PEMIMPIN Redaksi mass media seperti media cetak maupun online, sebagian besar diantara kita mungkin sudah sering mengenalnya. Namun pada pelaksanaannya, Pemimpin Redaksi sering lari dari jalur tupoksi (tugas pokok dan fungsi).
Sekadar diketahui, di beberapa media posisi Pemimpin Redaksi setara dengan Pemimpin Perusahaan. Namun sejumlah media nasional termasuk lokal, posisi Pemimpin Redaksi sering merangkap sebagai Pemimpin Perusahaan. Bahkan satu orang memimpin tiga jabatan sekaligus, Pemimpin Umum, Pemimpin Perusahaan dan Pemimpin Redaksi.
Sebenarnya ketiga istilah 'pemimpin'itu sudah diatur sedemikian rupa tugas pokok dan fungsinya. Tapi di perusahaan media sekarang ini, ketiganya sering 'lari jalur' yang notabenenya sudah tak lagi menjalankan tupoksinya.
Ketika ada lamaran baru yang berminat 'melamar'sebagai agen media ini di daerah terpencil, si pelamar sering dihadapkan ke Pemimpin Redaksi. Padahal sejatinya, si pelamar tadi harus berhadapan dengan pemimpin perusahaan.
Begitu pula sebaliknya, penerimaan wartawan baru tidak lazim jika masalah ini diurusi Pemimpin Perusahaan.
Sejatinya ketiga pemimpin ini sudah berjalan sesuai dengan rel masing-masing. Ketiganya terkait, hanya dalam sistem koordinasi saja. Tapi kalau tupoksi, masing-masing pemimpin ini sudah punya job description.
Bukan Wartawan Relis
Seorang Pemimpin Redaksi, haram hukumnya menyiarkan berita-berita relis yang  dikeluarkan suatu perusahaan atau pemerintahan. Selayaknyalah Pemimpin Redaksi menulis isu hangat yang dituang dalam 'Tajuk" atau 'Tajuk Rencana'. Jika Pemimpin Redaksi berhalangan, tugas dan tanggungjawab ini boleh diserahkan ke bawahannya di lembaga Redaktur Pelaksana (Redpel). Atau menugaskan seorang Redaktur Senior untuk menuliskan Tajuk Rencana itu.
Oh ya, sekadar diketahui, Tajuk Rencana maksudnya respons media menyikapi terhadap sesuatu isu (hal atau peristiwa) yang sedang terjadi. Pembaca boleh menilai dan memastikan, sikap kritis media di Tajuk Rencana itu. Apakah media itu pro atau kontra terhadap isu dimaksud.
Apabila ada seorang Pemimpin Redaksi yang menampung berita-berita relis (satu arah) yang dikeluarkan perusahaan atau pemerintah dan memerintahkan anggotanya di tim redaksi untuk 'wajib tayang', maka inilah yang jadi perhatian serius.
Ada banyak hal penyebab seorang Pemimpin Redaksi 'sanggup' menampung berita-berita relis. Tapi kemungkinan besar, ini disebabkan karena ketidakfahamannya terhadap tupoksi itu.
Jabatan Politis dan Strategis
Seorang Pemimpin Redaksi, sebagaimana yang pernah penulis pelajari di bangku kuliah beberapa tahun silam, memiliki peranan penting. Namun tak lebih dari sekadar urusan diplomasi (politis) dan coffee morning dengan para pejabat (strategis).
Tapi harap dicatat, diplomasi atau lobi-lobi ini bukan untuk kepentingan pribadi, namun untuk kepentingan perusahaan demi memikirkan masa depan media itu.
Untuk urusan keredaksian atau dapur redaksi, seorang Pemimpin Redaksi boleh mempercayakan tugas-tugasnya ke Redaktur Pelaksana.
Jangan Terlalu Dekat
Kenapa seorang Pemimpin Redaksi tidak boleh terlalu dekat dengan pejabat? Ini penting, agar 'gerbong' media yang dipimpinnya itu bisa tetap independen. Tapi celakanya, hal inilah yang sering dilupakan para Pemimpin Redaksi sekarang.
Dalam hal pengembangan bisnis media di sela-sela coffee morning dengan pejabat atau petinggi perusahaan itu, seorang Pemimpin Redaksi diharapkan menggandeng (red, melibatkan) Pemimpin Perusahaan. Apapun hasilnya, mereka melaporkannya ke Pemimpin Umum.
Penulis berharap, para Pemimpin Redaksi media di Indonesia ini kembali ke tupoksi masing-masing. Ingat, marwah (harga diri) sebuah media massa, berada di tangan seorang Pemimpin Redaksi. Jadilah bijak, jadilah seorang Pemimpin Redaksi yang berkelas. Semoga.
Penulis, peminat masalah-masalah sosial dan perkotaan.
Kini tinggal di Cimahi, Bandung (Jawa Barat).
14.06.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H