Demo KPU Sumut di Jalan Perintis Kemerdekaan Medan, Kamis (28/3/2019) bisa jadi pelampiasan puluhan wartawan Kota Medan yang tak puas dengan kinerja personil penyelenggara Pemilu di daerah ini.
Demo KPU Sumut, Tuntut Mundur Ketua KPU
Persoalan demi persoalan kian merembet kemana-mana. Tak cuma masalah iklan kampanye calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perwakilan Provinsi Sumut. Soal pengkotak-kotakan wartawan yang bertugas meliput di sini pun mencuat ke permukaan. Tidak itu saja, komisioner KPU Sumut dituding tak faham aturan main, hingga menuntut Yulhasni sebagai Ketua KPU Sumut dituntut copot dari jabatannya.
Namanya demo, tuntutan mereka sah-sah saja. Namun jika dikupas satu persatu, mungkin bisa jadi persoalan.
Satu hal yang mungkin menarik untuk dipersoalkan adalah soal 'kue iklan' yang sedang diributi itu. Ya, dalam aksi demo yang berdurasi 30 menit, para kuli tinta yang ditugaskan para Pemimpin Redaksinya meliput kegiatan-kegiatan di KPU Sumut menyoal iklan kampanye DPD yang konon jumlahnya cukup fantastis mencapai Rp 3,7 miliar.
Setidaknya itu menurut asumsi para pendemo. Sebagaimana yang sudah santer diberitakan di sejumlah media online, pagu anggaran iklan media sebesar Rp 3,7 miliar dipecah sendiri dengan alat bukti hasil rapat pleno komisioner KPUD Sumut menjadi 3 media televisi dan 3 media radio sebesar Rp 2,7 miliar. 3 media cetak sebesar Rp 630 juta dan 5 media daring (online) sebesar Rp 154 juta.
Kacamata pendemo memang ada benarnya, jika mengacu pada Keppres Nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang jasa setidaknya rencana penayangan iklan kampanye DPD itu diumumkan seluas-luasnya. Okelah, KPU Sumut memiliki website sendiri. Apakah itu cukup, bahwa seluruh pengumuman sudah dipublikasikan di website itu?
KPU Sumut Hanya EksekutorÂ
Lantas sudahkah berjalan iklan layanan itu? Jika memang sudah atau sedang berjalan maka KPU Sumut yang mengaku hanya sebagai 'eksekutor' dari regulasi (kebijakan) KPU Pusat benar-benar bernyali dan sudah berpikir matang terhadap resiko yang mungkin terjadi.
Soalnya, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan, mengapa hanya segelintir media yang 'menikmati' pagu anggaran kampanye itu?
Sebenarnya penulis tak ingin berburuk sangka dulu. Jika dilihat daftar media yang ditunjuk sebagai lokasi penayangan iklan, sejujurnya masih banyak yang belum layak.
Pertanyaannya, apa parameter hingga KPU Sumut memilih media-media ini? Dengan tolok ukur apa KPU Sumut menyeleksi media dimaksud? Hal ini tentu masih jadi perdebatan.
Seorang komisioner KPU Sumut memang sudah menjawab hal itu di aksi demo kemarin. Argumennya, mungkin ditinjau dari rating pembaca media itu.
Penulis mencoba membuka beberapa sampel media online yang ditunjuk KPU Sumut seperti rmol, medanbisnisdaily, LKBN Antara. Ketiga media online ini rasanya pantaslah untuk dijadikan lokasi (tempat) penayangan iklan.
Karena menurut dewan pers  sebagaimana telah dicek di https://dewanpers.or.id bahwa 3 media ini sudah 'Lolos Verifikasi', dengan kata lain: data-data perusahaannya cukup lengkap dan jelas.
Nah, bagaimana dengan 2 media online lainnya seperti media 'SM' dan CB' yang dipercaya untuk menayangkan iklan dimaksud? Â (Maaf, dengan alasan etika sengaja diinsialkan)
Beberapa kali penulis menelusurinya. Ternyata, jangankan 'Belum Lolos Verifikasi' dikenal pun tidak. Begitu kira-kira mendefinisikannya.
Lagi-lagi Hanya Eksekutor Regulasi KPU Pusat
Duh, sebenarnya ini yang bikin resah para pengusaha media online. Di satu sisi, pengusaha media sudah bersusah payah hingga 'mandi keringat' agar media onlinenya bisa Lolos Verifikasi Dewan Pers, kok malah media sekelas 'SM' dan 'CB' yang justru menikmati kue iklan ini?
Jika diatas, penjelasan seorang komisioner bahwa KPU Sumut hanya bertindak sebagai eksekutor terhadap regulasi dari KPU Pusat, rasanya itu pun tak bisa diterima akal sehat.
Bagaimana mungkin KPU Pusat bisa mengidentifikasi identitas kedua media seperti SM dan CB itu? Sejujurnya penulis tak ingin menyebut media itu 'abal-abal'. Atau jangan-jangan ada oknum-oknum di KPU Sumut sengaja memberi rekomendasi ke KPU Pusat hanya lantaran ada faktor nepotisme.
Hal yang ingin ditegaskan dalam tulisan ini, bahwa media online yang berstatus Lolos Verifikasi Dewan Pers itu sangat penting. Lolos Verifikasi Dewan Pers berarti perusahaannya jelas, faktur pajaknya pun ada, NPWP, alamat kantor, pengurus bagian keredaksiannya pun terdata lengkap. Apalagi hal ini menyangkut penayangan iklan, berarti bakal bersinggungan dengan masalah pajak.
Sebagai orang awam, penulis sejujurnya lagi-lagi penasaran, apakah penayangan iklan itu sudah dimulai, atau sedang berjalan atau belum. Mestinya hal ini terungkap dalam penjelasan komisioner KPU Sumut saat menjawab aksi demo itu.
Andai penayangan iklan itu sudah berjalan dan ditayang di media yang sudah ditunjuk (red, penunjukan langsung alias PL), penulis yakin KPU Sumut sudah siap menangkisnya. Tidak sekadar jawaban KPU Sumut sebagai eksekutor terhadap regulasi KPU Pusat.
Kita berharap DPRD Sumut bisa bersikap. Begitupun dengan Tipikor Poldasu, Kejaksaan dan aparat hukum lainnya karena kasus ini bukan delik aduan, maka bisa kapan saja menyelidikinya. Apalagi ini kan uang rakyat, sejatinya lebih hati-hati menggunakannya. Semoga!
Medan, Jumat 29 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H