Ditambah lagi, pengaruh 15 partai politik tak begitu kuat di Jakarta. Terlebih lagi, Suswono sendiri berasal dari kader PKS, yang nota bene partai yang juga berbasis kuat di Jakarta.
Pengaruh ketokohan masih menjadi bagian vital dari percaturan politik di tanah air. Makanya, tak sedikit para calon kepala daerah merapat ke tokoh-tokoh politik guna mendapatkan simpati dan dukungan daripada menguatkan program dan ideologi yang telah digariskan oleh partai politik pengusung.
Tak pelak, foto para calon kepala daerah kerap disandingkan dengan tokoh-tokoh tertentu. Bahkan, nama-nama tokoh itu dijadikan ala jual semasa kampanye.
Efek ketokohan itu pun berjalan searah dengan pola pikir masyarakat. Dalam mana, masyarakat lebih pada idolisasi pada tokoh tertentu daripada menilik partai yang memboncengi kandidat kepala daerah. Idolisasi itu bisa disebabkan oleh pengakuan pada kapasitas dari tokoh yang diidolakan, rekam jejak yang telah ditorehkannya, hingga kedekatan latar belakang tertentu.
Pada sebab lain, kita melihat kelemahan dari partai politik yang tak begitu berfondasi pada ideologi yang kuat sehingga tak begitu meyakinkan pemilih. Belum lagi, kiprah partai politik di tanah air yang cenderung bekerja mengikuti alur kepentingan, daripada berpatokan pada asas dan ideologi partai. Akibatnya, partai politik lebih berperan seperti kendaraan politik semata daripada faktor pendukung kemenangan di kontestasi politik.
Pilkada serentak 2024 menunjukkan bahwa faktor ketokohan masih mempunyai pengaruh besar dalam memenangkan kontestasi daripada pengaruh partai politik. Hal itu bisa menunjukkan degradasi dari peran partai politik sendiri dan sekaligus evaluasi besar untuk partai-partai politik di tanah air.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H