Oleh: Dr. Leila Mona Ganiem
Insiden yang melibatkan Lady Aurellia, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK), telah memicu perbincangan luas di media sosial. Dugaan penganiayaan terhadap dokter koas oleh sopir keluarga Lady menjadi titik panas yang menarik perhatian publik.
Sayangnya, diskusi yang berkembang justru memperkeruh suasana dan menimbulkan berbagai opini negatif yang menyerang individu dan keluarganya, bukan ke arah penyelesaian yang menentramkan.
Tak dapat disangkal, kasus ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya komunikasi efektif, tekanan dalam pendidikan kedokteran, dan dampak buruk opini publik yang tak terkendali.
Komunikasi yang Gagal dan Tekanan dalam Pendidikan Kedokteran
Pendidikan kedokteran bukanlah perjalanan yang mudah. Mahasiswa kedokteran diharapkan menjalani proses panjang yang menuntut pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar. Jadwal piket koas yang padat, terutama pada hari libur besar seperti Natal dan Tahun Baru, sering kali menjadi tantangan tersendiri.
Dalam kasus Lady, keberatan keluarga terhadap jadwal tersebut tampaknya memicu konflik yang berujung pada insiden penganiayaan.
Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi efektif dalam menyelesaikan masalah. Alih-alih menggunakan cara kekerasan atau tekanan emosional, semua pihak, termasuk mahasiswa dan terutama keluarga, perlu mengedepankan dialog dan mediasi.
Mahasiswa FK, sebagai calon dokter, juga perlu belajar menghadapi tekanan dengan bijak, karena profesi dokter menuntut kemampuan komunikasi yang baik dan empati tinggi dalam berbagai situasi sulit.
Memang, beban akademik dan tuntutan profesi sering kali membuat mahasiswa kedokteran kehilangan waktu pribadi. Ketidakseimbangan ini dapat memengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial mereka.