Lebih 3 bulan masyarakat Indonesia #DiRumahSaja ikhlas cegah Covid-19, sembari melihat “kegilaan” virus Covid-19 merajalela menjangkau dan menjajah Indonesia.
Kini 373 Kabupaten/Kota di label RED ZONE yang menyebar pada 34 Provinsi.
Dilaporkan pula akibat kegilaan virus ini sudah jatuh korban lebih 16.000 orang kasus positif (semakin banyak karena pertambahan setiap hari sudah menembus 500 orang), 11.000 lebih sedang dalam perawatan baik sebagai ODP maupun PDP.
Lebih 1.000 orang meninggal sejak 11 Maret yl, termasuk puluhan Dokter dan Tenaga Kesehatan yang berjuang menghentikan jatuhnya korban dan kematian.
Sungguh kegilaan Covid-19 membuat, masyarakat rela berdiam #Dirumahsaja, bahkan rela dalam keprihatinan untuk TIDAK MUDIK, sembari menunggu terputusnya mata rantai penularan antar manusia, agar SEMUA manusia bisa kembali pada kehidupan NORMAL dan produktif.
Kembali kepada kehidupan normal bukan hanya kembalinya KESEHATAN, tetapi juga kembalinya KEHIDUPAN, karena virus ini mengancam kesehatan hingga kematian, juga kehidupan sehari-hari masyarakat.
TETAPI, beberapa hari ini, masyarakat diperlihatkan ada yang lebih gila dari pada virus.
Beberapa hari yl, Menteri Perhubungan “mengurangi pengetatan” atau Relaksasi moda transportasi darat, laut dan udara. Disusul Menko Maritim dan Investasi membolehkan Mudik. Sontak kedua sumber berita menjadi isu nasional.
Namun bukan sebagai isu yang mendukung amanat Presiden, yang ingin virus Covid-19 segera berakhir dengan menerbitkan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, termasuk tidak mudik.
Kamis 14 Mei 2020, datang khabar dari Bandara Internasional di Tangerang yang menyandang nama besar Proklamator RI Soekarno-Hatta telah dibanjiri penumpang pesawat penerbangan dalam negeri ke berbagai kota di Indonesia.
Dalam foto yang beredar tampak sesak, tidak ada jarak satu sama lain.
Dikhabarkan pula pesawat berisi penuh, duduk tanpa jarak. Penumpang hanya bawa Surat keterangan Sehat dari Dokter. Tentu bukan surat bukti hasil test PCR/Swab yang menyatakan Negatif.