Mohon tunggu...
dr HelgaYolanda
dr HelgaYolanda Mohon Tunggu... Dokter - Medical Doctor

Follow, Komen dan Like ya.. Aktivis pendidikan anak| Mompreneur, Owner Brand Skincare|Batik enterpreneur| Founder a Preschool and Kindergarten| Certified Counselling Child and Adolescents| Certified Early Childhood and Care Education| Certified Hypnosis and Hypnotherapist| Certified Professional Fengshui Master| Certified Tarot Card Reading Masterclass

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

10 Cara Mudah Slow Living Tak Terbatas Tempat dan Usia

20 Desember 2024   16:51 Diperbarui: 20 Desember 2024   16:51 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : Slow Living. Sumber Gambar: Input Keterangan & Sumber Gambar : mamamoments.ie

Ilustrasi Gambar : Sadar dan bersyukur. Sumber Gambar : freepik/watercolor-illustration.
Ilustrasi Gambar : Sadar dan bersyukur. Sumber Gambar : freepik/watercolor-illustration.

Menyadari apa yang sudah Tuhan berikan, yang sudah alam sediakan, kita syukuri maka kita akan menemukan kebahagiaan. Hal ini dapat terwujud meskipun kita hidup di kota. Bagaimana kita membuat hidup menjadi lebih bermakna penuh syukur, semua kembali pada kita sebagai makhluk ciptaanNya.

Ditengah tuntutan kebutuhan hidup di perkotaan, sulit untuk slow living. Bisa, yakin bahwa dengan kesadaran semua akan baik-baik saja. Kerja dengan gaji dibawah UMR, potongan gaji dan kebutuhan lainnya di perkotaan jelas berat. Ditambah dengan kebijakan baru dari pemerintahan atau kenaikan harga kebutuhan rumah tangga, biaya pendidikan anak, rasanya sangat membebani pikiran.

Tenang, tetap bersyukur dan sadari bahwa masih banyak yang lebih menderita dalam berjuang hidup. Tidak perlu khawatir karena Tuhan telah menyediakan semua yang kita butuhkan. Tuhan juga memberikan apa yang layak untuk kita dan kapan waktu terbaiknya. Bahkan burung di udarapun Tuhan pelihara walau tanpa rumah yang tetap, tanpa stok makanan yang pasti.

Tips Slow Living di Ibukota

Tak harus di Ibukota, dimanapun Kompasianer berada bisa menerapkannya. 

1. Menanam di lahan sempit. Menanam sayur dan buah di lahan sempit dapat membantu ibu-ibu yang nantinya dapat memanfaatkan hasil panen. Menanam juga dapat menjadi aktivitas tambahan bagi warga kota dengan lahan terbatas. Menanam dapat membuat kita menjadi lebih sabar dan menyadari akan sebuah proses kehidupan. Menanam dapat mengurangi tingkat stres dan pikiran negatif. Menanam dan panen hasil dapat mengurangi jumlah anggaran belanja sayuran dan buah.

2. Mengolah sampah. Mengolah sampah dapur, memisahkan organik dan anorganik. Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos dengan biopori. Sedangkan sampah anorganik dapat dijadikan pot dari barang bekas untuk menanam sayur, bagian dari penerapan 3R (Recycle, Reuse, Reduse). Memilah sampah anorganik dan mengumpulkannya ke bank sampah juga dapat menghasilkan uang, seperti botol plastik, kaleng, kertas, kardus bahkan minyak jelantah.

3.Memperkecil lingkup pertemanan. Memilah kembali pertemanan atau persaudaraan yang berdampak negatif bagi diri sendiri. Lingkungan yang negatif, seperti membicarakan orang lain, merencanakan hal untuk kepentingan sendiri tapi merugikan orang lain dan lainnya akan menyebabkan kita terbawa arus negatif.

4. Perbanyak waktu untuk menghargai diri sendiri. Memberi reward atau apresiasi kepada diri atas pencapaian, bisa berupa makanan, jajanan, hanya sekedar menonton drama korea atau bersantai sejenak menikmati secangkir teh hangat dari balkon selepas hujan. Penghargaan atas diri akan membuat diri lebih relax, merasa dihargai dan disayang.

5. Putarlah musik santai atau easy listening. Musik jauh lebih memiliki dampak positif untuk neuron atau saraf otak dibandingkan dengan film. Memutar musik pada kegiatan tertentu akan membuat lebih tenang, misalnya memasak, menyapu atau menulis artikel kompasiana dengan mendengarkan musik jazz akan membuat keadaan lebih tenang dan nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun