Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bang Mamat Gagal Ningkat

13 Juni 2016   12:34 Diperbarui: 13 Juni 2016   12:39 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Biasanya, setiap kali banjir pikiran Mamat jadi tak karuan, tensi darah si Mamat seakan naik total, ia menjadi lebih emosional. Banyak warga gang Q, panik kelau melihat Mamat waktu banjir. Perilaku tak wajar Mamat bagi mereka memang wajar, sebab akibat banjir Mamat yang melarat ini terpaksa libur narik ojek, belum lagi istrinya juga otomatis cuti dari dagang nasi uduk. 

Ketika banjir sudah surut, Mamat yang belum punya anak ini juga harus menjadi lelaki kuat, seorang diri berhadapan dengan lumpur, sisa-sisa sampah dan keamburadulan rumahny. Maka mendidihlah perasaanya, kesal hatinya, tapi entah kesal kepada siapa. Yang jelas di mata Mamat ketika kebanjiran, wajah orang orang seketika nampak menyebalkan semua. Untungnya Mamat sangat tunduk dengan istrinya, sehingga kalau-kalau warga terlibat masalah dengan Mamat ketika situasi banjir, biasanya seseorang akan memanggil istrinya untuk menjinakan, lantas membawa pulang si Mamat. 

Saat motornya terendam ketika banjir dua tahun lalu, si Mamat pernah bikin seorang pemulung lari terbirit – birit. Mamat sedang menyeroki lumpur pasca surut banjir di teras rumahnya, tak sengaja melihat sosok pemulung sedang tersenyum senyum memilah - milah barang hanyutan di gunungan sampah depan rumahnya. Tiba-tiba si Mamat jadi naik pitam, ia lalu berteriak sambil menghunuskan golok, mengusir pemulung. 

Ketika banjir besar tahun lalu Ria si pembantu muda sebelah rumahnya pun sempat dibikin heran plus ketakutan oleh si Mamat. Pasalnya, majikannya Ria sedang mengungsi ke rumah lainnya, sedangkan di rumahnya itu air mineral tidak cukup tersedia. Maka, Ria yang merasa menjadi langganan genit-genitannya si Mamat mencoba membuat taktik. Ketika banjir surut sampai selutut, ria melihat Mamat di ujung gang, membopong sekerdus air mineral dari posko banjir. Mengetahui si Mamat akan jalan melewati rumahnya, Ria langsung menggosok pagar rumahnya, lantas sengaja menegakan tubuhnya sedemikian rupa sehingga lekukan tubuhnya nampak lebih nyata. Ria juga menggemulaikan liukan lengan tangannya. 

Namun kalakuan si montok Ria itu tak membuat Mamat sesenti pun menengok, tidak juga menggodanya, apa lagi menawarkannya air mineral tersebut. Puncaknya, Ria merasa kehilangan daya tarik, ia pun berinisiatif menciptakan bunyi-bunyian batuk dari tenggorokan, berharap menarik perhatian si Mamat. Mamat pun mulai sadar akan suara batuk Ria yang tak menentu nadanya itu, lantas Mamat melotot sambil membentak,

“ berisik ah! dasar babu! “

Sejak itu banyak warga gang Q berpkesimpulan kalau banjir tiba sebagian urat saraf si Mamat akan hanyut entah kemana. Sudah lebih dari 3 tahunlah si Mamat jadi cemberutan kalau banjir, dan berlangsung bisa sampai satu mingguan, sampai situasi kampung sudah kondusif kembali. 

Anehnya, banjir kali ini gelagatnya si Mamat beda. Dia nampak begitu legowo dan ceria. Mamat mampu bergembira seperti pada situasi normal. Mamat berenang keliling kampung dengan galon kosong untuk mengapung, memburu biawak, merakit perahu dari jebolan pintu rumah. Ketika air banjir sudah mulai surut, Mamat juga membuatkan bendungan kecil di selokan depan rumahnya. 

“ ayo..ibu – ibu, bapak-bapak, tua muda siapa saja! ambil saja air ini, lumayan untuk membilas dinding. Selagi listrik belum nyala “

Mulanya banyak tetangganya takut untuk menggunakan bendungan itu, ibu-ibu tercengang melihat kelakuan si Mamat, mereka masih belum yakin. Sebagai pancingan si Ria disuruh lebih dulu turun membawa ember kosong. Ibu-ibu khawatir kalau si Mamat kumat lagi stres banjirnya. Ternyata belum juga Ria bergegas, si Mamat langsung menggoda, “ Wuahh eneng Ria! Jangan ngedekem di rumah aja, nanti gak laku-kalu loh! Hahah sini ah turun ambil air “. Seketika ibu-ibu tetangga tertawa girang. Kemudian keluar dari rumah, memburu air bendungan buatan si Mamat. 

Sore itu menjelang magrib, surutnya air sudah sampai sebetis, para warga mulai mendorongi lumpur keluar rumah. Penduduk gang Q saling bergunjing tentang si Mamat yang berubah dratis. Mamat bukan lagi si penderita banjir yang sinis, aneh dan amukan. Namun hati Mamat seperti dilapisi energi mistis, mamat tetap bertahan sebagaimana Mamat biasanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun