Untuk menjadi catatan, hingga kini sejumlah Indikator Nasional maupun Komitmen Internasional belum menunjukkan kemajuan bahkan menjadi beban ganda (multy burden), tidak saja menjadi masalah kesehatan, dan ancaman terhadap kualitas manusia Indonesia tetapi juga membebani Anggaran yang semakin besar.
Apa yang terjadi dengan Dokter Terawan, tidak bisa ditimpakan semata seakan menjadi masalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
IDI menjalankan tugas Konstitusionalnya sesuai UU Praktik Kedokteran dan KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia)
Ketika terjadi kebuntuan dalam mediasi, Undang-Undang masih punya Lembaga yang bisa terlibat dalam penyelesaian masalah Dokter dan Dokter Gigi, yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
KKI menjadi kanal pertemuan kepentingan kedua Undang-Undang (Dikdok dan Pradok).
KKI bertanggung jawab kepada Presiden, mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan standar pendidikan Dokter/Drg dan Spesialis, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran melalui Sertifikasi dengan Surat Tanda Registrasi (STR), dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
Sayangnya, proses pembentukan KKI yang terakhir (2020), yang diselenggarakan oleh Menteri Yang Bertanggungjawab dibidang Kesehatan diragukan prosesnya karena tidak menjalankan amanat Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.
PRESEDEN DR.TERAWAN HARUS DIHADAPI DENGAN BENAR
Sengketa etik Dr.Terawan seharusnya tidak perlu seheboh yang terjadi.
Justru yang harus dikhawatiri adalah ketika kasus ini tidak diselesaikan secara benar dan tepat.
Preseden yang sama bukan tidak mungkin terjadi dimasa mendatang, tentu akan mengacaukan sistem, dan bukan tidak mungkin mengganggu kebathinan para Dokter yang bisa mengabaikan perlindungan kepada pasien sebagai salah satu prinsip Etik Kedokteran.