Jika terjadi pelanggaran Etik, ranah dan rumahnya ada pada Organisasi Profesi.
DR.M.Luthfie Hakim,SH,MH (Dosen Magister Hukum Kesehatan UGM) mencatat ada 28 (duapuluh delapan) jenis pelanggaran etik disiplin profesi kedokteran.
Untuk profesi yang sangat menjunjung nilai luhur hubungan antara Dokter dengan pasiennya, maka setiap Dokter wajib mempedomani Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Pelanggaran etik perlu diberi sanksi yang sesuai dan dilakukan Majelis Etik Kedokteran Indonesia (MKEK), setelah melalui sidang-sidang Majelis.
Tidak sering masalah Etik terganggu oleh "gengsi". Sehingga lama dan "mengambang" karena para pihak yang terkait bersikap diam, mungkin karena merasa benar dan atau boleh jadi menganggap hal kecil.Â
MKEK sebagai bahagian dari IDI harus menjalankan tugas konstitusionalnya. Karena sesuai UU No.29 Tahun 2004 tentang Kedokteran, ranah dan rumah penyelesaian masalahnya bagi Dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dan Perkumpulan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) bagi pelanggaran etik Dokter Gigi.
Hal itu sebagai konsekuensi hukum, dimana dalam pasal 1 angka 12 disebutkan Organisasi Profesi bagi Dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan bagi Dokter Gigi adalah PDGI. Dengan demikian setiap Dokter terikat pada UU Praktik Kedokteran beserta semua turunannya termasuk Ketentuan Organisasi IDI.
Pelanggaran Disiplin diselesaikan melalui MKDKI KKI. Ada ratusan pelanggaran disiplin setiap tahunnya yang disidangkan. Pelanggaran disiplin sudah pasti merupakan pelanggaran Standar.Â
Pelanggaran atas Standar, terjadi karena 2 (dua) hal yaitu Melakukan tindakan yang seharusnya Tidak dilakukan, atau Tidak melakukan tindakan yang seharus Dilakukan. Sanksi pelanggaran disiplin mulai dari Peringatan Keras, atau Rekomendasi Pencabutan STR dan atau Kewajiban Pendidikan atau pelatihan di Institusi Pendidikan Kedokteran.
Motif terbanyak dari pelanggaran disiplin karena miskinnya Komunikasi antara Dokter dengan peer groupnya dan atau dengan Klien/Pasien. Hukuman pelanggaran disiplin bisa sampai Pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan KKI, yang otomatis sang Dokter tidak bisa berpraktik untuk sementara waktu atau bahkan permanen.
Sementara Pelanggaran Hukum, jatuh karena didalamnya dalam pengaduan klien/pasien ditemukan unsur kelalaian sang dokter (sekalipun dalam Bahasa hukum dinarasikan sebagai kesengajaan, walaupun nyaris mustahil Dokter berbuat salah dengan sengaja). Â
Sejumlah ketentuan pidana pelanggaran hukum seperti pidana Penjara atau denda Ratusan juta mengancam kerja profesi Dokter/Dokter gigi.