Lamine Yamal mengukir catatan baru di tahun 2025 ini. Selain mendapatkan trofi perdana selama berseragam Barcelona lewat raihan trofi Super Spanyol, pemain berusia 17 tahun itu mencetak gol dalam tiga laga berturut-turut.
Sebelumnya, pemain didikan akademi La Masia itu mencetak gol saat Barca bermain kontra Athletic Bilbao dan Real Madrid di ajang Piala Super Spanyol. Setelah itu, Yamal menjadi bintang kemenangan 5-1 Barca atas Real Betis dalam babak 16 besar Copa del Rey. Selain mencetak gol, Yamal juga mencatatkan 1 asis guna menggenapi status kebintangannya di Barca.
Yamal, memang, sudah menjadi buah bibir semenjak tahun lalu. Tepatnya, sewaktu ikut memberikan kontribusi bagi Spanyol menjadi juara Piala Eropa 2024 di Jerman. Yamal dinobatkan sebagai pemain muda terbaik dalam turnamen tersebut dan sekaligus pemain paling termuda yang pernah mengangkat trofi Piala Eropa.
Kegemilangan Yamal tak berhenti pada musim ini. Di tangan Pelatih Hansi Flick, Yamal terus menunjukkan sinar kebintangannya. Terlihat Flick tak mengubah secara total peran dan pengaruh Yamal sebagaimana yang dilakukan oleh pada era pelatih Xavi Hernandez dan Luis de la Fuente di Timnas Spanyol.
Yamal identik berposisi sebagai penyerang sayap kanan. Umpan-umpan terukurnya dari sisi sayap kanan kerap memanjakan lini depan seperti penyerang Robert Lewandowski dan Raphinha.
Terlihat musim ini, Yamal sudah mulai berani untuk melakukan penetrasi dari sisi kanan masuk ke jantung pertahanan lawan.
Salah satunya terbukti saat Yamal mencetak gol ke gawang Madrid di final Piala Super Spanyol. Gol penyama kedudukan itu tercipta lewat keberaniaan Yamal untuk melakukan penetrasi dari sisi kanan masuk ke pertahanan Madrid sembari mengecoh lini belakang Madrid.
Tendangan terukur masuk ke sisi kiri gawang Thibaut Courtuis. Tak terduga, tetapi penuh perhitungan yang jeli.
Sontak saja, pergerakan Yamal itu mengingatkan sosok Lionel Messi. Suporter Blaugrana sudah terbiasa melihat metode mencetak gol ala Yamal ke gawang Madrid sewaktu Messi masih berseragam Barca. Makanya, tak sedikit yang menilai bahwa gaya Yamal mencetak gol seperti gaya Messi.
Namun, Yamal bukanlah prototipe Messi. Ada sesuatu yang berbeda dari gaya permainan Messi dan Yamal. Gaya Yamal terlihat lebih dekat dengan Neymar Jr yang biasa bermain di sisi sayap kiri.
Penetrasi dan gocekan khas Yamal mendekati gaya dari Neymar. Messi lebih bertipe sebagai penyerang yang tak begitu banyak melakukan gaya atraktif, tetapi jeli dalam membaca pergerakan bahasa tubuh lawan dan kelengahan lini belakang.
Tentu saja, masih banyak waktu bagi Yamal untuk membuktikkan kualitasnya dan mengikuti jejak Messi. Namun, menimbang performanya sejauh ini, barangkali sepakat dengan rekan setimnya, Gavi yang menyatakan bahwa Yamal bukanlah Messi.
Pernyataan itu bisa menandakan bahwa tiap pemain memiliki jalannya masing-masing dan kualitas yang berbeda. Hanya waktulah yang bisa menentukan apakah kedua pemain persis sama dalam gaya ataukah masa kejayaan.
Kesamaan antara Yamal dan Messi adalah sama-sama ditempah di akademi La Masia. Bahkan, secara tak kebetulan, ada foto tentang Messi yang baru saja naik dari akademi La Masia ke tim senior Barca pernah memandikan Yamal sebagai bagian dari proyek amal.
Jadinya, keterikatan para pemain tersebut dengan Barca tak diragukan. Boleh dikatakan, Barca sudah menjadi rumah kedua bagi para pemain.
Namun, ada perbedaan. Walau terbentuk di akademi yang sama, gap pasti tetap ada.
Messi yang berasal dari Argentina pastinya tak mudah bersosialisasi dengan rekan-rekan setim yang umumnya dari Spanyol. Tak sedikit pemain yang seangkatan Messi di akademi seperti Cesh Fabregas dan Gerard Pique yang menilai Messi sebagai sosok pendiam di masa pembinaan di akademi.
Sementara Yamal mempunyai keistimewaan yang mana berasal dari Spanyol dan hampir semua didikan La Masia yang berada di tim senior pun berasal dari Spanyol.
Makanya, ketika merayakan kemenangan di Piala Super Spanyol, Yamal tak ragu merayakannya dengan penuh sukaria. Bahkan, rekan-rekan setim, yang barangkali seangkatannya di akademi La Masia menjadikan ruang ganti laiknya tempat pesta.
Dengan ini, tak ada gap yang terlalu jauh antara Yamal dan para pemain lain di Barca. Proses adaptasi di akademi dan di tim senior tak begitu sulit karena Yamal sendiri berasal dari Spanyol.
Lebih jauh, Yamal memiliki ikatan yang lebih lebih kuat dengan para pemain didikan La Masia lantaran mereka tak hanya bersatu di level klub, tetapi juga di Timnas Spanyol.
Yamal merasa "at home" di Barca karena kultur dan ikatan yang telah terbangun. Karena itu, bukan tak mungkin, seperti yang disampaikan oleh Flick, setelah Messi sebagai pemain terbaik, ada Yamal.
Oleh karena itu, faktor kegemilangan Yamal tak lepas dari kultur yang terbangun sejak lama. Dari akademi hingga tim senior, Yamal dibentuk dalam sistem dan lingkungan yang persis sama. Hal itu pun membantu perkembangan Yamal sebagaimana yang ditampilkan sejauh ini.
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H