Janji calon kepala daerah di masa kampanye politik kerap kali berdasar pada realitas kehidupan masyarakat. Ketika janji politik mengambang dan tak menyentuh realitas, pada saat itu calon pemimpin bisa dinilai gagal memetakan sebuah persoalan masyarakat. Ujung-ujungnya, kredibilitasnya sebagai seorang pemimpin disangsikan. Bahkan, elektabilitasnya ikut terpengaruh.
Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu provinsi yang akan melangsungkan kontestasi pemilihan kepala daerah dan wakil tingkat provinsi (Pilgub). Ada tiga pasangan calon yang maju dalam kontestasi tersebut. Adalah Melkiades Laka Lena-Johanis Asadoma, Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Garu, dan Yohanis Fransiskus Lema-Jane Natalia Suryanto.
Ketiga calon ini pastinya sudah memiliki strategi politik dalam merancang program kerja, yang mana itu menjadi janji-janji politik dan juga fondasi pada masa kepemimpinan apabila terpilih. Dari sekian program yang ditawarkan, satu hal sekiranya tak boleh luput dari calon kepala daerah di NTT adalah persoalan perdagangan manusia (human trafficking).
Seturut catatan Kompas.com (31 Agustus 2023), tercatat 256 warga NTT yang menjadi korban human trafficking pada tahun 2023. Jumlah itu, seperti yang diberitakan, adalah yang terlapor ke pihak kepolisian. Dengan ini, kita tak tahu persis jumlahnya apabila ditelusuri dengan yang luput dari mata pihak hukum.
Dengan catatan yang terjadi pada tahun 2023 itu, persoalan perdagangan manusia menjadi tantangan dan masalah bagi kepala daerah NTT yang terpilih nantinya. Untuk itu, pemimpin yang terpilih perlu menyikapi tantangan dan masalah itu dengan solusi yang efektif dan efesien.
Â
Sikap Pemimpin Terpilih!
Salah satu akar sebab yang memicu persoalan terjadi adalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Ketidaktersediaan lapangan pekerjaan menciptakan pengangguran. Pengangguran menyebabkan persoalan ekonomi.
Jaringan masalah itu tentu saja menyulitkan masyarakat. Makanya, ketika ada tawaran untuk pekerjaan, terlebih dengan tawaran gaji yang besar, ada keterbukaan untuk menerimanya tanpa terlalu berpikir lebih mendalam dan teliti dari prosedur dan konsekuensi dari tawaran tersebut.
Oleh sebab itu, para pemimpin terpilih perlu menciptakan lapangan pekerjaan yang bisa mengatasi masalah pengangguran. Tentu saja, lapangan pekerjaan itu seyogianya memberikan pendapatan yang bisa menopangi kelayakan hidup. Ya, kadang "gaji kecil" tetapi beban hidup besar juga menjadi salah satu sebab di mana masyarakat mau mencari kerja di tempat lain walau tanpa prosedur yang legal.
Penyiapan lapangan pekerjaan juga sebenarnya tak cukup. Perlu juga edukasi yang secara konsisten dan terus menerus untuk masyarakat pada bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan. Di sini, seorang pemimpin perlu jeli melihat potensi dari setiap daerah di NTT berbarengan dengan edukasi untuk masyarakat dalam menciptakan lapangan pekerjaan seturut potensi yang dimiliki.
Tiap daerah memiliki potensi yang berbeda dengan struktur wilayah dan keadaan iklimnya. Situasi itu membutuhkan kejelian seorang pemimpin dalam mendidik dan mengarahkan masyarakat pada bagaimana memanfaatkan potensi yang dimiliki sekaligus mendampingi mereka dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
Selain itu, tak masalah untuk bekerja ke luar daerah, baik itu bekerja di kota-kota besar di Indonesia maupun di luar negeri. Yang paling penting adalah pada bagaimana pemimpin membangun sistem yang bisa menyiapkan kompetensi para pekerja, terlebih khusus mereka yang memilih bekerja di luar negeri. Paling tidak, ada keahlihan yang dibawa sebagai bekal menghadapi tuntutan pekerjaan.
Sistem itu berupa proses perekrutan, pelatihan/pembinaan yang intensif, hingga supervisi selama seseorang bekerja di luar negeri. Paling tidak, si pekerja tak dibiarkan begitu saja tanpa kompas yang jelas, tetapi perlu pendampingan dari pemerintah agar tak terjebak pada sindikat perdagangan manusia.
Lebih jauh, pemimpin yang terpilih juga perlu mengambil penindakan tegas bagi pihak-pihak yang terlibat kasus perdangan manusia. Kerja sama dengan aparat penegak hukum menjadi rumus mendasar bagi para pemimpin agar masyarakat tak gampang masuk dalam persoalan human trafficking.
Tindakan tegas dan sosialisasi yang konstan dan konsisten tentang bahaya perdagangan manusia perlu menjadi agenda mendasar dari pemimpin NTT terpilih. Bagaimana pun, persoalan perdangangan manusia yang menjadi salah satu isu mendasar di NTT harus disikapi secara serius oleh kepala daerah terpilih nantinya.
Sikap serius itu juga dibarengi dengan kontrol ketat dalam perekrutan. Tiap instansi, paling kurang mulai dari lingkup terbawah seperti instansi desa perlu buka mata dengan menilai dan mengevaluasi tiap agen dalam merekrut pekerja.
Kalau boleh, ijinan kepala desa menjadi salah satu syarat sebagai salah satu bagian dari perekrutan agar bisa melihat apakah agen atau pihak yang merekrut sudah sesuai prosedur ataukah tidak. Langkah kepala desa itu bisa menjadi bagian program mendasar dari kepala daerah dalam mengatasi perdagangan manusia.
Persoalan perdagangan manusia bermotifkan jasa pemberian pekerjaan menjadi tantangan dan masalah di NTT. Oleh karena itu, pemimpin terpilih lewat kontestasi Pilkada seperti Pilgub perlu menyikapi dan menyelesaikan masalah itu dengan langkah yang tepat sasar.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H