Menurutnya, Pasal 26 UU Yayasan telah jelas menyatakan bahwa kekayaan yayasan itu berasal dari sumbangan, tidak diatur harus ada kejelasan identitas dan sumbernya sehingga hal itu diperbolehkan.
pengurus yayasan tetap harus berupaya mewaspadai kemungkinan pencucian uang. "Kalau ada orang menyumbang, harus jelas siapa penyumbangnya, lalu dibuatlah pernyataan kalau perlu yang tercetak, dalam kwitansi, bahwa sumbangannya bukan berasal dari tindak pidana dan bukan juga tujuan pencucian uang,"
Mengenai upaya mewaspadai agar sumbangan tidak disalahgunakan untuk penerima yang salah seperti jaringan teroris internasional, kita haruslah mengingat Pasal 4 UU No.9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. karena  jika dalam pencucian uang yang jadi masalah adalah sumber dananya, maka dalam pendanaan terorisme yang menjadi poin adalah siapa penerimanya meskipun sumbernya halal secara hukum.
"sebaiknya jika ada sumbangan, haruslah  jelas dari siapa, kalau kita ragu-ragu akan jauh lebih baik jika kepada lembaga internasional yang sudah dikenal, nanti terserah dia mau memberikan kemana,"
dalam menjalankan aktivitasnya perlu di waspadai bahwa kemungkinan yayasan melanggar hukum perlu dihindari dengan kesadaran pengurusnya agar selalu menjaga akuntabilitas pengelolaan dana oleh yayasan sesuai tujuannya, menjaga profesionalisme, interaktif, dan transparan kepada para donatur.
"Kasus kriminalisasi bantuan kemanusiaan karena dugaan membantu teroris ini soal politik, bukan soal hukum, akhirnya susah menyalurkan bantuan kemanusiaan. Tidak ada perlindungan khusus untuk lembaga kemanusiaan, (karena)soal kemauan politik, bukan ranah hukum," kata Heru untuk mengingatkan para pengelola yayasan agar terhindar dari kriminalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H