Melihat kondisi demikian, masyarakat juga tergugah untuk mulai memberikan bantuan secara langsung pada pengusaha kecil dan bidang jasa yang mulai terdampak, berupa pemberian makan siang/sore gratis bagi para pengemudi ojol, penyapu jalanan, para penawar jasa angkut barang belanjaan di pasar atau di Bali dikenal sebagai tukang suun. Paket sembako pun telah dikumpulkan dari para donator di setiap banjar di Bali dan mulai dibagikan kepada masyarakat terdampak. Tentusaja fenomena solidaritas atau kesetiakawanan sosial ini menjadi hal yang melegakan ditengah suasana krisis Covid-19.
Ketika bangun dari tidur, saat ini kita berharap mendengar berita baik mengenai krisis ini, setidaknya berharap ada perbaikan situasi. Namun yang kita temukan adalah angka-angka yang dirilis Satgas Covid- 19 nasional yang terus meningkat. Belum lagi ramai orang saling membagi informasi mengenai perkembangan Covid ke media sosial, seolah menjadi pembagi pertama kali akan "tampak gagah" karena merepresentasikan diri sebagai sumber informasi utama yang harus diperhitungkan. Alih-alih memunculkan rasa hormat, orang-orang semacam ini justru semakin memperkeruh situasi dengan menciptakan kecemasan dan negative feeling yang berkepanjangan. Apa dampaknya?
Orang mulai lelah secara mental/psikis, mencoba melarikan diri dari berita-berita tentang covid ke berita lain yang bisa menenangkan diri, entah menonton video GAG di youtube supaya masih bisa ketawa ketiwi, atau mencari kelucuan-kelucuan di media sosial yang mulai ramai tersebar.
Ini semua adalah tanda kelelahan mental/psikis yang semakin meluas. Semoga masyarakat masih bisa menemukan cara-cara baru yang kreatif dalam menghibur diri dan menghibur teman dalam situasi krisis ini.
Di media elektronik yang mudah diakses siapaun yang memiliki gawai-pintar sudah banyak pakar yang mencoba membuat prediksi kapan krisis Covid-19 ini akan berakhir di Indonesia. China yang dikabarkan sudah mengakhiri krisisnya, ternyata diberitakan mulai menghadapi krisis gelombang kedua. Beberapa pakar menyebut akhir Mei 2020, namun tidak sedikit pakar yang memperkirakan bahwa kriris ini masih akan berlangsung dan berakhir pada kisaran Juni atau Juli 2020 nanti. Tentusaja tiap pakar memiliki data dan fakta yang cukup untuk dianalisis dan menghasilkan simpulan-simpulan demikian. Namun tentusaja ini juga merupakan sebuah prediksi atas variabel-variabel yang sudah teridentifikasi. Bagaimana bila masih ada variable-variabel lain yang tidak bisa dikendalikan, seperti alam misalnya.
Sampai kapan?
Saya hanya bisa membayangkan lompatan waktu pada Agustus 2020 paling cepat untuk semuanya bisa kembali bebas. Berharap perayaan 17 Agustus 2020 menjadi tonggak kedua kemerdekaan Indonesia, bukan dari penjajahan kolonial, tapi dari penjajahan virus corona. Jika waktu itu para pejuang bertarung mati-matian melawan kaum kolonial, kini saya menyaksikan semua orang sedang berjuang dengan caranya sendiri sendiri tapi tetap saling menolong melawan virus corona, dengan beberapa pahlawan kesehatan yang telah gugur diserang virus corona.
Semoga....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H