Pak Joko pun menanyakan siapa pemilik mobil itu, ternyata pemiliknya adalah pejabat tinggi negara, yang rumahnya selalu dijaga oleh pihak berwenang sektor setempat dan kondisi garasinya tidak mencukupi untuk parkir mobil, bahkan mobilnya luber ke jalan, meskipun jalan tersebut gang buntu.Â
Pak Joko adalah korban dari sekelompok orang yang ingin divalidasi status sosial dan jabatannya untuk mendapat permakluman dan meniadakan kesalahan.
Bagaikan landak menunjukkan durinya, dia yang salah parkir sembarangan, malah dia yang lapor ke pihak berwenang karena ban mobilnya kempes, minta maafpun tidak, tegur sapa karena telah parkir sembarangan pun tidak.Â
Ban mobil kempes bisa saja terjadi mengingat depan rumah Pak Joko banyak puing dan kayu kaso berpaku. Dan kapan kempesnya dan dimana, mengapa sangat yakin kempes di rumah Pak Joko.Â
Apapun itu aturan atau undang-undangnya. Beruntungnya Pak Joko mendapat pembelaan dari "malaikat tak bersayap", yang menurut Beliau, pejabat setinggi apapun, selama kejadiaannya berada dalam lingkungan warga artinya dia tetap menjadi warga." Malaikat tak bersayap yang ingin diberi apresiasi oleh Pak Joko pun menolak. Semoga malaikat tak bersayap ini selalu sehat dan diberkahi.
 Tak perlu kalimat "sebaiknya pejabat tinggi memberikan teladan" atau " janganlah menjilat kepada yang kaya dan pemilik jabatan", kembali lagi pada karakter atau watak individu masing-masing.Â
Karakter yang baik dimanapun, siapapun kita, apapun jabatan kita, apapun strata sosial kita dan latar pendidikan kita, seberapa kayapun kita, akan sangat menentukan dan berperan penting bagi masyarakat lain.Â
Aturan tidak dapat mengubah watak atau tabiat tidak terpuji orang lain. Namun dengan kesadaran diri akan mencerminkan karakter dan status pendidikan kita sebagai manusia berakhlak yang Tuhan ciptakan. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H