Hingga saat ini belum jelas bagaimanakah distimia muncul. Namun yang jelas, seperti depresi, distimia mempengaruhi kadar neurotransmiter di otak. Secara biologi, terlihat bahwa orang dengan distimia menunjukan abnormalitas yang mirip dengan penderita depresi mayor bila dilakukan pemeriksaan EEG.Â
Stres fisik dan psikis menahun dapat menyebabkan distimia di masa depan. Secara genetik, distimia lebih sering dijumpai pada seseorang dengan keluarga yang mengidap gangguan depresi mayor dan sekitar 10% penderita distimia diketahui jatuh pada kondisi depresi mayor pada suatu saat dalam perjalanan distimianya. Secara psikososial, kondisi ini sering ditemukan pada orang-orang yang mengalami isolasi sosial.
Terapi dan pengobatan
Distimia adalah kondisi yang dapat diterapi. Hingga saat ini metode utama adalah psikoterapi dan pemberian obat anti depresan. Umumnya psikoterapi utama yang dilakukan adalah berupa CBT (Cognitive Behavior Therapy) yang berfokus dalam mengubah mindset.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat.
Tulisan asli dapat diakses di blog pribadi saya yang dapat Anda baca di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H