajaran seperti PPKn atau sejarah, dapat diakomodasi misalnya dengan tipe teks biografi tokoh. Pada kondisi seperti ini, siswa bukan sekadar mempelajari struktur teks, atau unsur kebahasaan teks saja. Namun, dengan terjalinnya "isi" teks dengan muatan mata pelajaran lain, maka akan tercipta kerangka berpikir (cognition).
Secara sederhana, ketika siswa mempelajari teks laporan hasil observasi, maka materi pelajaran biologi, PPKn atau sejarah otomatis juga dipelajari oleh mereka. Sehingga, penilaian pun akan lebih searah. Bahkan, penekanan komponen "culture" pada pembelajaran teks, yaitu dengan mengaitkan relevansi lingkungan serta nilai-nilai lokalitas, dapat menunjang kebutuhan penguatan karakter maupun keterampilan abad 21.Â
Dalam hal ini, siswa bukan saja memahami dan memproduksi teks tertentu, namun juga mengonversi teks ke dalam bentuk lain.
Model Belajar yang Produktif dan Menggairahkan Siswa
Model pembelajaran berbasis proyek (PBP) begitu membantu dalam hal ini. Seperti yang dianjurkan kurtilas, bahwa PBP mendorong proyek atau kegiatan siswa sebagai proses pembelajaran untuk mencapai semua kebutuhan kompetensi.Â
Sebagai contoh, melalui teks prosedur, guru Bahasa Indonesia dapat saja menjalin kesepahaman dengan guru mata pelajaran IPA untuk mendesain projek bersama, misalnya mendorong siswa untuk memproduksi video tutorial menanam tumbuhan.Â
Pada pembelajaran teks biografi, dapat bersinergi dengan guru sejarah misalnya dengan mendorong siswa untuk membuat film pendek atau dokumenter tentang tokoh sejarah.
Hal tersebut sejalan dengan konsep pedagogic genred-based, bahwa teks memiliki lokasi sosial, bukan saja secara tulisan dan lisan, namun juga multimodal (berkaitan dengan teknologi komunikasi audio, visual dan video).Â