Mohon tunggu...
Afni Zulkifli
Afni Zulkifli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis adalah sajadah kata untuk berbicara pada dunia

Jurnalis, Akademisi, Praktisi Komunikasi Publik dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kamuflase Informasi Kebakaran Lahan di Papua: Analisis Framing

17 November 2020   13:07 Diperbarui: 17 November 2020   17:32 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendapat Guru Besar IPB atas pemberitaan GP di BBC

Moratorium permanen izin di hutan primer dan lahan gambut, ditandatangani Presiden Joko Widodo, di awal Agustus 2019, mencakup area lebih dari 66 juta ha, atau lebih besar dari Prancis, bahkan dua kali ukuran negara Inggris.

39 % hutan primer dan lahan gambut di Pulau Papua, menjadi bagian dari peta moratorium permanen secara nasional.

Moratorium izin itu bahkan tidak hanya didominasi kawasan konservasi dan hutan lindung saja, tapi juga mencakup hutan produksi yang menjadi kawasan hutan negara, yang luasnya lebih dari 8 juta ha, atau hampir dua kali luas negara Belanda.

Dari kawasan ini lebih dari 22% merupakan hutan lahan gambut dan mayoritas merupakan hutan primer.

Tak cukup hanya disitu, Pemerintah juga memasukkan 2 juta ha hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) di dua Provinsi tersebut, menjadi bagian dari peta moratorium permanen. Ini setara dengan lebih dari 27 kali luas Negara Singapura.

Pemerintah melalui KLHK juga melindungi kawasan dengan tutupan hutan yang masih baik atau memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang tersebar di konsesi sawit Provinsi Papua dan Papua Barat. Kebijakan melakukan moratorium izin kelapa sawit, terbukti menahan laju deforestasi di dua Provinsi ini.

Dari 1,26 juta ha konsensi kelapa sawit di Papua dan Papua Barat, yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintahan sebelumnya, telah mampu ditekan angka deforestasi menjadi hanya sekitar 2.600 ha atau hanya 0,2%. Artinya selama dua tahun pelaksanaan perintah moratorium sawit yang dikeluarkan Presiden Widodo, telah memberi dampak pada perlindungan hutan di konsesi sawit yang ada.

Jika dirinci dengan melihat konsesi sawit di Provinsi Papua, hingga awal Oktober 2020 masih ada sekitar 99,79% potensi kawasan NKT terlindungi dengan baik, dan lebih dari 99% potensi kawasan NKT di konsesi sawit yang ada di Papua Barat juga masih dilindungi. Papua masih hijau royo-royo.

Semua data-data ini pernah diungkapkan Menteri LHK Siti Nurbaya, secara terbuka. Menjadi data yang siap diuji dan tidak bisa dibantah. Kecuali, mengutip pernyataan Siti Nurbaya ''...bila memang ada yang menutup mata dan telinga terhadap bukti ini,'' katanya dalam pertemuan virtual membahas kehutanan dan isu soal sawit pada tanggal 27 Oktober 2020 silam.

Perlindungan pada kekayaan alam dan lingkungan Papua ini belum termasuk dari fakta lainnya, bahwa baru di masa pemerintahan inilah, ada Presiden yang mengunjungi pulau Papua lebih dari 13 kali selama satu periode pemerintahan. Papua pula menjadi daerah pertama yang dikunjungi setelah Jokowi ditetapkan sebagai Presiden RI.

Penguasaan Lahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun