Mohon tunggu...
Mangatas SM Manalu
Mangatas SM Manalu Mohon Tunggu... Dokter Spesialis Penyakit Dalam -

Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Mayapada Lebak Bulus, Jakarta Selatan & Klinik AIC, Kuningan City Mall - Jakarta. Instagram: https://www.instagram.com/mangatasm/ Twitter: https://twitter.com/#!/Komangatas3. Facebook: https://www.facebook.com/mangatasm

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Berobat ke Google, Hati-hati Salah Diagnosis Penyakit Lambung!

22 Februari 2017   00:12 Diperbarui: 10 November 2017   02:22 9998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: medicalnewstoday.com

Dalam praktik sehari-hari di rumah sakit dan klinik, seringkali (sampai 70 % dari total pasien yang berobat), saya mendapat keluhan pasien tentang penyakit “asam lambung naik”. Ternyata cukup banyak pasien yang mengalami salah diagnosis, baik itu salah diagnosis karena pasien mendiagnosis dirinya sendiri, hanya berdasarkan membaca tulisan-tulisan di internet (atau bisa juga disebut diagnosis ala Mbah Google). Tapi ada juga salah diagnosis dari berbagai petugas instansi kesehatan

Kenyataan tersebut menggelitik saya untuk menuliskan tentang penyakit “asam lambung naik”, meskipun saya yakin sudah banyak sekali tulisan dari para pakar kedokteran saluran cerna tentang hal ini. Guru saya, Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB dari Departemen Penyakit Dalam FK-UI/RSCM, yang juga seorang Kompasianer, banyak memberikan pengetahuan dan pencerahan seputar masalah kesehatan, khususnya tentang berbagai kelainan saluran cerna, contoh tulisan beliau ini.

Pertanyaannya ialah: apa sebenarnya yang dimaksud dengan penyakit “asam lambung naik”? Bagaimana cara menegakkan diagnosisnya? Cukupkah hanya diagnosis berdasarkan Mbah Google? Apakah semua penyakit lambung ialah penyakit “asam lambung naik”? Perlukah kita waspada akan kesesatan akibat copy-paste pesan berantai hoax, termasuk dari media sosial, tentang penyakit “asam lambung naik”?

Saya berharap tulisan ini dapat lebih membantu masyarakat luas untuk memahami tentang penyakit “asam lambung naik” yang banyak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat luas.

Penyakit “asam lambung naik” atau Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu kondisi akibat naiknya asam lambung menuju esofagus (kerongkongan) dan menimbulkan nyeri pada ulu hati atau sensasi terbakar di dada (heartburn).

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi akibat melemahnya Lower Esophageal Sphincter (LES), yakni cincin otot antara esofagus (saluran makanan dari mulut ke lambung) dan lambung.

Banyak orang, termasuk wanita hamil, menderita heartburn yang terus berlanjut sampai terasa asam di mulut dan menyebabkan mual serta muntah, akibat GERD.

Beberapa gejala yang sering dikeluhkan penderita GERD ialah:

  • Terasa panas dari ulu hati menjalar ke dada, sampai terasa asam di mulut,
  • Nyeri dada (dada terasa panas atau seperti ditusuk-tusuk),
  • Sering bersendawa,
  • Dispepsia (maag): Nyeri ulu hati, kembung,
  • Mual sampai keringat dingin,
  • Muntah,
  • Gangguan pencernaan (susah BAB atau diare - jika kejadian sudah lama),
  • Batuk-batuk,
  • Kesulitan menelan, terasa ada yang mengganjal di dada bagian bawah saat menelan makanan, bahkan terasa tercekik. Kadang-kadang, meminum air putih pun sulit.

Berbagai gejala pada GERD tersebut diakibatkan oleh kembalinya (refluks) asam lambung ke saluran esofagus karena lemahnya cincin otot LES. Pada keadaan normal cincin otot LES di bagian bawah esofagus akan menutup setelah makanan masuk ke lambung. Pada kasus GERD, otot tersebut melemah sehingga asam lambung yang seharusnya berada di lambung akhirnya naik ke atas ke esofagus dan menimbulkan iritasi di daerah tersebut dan sekitarnya. Asam lambung yang naik tersebut dapat mencapai daerah tenggorokan, sehingga mengakibatkan batuk-batuk bahkan asma bronkial 

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya GERD adalah:

  • Kehamilan,
  • Merokok,
  • Olahraga berat (sit-up, angkat barbel, squat-jump),
  • Sering mengangkat barang berat secara tiba-tiba,
  • Obesitas (kegemukan),
  • Diabetes Melitus.

Faktor-faktor lain yang mempermudah terjadinya GERD ialah:

  • Makanan/minuman tertentu, misalnya santan, kopi, cokelat, kaldu kental, bumbu kacang yang banyak, minuman bersoda, teh pekat, energy drink, dan alkohol,
  • Obat-obat tertentu, misalnya: klindamisin, eritromisin dan golongan antibiotika makrolid lainnya. Obat-obat anti radang (anti-inflamasi) baik anti-inflamasi golongan non-steroid (misalnya asetosal, asam mefenamat, Diklofenak, piroksikam), maupun anti-inflamasi steroid (misalnya Metil Prednisolon, Prednison dan Deksametason). Selain itu bamyak juga pasien menjelaskan gejala ini timbul karena mereka “tidak cocok” minum obat Tiongkok, berbagai ramuan herbal dan infus jeruk lemon serta jamu, untuk kurun waktu yang lama,
  • Kecemasan. Walaupun tidak semua pakar penyakit saluran cerna menyetujui hal ini, namun karena kecemasan jelas berhubungan dengan meningkatnya produksi asam lambung, maka kecemasan (anxiety) sering dikaitkan dengan terjadinya GERD.

Keadaan GERD harus dibedakan dengan serangan pada Penyakit Jantung Koroner (Acute Attack of Coronary Disease), yang biasanya menyerang orang usia diatas 40 tahun dengan berbagai faktor risiko jantung koroner, misalnya hipertensi, diabetes, tingginya kadar kolesterol darah dan trigliserida. Selain itu GERD juga harus dibedakan dengan gangguan kecemasan dan panik (panic attack), penyempitan esofagus, barbagai gangguan pada lambung dan usus 12 jari (gastritis, gastroduodenitis, polip lambung, dan lainnya), gangguan pada kandung empedu, kelenjar pankreas, hati bagian kiri, gangguan otot, tulang dan sendi di daerah rongga dada serta penyakit pada peparu dan sekat rongga badan (diafragma).

Untuk memastikan adanya GERD dan membedakannya dengan gangguan lain pada esofagus, lambung dan usus 12 jari, biasanya dilakukan pemeriksaan endoskopi, yang sekarang sudah banyak tersedia di rumah sakit kabupaten. Endoskopi dapat dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastro-entero-hepatologi, maupun oleh dokter spesialis penyakit dalam yang dilatih khusus untuk pemeriksaan tersebut. Jika fasilitas tersedia, maka selain dilakukan endoskopi, juga dilakukan biopsi bagian-bagian tertentu dari lambung. 

Pada sejumlah penderita, berbagai keluhan akibat GERD dapat dikurangi secara bermakna dengan terapi perubahan gaya hidup, namun pada kebanyakan orang memerlukan gabungan perubahan gaya hidup serta pemberian obat. Pada kasus-kasus yang berat atau yang tidak membaik dengan kedua jenis terapi diatas, mungkin diperlukan operasi untuk menguatkan cincin otot esofagus bawah yang melemah tersebut.

Terkontrolnya produksi asam lambung melalui perubahan pola hidup (lifestyle modification, termasuk di dalamnya mengatur dan mengubah pola makan serta berolahraga). Kedua hal tersebut (perubahan pola hidup dan obat-obatan) sebaiknya dilakukan secara bersamaan.

a) Perubahan pola hidup (lifestyle modification) yang bisa dilakukan adalah:

  • Hindari tidur berbaring dalam periode 2 jam setelah makan. Jika sehabis makan anda sangat mengantuk, tidurlah dengan posisi duduk,
  • Tidur dengan posisi kepala kira-kira 25 cm lebih tinggi dari badan,
  • Menghindari makan secara berlebihan / dalam porsi yang besar, makanlah dalam porsi yang kecil namun lebih sering, misalnya 3 kali makan besar (jam 07, 12.30, 18.30) dan 3 kali makan kecil berupa cemilan atau snack (jam 10, 15.30 dan 21.30. Makan jam 21.30 hanya berupa buah-buahan berserat misalnya bangkwang (dicacah) dan pepaya,
  • Menurunkan berat badan hingga mencapai berat badan ideal (bila anda mempunyai berat badan berlebih atau kegemukan).

b) Terapi GERD dengan obat-obatan, baik obat untuk menetralkan asam lambung seperti antasida, penurun produksi asam lambung dalam bentuk obat penghambat pompa proton lambung, misalnya omeprazole, lanzoprasole, pantoprasole serta obat antagonis reseptor histamin-2 seperti ranitidine, famotidine. Juga bisa diberi obat pelapis dinding lambung seperti sukralfat dan obat yang memperbaiki motilitas lambung (prokinetik), seperti domperidone.

Secara keseluruhan terapi GERD biasanya membutuhkan waktu yang relatif panjang, bisa sampai 2 bulan. Umumnya perkembangan penyakit dipantau oleh dokter setiap 1-2 minggu.

Sampai dengan 85 % kondisi GERD dapat ditangani dengan pemberian obat-obatan serta perubahan pola hidup seperti tertulis di atas. Sisanya (15 %) adalah penderita GERD yang tidak berhasil dengan kedua jenis terapi tersebut (terapi konservatif). Pada kondisi GERD yang gagal terapi konservatif, seringkali diperlukan terapi operasi guna memperbaiki kondisi katup antara lambung dan kerongkongan.

Ragam Penyakit Lambung Selain GERD
Ada beberapa hal penting yang ingin saya sampaikan di sini semoga bisa membantu masyarakat luas. Penyakit lambung bukan hanya GERD saja tetapi terdiri dari beberapa penyakit

Pada penyakit-penyakit lambung, bukan hanya diakibatkan oleh kadar atau jumlah asam lambung (faktor “agresif”) meningkat, tetapi juga bisa terjadi karena faktor “defensif”/pertahanan lambung (mukosa dan sekret mukosa lambung) yang menurun. Jadi tidak semua penyakit lambung diakibatkan produksi asam lambung yang meningkat.

Seringkali gangguan pada GERD menyebabkan orang cemas dan mengira bahwa sakit yang dialaminya adalah sakit jantung; tetapi sebaliknya, jangan sampai dikira penyakit lambung ternyata ada serangan jantung koroner yang bisa berakibat fatal jika terlambat ditangani. Jika seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun, dengan berbagai faktor risiko jantung (diabetes melitus, hipertensi, merokok, obesitas, tinggi kadar kolesterol darah), mengalami gejala GERD, khususnya rasa panas di dada, maka segeralah ke dokter di rumah sakit, agar bisa dilakukan rekam listrik jantung (EKG) sebagai pemeriksaan penapis untuk serangan jantung koroner: jadi jangan langsung dianggap GERD.

Sumber gambar: expertbeacon.com
Sumber gambar: expertbeacon.com
Untuk mudahnya: orang berusia lebih dari 40 tahun dengan berbagai faktor risiko yang disebutkan di atas, lebih baik dicurigai serangan jantung dulu dan segera dibawa ke Rumah Sakit untuk diperiksa EKG, sebelum dinyatakan sebagai GERD.

Jangan terlalu mudah untuk percaya pada “testimoni” atau pengalaman orang yang dituliskan di internet atau media sosial dunia maya. Harus timbul pertanyaan-pertanyaan ini dalam hati anda:

Siapa yang menulis? Anonim atau tidak?! Apa kompetensi penulis dengan bidang kesehatan terutama dalam hal melakukan diagnosis dan terapi penyakit?! Kalau penulisnya tidak mempunyai latar belakang pendidikan resmi di bidang kesehatan, maka sebaiknya anda tidak segera percaya.

Meskipun testimoni orang tersebut nyata (orang yang menulis tentang GERD tersebut tidak bermaksud berbohong) tetapi ingat: yang cocok untuk orang lain belum tentu cocok untuk Anda! Pengalaman pribadi orang tidak bisa diterapkan pada seluruh pasien. Ingat bahwa setiap orang bisa berbeda-beda respons terhadap suatu terapi, meskipun penyakitnya sama.

Lihat ujungnya (ha..ha..ha..), kalau pada akhirnya dia berjualan obat atau ramuan tertentu, ingatlah: yang cocok untuk orang lain belum tentu cocok untuk anda

Waspadalah salah diagnosis, akan mengakibatkan salah terapi yang bisa mengancam keselamatan kita. Perlu diwaspadai berbagai info yang sangat beragam di dunia maya, termasuk tentang GERD; banyak sekali info soal GERD yang hoax alias palsu nan menyesatkan.

Ingat juga: bisakah Anda meminta tanggung jawab legal-formal dari orang yang menulis tersebut di internet? Apalagi jika tulisan itu tidak ada nama penulisnya (anonim), atau ditulis oleh orang yang tidak berkompeten, atau hanya berdasarkan testimoni (pengalaman pribadi) yang belum tentu cocok untuk anda, atau tulisan soal GERD yang ujung-ujungnya menjual produk (ha..ha..ha..).

Terlebih lagi jika penjelasan tentang penyakit GERD hanya berdasarkan, ”Katanya...katanya...” Katanya siapa?!

Ternyata banyak tulisan tentang GERD yang hanya berdasarkan copy-paste dan broadcast pesan berantai dari WA (WhatsApp) yang dapat dengan mudah dirubah orang iseng atau jahil dan tidak bertanggungjawab.

Meskipun demikian penulis tidak bermaksud menjauhkan para netizen, khususnya para Kompasianer dari usahanya mencari tambahan pengetahuan tentang berbagai penyakit, khususnya GERD, melalui internet. Penulis hanya mengingatkan akan risiko informasi kesehatan hoax di internet, media sosial dan berbagai pesan berantai/broadcast copy-paste pesan WA.

Demikian yang bisa saya sampaikan tentang penyakit "asam lambung naik"/GERD dan berita kesehatan yang hoax. Kiranya bermanfaat dan mohon maaf sebesar-besarnya untuk segala kesalahan dan kekurangannya.

Tabik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun